Banyak Maladministrasi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik KTP-El

:


Oleh Irvina Falah, Jumat, 11 November 2016 | 11:03 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 800


Jakarta - Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia, menerbitkan Rekomendasi yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri untuk memperbaiki pelayanan perekaman dan pencetakan KTP-el. Pemberian Rekomendasi ini merupakan tindaklanjut dari ditemukannya banyak penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik KTP-el di 34 Provinsi. Temuan ini merupakan hasil dari investigasi atas inisiatif sendiri dengan melakukan kunjungan, observasi, wawancara dan mistery shoping di layanan perekaman dan pencetakan KTP-el di 34 Provinsi.

Hasil dari kunjungan dan mistery shoping di 34 Provinsi terdapat 4 (empat) temuan yang menjadi sorotan Ombudsman RI.

“Temuan umum dari hasil monitoring pelayanan KTP-el antara lain; Pertama, Penerapan sistem antrean; Kedua, Adanya ‘Resi-Prioritas’ pencetakan KTP-el kepada pihak tertentu dengan pemberian imbalan uang; Ketiga, Terjadinya percaloan nomor antrian dan pungutan biaya yang dilarang (liar) dalam pemerolehan KTP-el; Keempat, Sistem ‘Jemput-Bola’ untuk mendorong percepatan layana KTP-el tidak dilakukan oleh semua daerah. Semuanya muncul karena tidak adanya pembaruan juklak, juknis dan SOP dalam penerbitan KTP-el.” ujar Ahmad Suaedy, Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang membidangi Agama, Pendidikan, Dalam Negeri, Desa, Sosial dan Kebudayaan.

Temuan pertama terkait dengan Sarana dan Prasarana mulai dari ketersediaan dan kualitas blangko yang kurang, kondisi alat rekam dan cetak yang terbatas dan beberapa rusak, listrik sering padam, sarana antrian yang urang baik, dan jaringan internet yang sering terganggu.

Temuan lainnya adalah Pungutan Tidak Resmi (Pungli), kelemahan dalam pelaksanaan pelayanan KTP-el yang dimulai dari infrastruktur, peraturan turunan teknis, koordinasi dan antar kerjasama lembaga/instansi, serta perencanaan yang tidak akurat memunculkan banyak celah terjadinya maladministrasi. Celah-celah tersebut dimanfaatkan para oknum untuk mengambil keuntungan pribadi berbentuk pungutan-pungutan tidak resmi (pungli), meski di dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Pasal 79A bahwa pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan tidak dipungut biaya.

Berdasarakan analisis aturan dan temuan Ombudsman RI terkait dengan pelayanan perekaman dan pencetakan KTP-el maka Ombudsman RI memberikan Rekomendasi yang harus dilaksanakan Kemendagri. Rekomendasi ini memuat perbaikan mengenai pertama Juklak, Juknis dan SOP, kedua Kebijakan kelancaran layanan, ketiga Sarana dan Prasarana Infrastruktur, dan yang keempat terkait dengan pungutan tidak resmi.

Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu menambahkan, “Sesuai dengan undang-udang yang kami miliki rekomendasi ini wajib dilaksanakan.”

Sebagaimana ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, rekomendasi ini wajib dilaksanakan dan melaporkan pelaksanaannya kepada Ombudsman RI dalam waktu paling lama 60 hari sejak diterimanya Rekomendasi ini. (ORI)

cp. Ahmad Suaedy (Pimpinan Ombudsman RI) – 0811193248