Kemenristek Targetkan Bangun 60 STP Hingga 2019

:


Oleh MC Provinsi Jawa Timur, Selasa, 4 Oktober 2016 | 20:12 WIB - Redaktur: Tobari - 448


Surabaya, InfoPublik – Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menargetkan pembangunan sebanyak 60 Science and Technology Park (STP) hingga akhir 2019. Sebelumnya, pemerintah ingin merealisasikan pembangunan sebanyak 100 STP.

Dirjen Kelembagaan Kemeristekdikti Patdono Suwignjo mengatakan revisi jumlah STP tidak berpengaruh terhadap rencana pembangunan di lingkungan perguruan tinggi. Hal itu menjawab pertanyaan tentang target 100 STP yang dinilai terlalu ambisius.

Di beberapa Negara, termasuk di Taiwan, pada awal dikembangkannya STP jumlahnya tidak terlalu besar.

“Untuk perguruan tinggi yang kini sudah hampir ‘lulus’ menjadi STP atau dinyatakan berhasil ada tiga kampus masing-masing ITB, IPB dan UGM. Lainnya segera menyusul untuk disiapkan, termasuk ITS,” katanya dalam Forum Koordinasi Nasional - Transfer Teknologi dan Inkubasi Bisnis yang digelar di Auditorium Sinar Mas Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Senin (3/10).

Rektor ITS Prof Joni Hermana mengungkapkan sudah merintis STP yang sebelumnya diberi nama technopark sejak tahun 2003. “Hasilnya memang belum terlihat, tapi cikal bakal itu terus tumbuh. Karena itu kami berharap dengan adanya program STP dari Kemenristekdikti, tingkat keberhasilannya bisa segera dirasakan,” ujarnya.

Chih-Han Chang dari National Cheng Kung Univeristy (NCKU) Taiwan, menjelaskan STP yang dibangun di negaranya tidak bisa dalam waktu sekejap, tapi butuh waktu dan perhatian yang serius. Ia memaparkan di awal-awal dikembangkannya STP, hanya menangani tiga sampai empat startup di lembaga inkubasinya.

“Tapi tahun-tahun berikutnya berkembang pesat dan mengalami kenaikan yang luar biasa. Sehingga pada tahun 2015 lalu sudah ada sekitar 180 industri yang tergabung dalam inkubatornya,” tuturnya.

Pembangunan STP di Taiwan, Sambung Chang, antara lain, faktor ketidakpercayaan kalangan perguruan tinggi terutama para profesor atau akademisi yang memiliki paten untuk diserahkan kepada industri dalam rangka komresialisasi temuannya.

“Karena itu yang harus dibangun adalah kepercayaan antara kedua belah pihak, baik itu pemilik paten di perguruan tinggi maupun kalangan dunia industri,” jelasnya.

Chang menyebutkan, di Taiwan saat ini, salah satu indikator di perguruan tinggi bukan lagi berapa banyak paten yang dihasilkan dari para dosennya, tapi digeser pada indikator berapa banyak uang yang diperoleh dari jumlah patennya. (MC Diskominfo Prov Jatim/non-luk/toeb)