Bupati Djoko Nugroho Mengajak Warga Menjaga Bumi

:


Oleh MC Kabupaten Blora, Jumat, 2 September 2016 | 13:02 WIB - Redaktur: Kusnadi - 462


Blora, Info Publik - Momentum sedekah bumi atau gasdeso yang diselenggarakan oleh warga desa diminta bisa mendorong kepedulian untuk menjaga bumi.  Demikian disampaikan oleh Bupati Blora Djoko Nugroho di hadapan ribuan warga Desa Jepangrejo, Kecamatan Blora pada acara sedekah bumi di wilayah setempat.

“Alhamdulillah, kita patut bersyukur kepada Tuhan, hari ini kita semua diberi kesehatan, sehingga bisa hadir pada acara gasdeso. Saya ikut mangayubagya. Semoga warga masyarakat Jepangrejo khususnya, diberi kesehatan, panjang umur dan rejeki yang barokah. Mari kita menjaga bumi,” kata Bupati Blora Djoko Nugroho saat memberi sambutan, di Jepangrejo, Blora (2/9).

Menjaga bumi, menurut bupati, warga masyarakat diminta untuk tidak merusak dan menjaga ekosistem serta satwa alam.

“Jangan menembak burung. Sebab semua makhluk diciptakan saling memerlukan. Tanami tanah yang kosong. Tapi jangan ditanami jati, alihkan dengan tanaman lain yang lebih cepat menghasilkan,” kata Bupati Djoko Nugroho.

Bupati didampingi Sekdin DPPKKI Partikto Nugroho, Kepala Bidang Kebudayaan DPPKKI Suntoyo dan unsur Forkopimcam Blora menyempatkan menikmati nasi bungkus daun jati bersama warga.

Kepala Desa Jepangrejo Suparlan mengatakan, acara tahunan sedekah bumi menunjukan bahwa warga masyarakat selalu guyub rukun.  

“Semua warga secara ikhlas bergotong royong, membaur menjadi satu demi suksesnya tradisi sedekah bumi ini. Ini merupakan bentuk rasa syukur warga desa atas limpahan rahmat, karunia Tuhan yang telah diberikan untuk Desa Jepangrejo berupa kesuburan tanah, hasil panen yang baik, keselamatan dan jauh dari pagebluk penyakit,” kata Kades Suparlan.

Tradisi sedekah bumi ini diawali dengan kirab gunungan yang berisi makanan dan jajanan dari warga serta perangkat desa. Kepala desa dan perangkatnya mengenakan pakaian adat Jawa dengan diiringi kelompok marching band SDN Jepangrejo, seni barongan siswa dan kelompok warga masyarakat.

Setelah dikirab mengelilingi desa sejauh lebih kurang dua kilometer, gunungan dan tumpeng olahan warga masyarakat tersebut ditaruh pada sebuah tempat yang dianggap keramat, yakni di sumur Brumbung. Di lokasi tersebut juga disiapkan panggung hiburan seni tayub.

Kepala Bidang Kebudayaan DPPKKI Suntoyo, yang juga warga Desa Jepangrejo, mengemukakan, sejatinya bancakan (kenduri) bersama pada tradisi sedekah bumi sebelumnya dipusatkan di rumah kepala desa. Meski demikian, tetap ada ritual dan hiburan khusus yang dilaksanakan di sumur Brumbung.  

“Pada awalnya untuk tumpeng dibuat oleh warga, kemudian diadakan prosesi kenduri yang dipimpin oleh pemuka adat atau pemuka agama desa. Yang menjadi ciri khas, yaitu tumpeng dibungkus daun jati,” kata Suntoyo.

Seiring perkembangan, menurut Suntoyo, maka dikemas dalam bentuk produk budaya moderen sehingga membuat warga antusias untuk datang menyaksikan dan menikamati sajian kuliner khas desa Jepangrejo. Kegiatan budaya itu sudah berjalan tiga tahun.

“Juga ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai bentuk sugesti dan kepercayaan. Yakni selalu dipersembahkan seni tayub. Jika hal itu tidak dipenuhi, dipercaya bisa mendatangkan malapetaka, namun sebaliknya jika syarat terpenuhi dipercaya mendatangkan berkah bagi warga masyarakat,” jelasnya.     

Dikatakannya, gunungan yang dikirab terdiri dari gunungan lanang dan wadon. Pada gunungan lanang dibuat sebagai sesaji yang berisi hasil bumi, sedangkan gunungan wadon berisi makanan olahan terbuat dari hasil bumi setempat.

Setelah doa bersama, sejumlah gunungan yang diarak dalam kirab sekejap habis diperebutkan warga yang hadir. Seni Tayub, dimulai setelah sholat Jum’at hingga malam hari. (MC Kab Blora/ Guh/Kus)