Warga Enam Kelurahan Minta Hentikan Kegiatan Pengukuran Tanah

:


Oleh MC Kota Padang, Senin, 5 September 2016 | 12:17 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 2K


Padang, InfoPublik  –Warga dari Enak kelurahan  penuhi  ruang pertemuan Bgd Aziz Chan Balaikota Padang, Aie Pacah. Semua itu untuk memenuhi undangan Walikota Padang pada  pertemuan dengan  Walikota  H. Mahyeldi Dt. Marajo, Anggota DPD RI Hj. Emma Yohana, Kakanwil BPN Sumbar, hadir Camat Koto Tangah Syahrul, Camat Kuranji terkait isu masalah tanah, Lehar, mamak  waris  Kaum Maboet. Saking penuh semangatnya warga dari Enam kelurahan, Kecamatan Koto Tangah dan Kuranji sehingga tak tertampung pada tempat duduk yang disediakan di ruang pertemuan Bgd Aziz Chan tersebut, Sabtu (3/9).

Pertemuan antara masyarakat, enam kelurahan, Dadok Tunggul Hitam, Bungo Pasang, Aie Pacah, Ikua Koto Koto Panjang,  Koto Tangah, dan dua kelurahan di  Kuranji, dengan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Anggota DPD RI, Hj. Emma Yohana di fasilitasi Pemko Padang. Pertemuan membahas tentang  isu tanah  yang meresahkan warga.

Walikota Padang, H. Mahyeldi Dt Marajo,  Anggota DPD RI Hj. Emma Yohana, Kakanwil BPN Sumbar mendengarkan keluhan dari tokoh masyarakat terkait isu tanah yang dikuasai Lehar, mamak  waris  Kaum Maboet. Syafyan, SH dari Ikua Koto, menyampaikan, yang bermain itu oknum, sampai-sampai mengaku waris dari Maboet. Duduk perkara pada objek guga­tan Perkara Civil N0.90/1931 yang telah diputus oleh Landraad te Padang PN Padang zaman Hindia Belanda, atas nama  Maboet rasanya tidak masuk logika.” Saya dari kecil di Ikua Koto, tahu tanah milik orang tua saya, dan milik orang lain. Tiba-tiba ada orang yang mengaku tanah itu miliknya. Tanah adat juga miliknya. Ada apa ini, ini kerancuannya,” ungkap Syofyan.

Abdul Wahab (Ahli Wari) warga dadok Tunggul Hitam, dulu pada perkara tanah  Zaman Belanda Perkara Civil N0.90/1931 bukan perkara perorangan tapi vonis masyarakat Dadok Tunggul Hitam, bukan Aie Pacah, Ikua Koto, Koto mPanjang dan Bungo Pasang. Dan ketika itu saya tidak mengenal sama sekali yang namanya Lehar. Kalau Lehar orang Dadok Tunggul Hitam, tentu ada rumah orang tuanya, ada pandam pakuburannya. Rupanya Lehar itu orang Pasia nan Tigo.

Prof. Dr. Ir. Fachri Ahmad, MSc, dari Yayasan Pendidikan Universitas Bung Hatta (UBH) juga mengungkapkan kembali, persoalan isu tanah yang dikuasai Lehar Cs, bukan lagi isu biasa tapi telah menjadi persoalan luar biasa. Tak tangung-tanggung masyarakat banyak telah susah dan resah. Persoalan ini memang diluar logika, contohnya saja, bahwa UBH juga bukan milik perorangan tapi juga milik orang banyak. “Pada persidangan di PN Padang kita mencari keadilan rupanya kita berhadapan dengan kekuasaan, dan tidak satupun  keterangan serta penjelasan yang didengarkannya. Itulah yang terjadi, sebut Fachri Ahmad yang mantan Wakil Gubernur Sumbar itu.

Zainal Abidin Taher mempertanyakan, kenapa BPN Kota Padang lengah dan tertidur dalam masalah Tanah yang merashkan warga ini. Kasus isu tanah Maboet ini “seperti berjalan malam,” awalnya hanya 10 hektar di Dadok Tunggul Hitam, melebar lagi empat kelurahan, berjalan lagi kini menjadi enam kelurahan. Kalu begitu, bisa tanak se Kota Padang di kuasai lagi.   

Sedangkan Kakanwil BPN Sumbar tentang isu tanah dikuasia Lehar Cs,  juga mengungkapkan dan juga menyampaikan keluhannya, bahwa ia bekerja penuh tekanan, teror dari pihak kepolisian. Semua pegawai saya  dipanggil pihak kepolisian, hanya saja yang tidak dipanggil Clening servis (CS). Saya menjalankan tugas sesuai perintah.

“Walikota Padang H. Mahyeldi Dt. Marajo, juga menyampaikan, saya sendiri juga merasakan sesuatu yang tidak benar pada isu kasus tanah Lehar, Maboet ini. Bersama masalah tanah ini kita hadapi. Saya sebagai  Walikota Padang bertanggung jawab terhadap masalah tanah ini. Mari kita satukan langkah, persepsi, dan  pemikiran untuk menghadapinya. Dan mari pula kita menciptakan ketenangan dan suasana yang kondusif di tengah-tengah masyarakat,” ajak Mahyeldi pada warga.

“Walikota Padang H. Mahyeldi Dt. Marajo, juga memberitahukan kepada warga, jika  ada yang meminta uang di lapangan dan melakukan pengancaman lagi terkait masalah tanah tersebut agar tidak memenuhinya. Catat namanya, sebagai apa, dan diaman alamatnya kemudian laporkan pada saya, Walikota Padang,  Insya Allah  masalah ini dapat kita atasi,” sebut  Walikota H. Mahyeldi.

Anggota DPD-RI Hj. Emma Yohana juga akan menyampaikan hasil pertemuan ini  kepada Ketua DPD RI, Irman Gusman, bila perlu hingga Presiden terkait hasil rapat tentang permasalahan tanah yang dihadapi masyarakat Kota Padang saat ini. "Dan yang penting itu bagi kita, kita tidak ingin masyarakat resah serta menimbulkan gejolak-gejolak di tengah masyarakat. Saya harapkan masyarakat mematuhi aturan yang ada dan pihak-pihak terkait antara lain dari kepolisian, pertanahan dan pengadilan dapat menyelesaikannya secara baik dan benar,” ucapnya.

“Saya sebagai anggota DPD-RI siap membantu masyarakat melalui Badan Akuntabilitas Publik (BAP) yang ada di DPD-RI. Nanti akan diturunkan Tim ke apalangan terkait persoalan tanah ini,” ucap Emma Yohana.

Di akhir pertemuan, sebagai hasilnya, diusulkan  supaya ada solusinya. Walikota Padang H. Mahyeldi menyikapi, langsung membuat surat kepada Kapolda Sumbar untuk penghentian  kegiatan pengukuran tanah. Surat penghentian pengukuran tanah tersebut ditanda tangani para tokoh masyarakat, dan KAN, Koto Tangah, Kuranji dan Nanggalo, terakhir tanda tangan Walikota Padang. Warga mendengan dan melihat realisasi hasil pertemuan dengan  Walikota Padang, H. Mahyeldi Dt Marajo,  Anggota DPD RI Hj. Emma Yohana, Kakanwil BPN Sumbar yang dihadiri Camat Koto Tangah, Camat Kuranji mulai merasa lega. (mcpadang/Irwandi Rais/Eyv)