:
Oleh Masfardi, Selasa, 26 Juli 2016 | 14:16 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 205
Jakarta, InfoPublik - Meski ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor pelaksanaan hukuman tambahan kebiri kimia yang ditetapkan Presiden, DPR bersama Kementerian Koodinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) disahkan menjadi UU.
“Perppu itu merupakan usulan dari Presiden Joko Widodo, maka hal itu harus dilaksanakan. Namun, pembahasan menjadi alot, IDI tidak mau menjadi eksekutor hukuman hal itu karena menganggap bertentangan dengan kode etika kedokteran. IDI menganjurkan pada pemeritah dalam melaksanakan hukuman tersebut pemerintah harus memiliki eksekutor tersendiri,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher di Jakarta, Selasa (26/7).
Dia mengatakan DPR bersama pemerintah satu pendapat agar Perppu sedapat mungkin disahkan menjadi UU, karena sangat dibutuhkan, mendesak, mengingat begitu marak dan masifnya kejahatan seksual pada anak.
"Kita perlu melakukan pembahasan dan mendalam terhadap Perppu tersebut, karena Berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang tata cara pembentukan perundang-undangan, Prppu harus mendapat dua kata apakah menerima atau menolak," katanya.
Dia menilai sikap IDI yang menolak menjadi eksekutor pelaksanaan hukuman tambahan kebiri kimia, wajar. Namun, masalah ini sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya siapa yang melakukan dan kapan bisa dilaksanakan, IDI mempersilakan pemerintah mencari lembaga lain.
"Kalau Perppu itu disahkan menjadi UU, pemerintah harus membuat peraturan pelaksanaannya. Kalau IDI tetap menolak, bisa dilaksanakan oleh lembaga lain, seperti lembaga pemasyarakatan atau rumah sakit kepolisian yang diberikan kewenangan oleh UU," jelasnya.