Menristekdikti Minta Lembaga Sertifikasi Terapkan Uji Kompetensi

:


Oleh Astra Desita, Rabu, 5 Oktober 2016 | 11:00 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 577


Jakarta, InfoPublik - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir memberikan warning keras kepada seluruh lembaga sertifikasi di Indonesia agar jangan hanya sebagai tukang stempel tanpa melakukan uji kompetensi sesuai standar yang ditetapkan pemerintah.

"Sistem pendidikan di Indonesia ada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Namun, selain SNPT promosi abal-abal juga pasti marak dan itu sudah saya temukan di lapangan," tegas Mohammad Nasir dalam seminar "Penerapan SNI/ISO 17024 untuk memperkuat Daya Saing SDM Indonesia di Pasar Global" di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (4/10).

Menristekdikti Nasir, mencontohkan ada perguruan tinggi yang promosi cukup kuliah dua tahun, dapat ijazah S1. Ada juga cukup bayar, beri nama langsung dapat ijazah S1 atau S2.

"Pernah saya datang ke suatu tempat, bertemu seorang pegawai tertera dipapan namanya gelar Drs (dokterandes). Saya tanya bapak S1 ya, dijawab pegawainya bukan pak menteri, saya dokterandes," tuturnya.

Natsir menambahkan, kejadian ini terjadi karena sertifikat diperdagangkan. Cara ini harus dihapuskan karena merusak  sistem sertifikasi. Jangan sampai di era ini kompetensi tidak jelas.

"Semua lembaga sertifikasi profesi jangan sampai jadi tukang stempel, sementara user dirugikan. Kalau caranya tidak diubah lama-lama akan hilang dari peredaran," tegas Nasir

Sementara itu Kepala Badan Standar Nasional (BSN), Bambang Prasetya mengatakan, pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap LSP yang tidak profesinal dan cenderung abal-abal. Apalagi promosi yang ditawarkan tidak masuk akal.

"Kami harap masyarakat tidak percaya dengan LSP yang seperti itu. Karena tidak jelas proses penilaiannya," tuturnya.

Namun kata Bambang Prasetya, Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai lembaga yang memberi akreditasi lembaga-lembaga sertifikasi Indonesia belum lama ini mendapat pengakuan di kancah internasional, khususnya pada bidang standarisasi proses penilaian dan penyelenggaraan sertifikasi.

"Predikat itu hanya diberikan kepada dua negara saja di seluruh dunia, yaitu Amerika Serikat dan Indonesia," pungkas Bambang.