Mengapa Gratifikasi Menjadi Tindak Pidana Korupsi?

:


Oleh Untung S, Selasa, 2 Agustus 2016 | 19:21 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 4K


Jakarta, InfoPublik-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mensosialisasikan pencegahan tindak pidana korupsi, salah satunya mengajak masyarakat mengetahui mengapa gratifikasi bisa masuk dalam ranah tindak pidana korupsi, apa kriterianya. Berikut penjelasan KPK.

Ketua KPK, Agus Rahardjo, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (2/8) mengatakan penjelasan mengenai hal ini sudah dirumuskan pada pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.

“Contoh kebiasaan pemberian yang kerap dikategorikan gratifikasi adalah pemberian parsel hari raya, hadiah atau sumbangan pernikahaan anak pejabat, pemberian tiket perjalanan kapada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara gratis, pemberian ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat dan lain-lain,” kata Agus.

Menurut Agus praktik-praktik yang kerap dianggap lumrah ini tentu dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari, sehingga harus dicegah bukan hanya melalui peraturan undang-undang tapi mentalnya juga harus dirubah.

“Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima oleh seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri bila pemberian tersebut patut diduga berkaitan dengan jabatan atau kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya dilaporkan ke KPK untuk ditelaah,” tuturnya

Tapi Agus kembali menegaskan praktik gratifikasi atau pemberian hadiah di masyarakat tidak dilarang sejauh memperhatikan adanya rambu tambahan, salah satunya larangan bagi penyelenggara Negara atau pegawai negeri untuk menerima gratifikasi yang dapat dianggap suap.