Pengawas Ketenagakerjaan Berperan Penting Dorong Ciptakan Produktivitas Kerja

:


Oleh H. A. Azwar, Kamis, 1 Desember 2016 | 14:37 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 50K


Jakarta, InfoPublik - Pengawas ketenagakerjaan berperang penting untuk memastikan diterapkannya norma peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, dan mendorong terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan dalam menciptakan produktivitas kerja.

Demikian dikatakan Menteri Ketenagakerjaan yang juga Ketua Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional Muhammad Hanif Dhakiri dalam sambutannya pada Sidang Pleno LKS Tripartit Nasional Ketiga 2016 yang dibacakan oleh Maruli Apul Hasoloan, Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker di kantor Kemnaker, Jakarta, Kamis (1/12).

Sesuai data Badan Pusat Statistik pada tahun 2014, jumlah perusahaan industri mikto, kecil, sedang dan besar sejumlah 3.528.808, sedangkan menurut Ditjen PPK dan K3 triwulan III tahun 2016 berdasarkan laporan rutin dari daerah bahwa jumlah perusahaan kecil, sedang dan besar yang sudah diperiksa oleh pengawas ketenagakerjaan sejumlah 254.161. Berdasarkan data Ditjen PPK dan K3 trwulan III tahun 2016, jumlah pengawas ketenagakerjaan saat ini berjumlah 2.288.

Selain kendala masih kurangnya pengawas ketenagakerjaan tersebut, juga terdapat kendala lain yaitu belum meratanya persebaran pengawas ketenagakerjaan, dan bahkan sering ditemukan penempatan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak sesuai dengan kompetensinya, kata Hanif.

Hanif berharap, dalam sidang pleno ini dapat menghasilkan kesepakatan bersama untuk meningkatkan fungsi dan peran pengawas ketenagakerjaan.

Hanif menambahkan, standarisasi pelatihan keterampilan bernegosiasi diperuntukkan bagi para pejabat yang menangani hubungan industrial, para pengurus serikat pekerja (SP), para juru runding perundingan bersama yang kompeten yang memiliki keterampilan dan pengetahuan komunikasi dan negosiasi dengan baik di dalam perundingan bersama dalam hubungan industrial. “Untuk itu perlu disusun pedoman penyelenggaraan pelatihan negosiasi dalam hubungan industrial,” ujarnya.

Dijelaskannya, pedoman penyelenggaraan pelatihan negosiasi dalam hubungan industrial sebagai acuan bagi penyelenggara dan pelaksanaan teknik bernegosiasi memuat Standar Kompetensi Khusus (SKK) Negosiasi dalam Hubungan Industrial, Program Pelatihan Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Silabus Pelatihan Negosiasi dalam Hubungan Industrial dan Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan.

Pedoman ini bersifat terbuka, dalam arti dapat diperbaiki dari waktu ke waktu sesuai dengan dinamika perubahan dengan tetap mengacu pada persayaratan yang ada, jelasnya.

Menurutnya, dengan standarisasi pelatihan keterampilan bernegosiasi dapat membantu para pelaksana pelatihan/lembaga pelatihan dimana saja untuk dapat menyelenggarakan pelatihan negosiasi dalam hubungan industrial.

Jumlah trainer terampil bernegosiasi dalam hubungan industrial sampai dengan tahun 2015 sebanyak 164 orang yang terdiri dari unsur serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) 104 orang, unsur pengusaha sebanyak 25 orang dan unsur pemerintah 35 otang.

“Pada tahun 2016 para trainer tersebut akan ditingkatkan kompetensinya melalui program upgrading,” tukas Hanif.