Menaker: Pekerja Asing Langgar Aturan Kita Usir Pulang

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 19 Juli 2016 | 14:54 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 2K


Jakarta, InfoPublik - Keluar masuknya tenaga kerja menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam  hubungan antar negara. Selama sesuai ketentuan yang ada, baik perizinan maupun persyaratan ketenagakerjaan, maka tidak ada yang perlu diresahkan.

“Tetapi, saat pekerja asing itu ilegal atau melanggar aturan, ya sudah nggak basa-basi, kita usir pulang,” tegas Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri usai Rapat Kerja (Raker) antara Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (19/7).

Menaker mengingatkan, setiap negara memiliki aturan masing-masing terkait penggunaan jasa Tenaga Kerja Asing (TKA). Indonesia sendiri dinilai sudah memiliki aturan yang cukup ketat dalam penggunaan jasa TKA. Diantaranya adalah syarat kompetensi, syarat pendidikan, syarat pengalaman kerja, syarat jabatan tertentu yang dapat diduduki oleh TKA, dan syarat alih keahlian kepada pekerja lokal.

“Intinya adalah hanya mereka yang skill saja yang boleh masuk. Jadi selama mereka legal, selama mereka tidak melanggar aturan, tidak ada masalah. Tapi, kalo ada yang ilegal, kasih tahu saya, kita tindak,” ujarnya.

Menaker menegaskan, pemerintah selama ini telah melakukan pengawasan terhadap penggunaan TKA di Indonesia. Ia pun mengajak partisipasi masyarakat, untuk tidak segan-segan melaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) di daerah jika ditemukan adanya pelangaran dalam penggunaan TKA.

“Kalau misalnya dinas tenaga kerja saja tidak mencukupi, tembuskan ke provinsi, tembuskan ke kementerian,” tegas Menaker.

Hanif menyebut, sejak tahun 2011-2016, fluktuasi jumlah pekerja asing di Indonesia termasuk flat (rata). Berdasarkan data Kemnaker, jumlah pekerja asing rinciannya adalah sebanyak 77.307 pekerja di tahun 2011, 72.427 (2012), 68.957 (2013), 68.762  (2014), 69.025 (2015) dan hingga satu semester (hingga 30 Juni) tahun 2016 sebanyak 43.816 pekerja.

Hanif menegaskan bahwa data pekerja asing yang dimiliki merupakan data valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Artinya pekerja asing yang masuk sudah memenuhi syarat perizinan dan persyaratan masuk lainnya.

Data kita lengkap bahkan lengkap dengan nama pekerjanya. Jadi, tidak benar data 10 juta pekerja Tiongkok akan menyerbu Indonesia. Bahkan di sosial media itu menggunakan kata “Konon”. Masak konon harus saya tanggapi, tegasnya.

Sebelumnya, Hanif juga menyangkal rumor masuknya 10 juta pekerja Tiongkok sebagai bagian dari komitmen kerjasama Indonesia-Tiongkok. Menurut Hanif, sebagaimana halnya pekerja asing dari negara lain, mengalami fluktuasi atau naik turun setiap tahunnya. Namun jumlah pekerja Tiongkok tetap berkisar antara 14-16 ribu pekerja dalam periode satu tahun atau sekitar 20-22 persen dari total 70 pekerja asing di Indonesia.

Lebih lanjut dijelaskan Hanif, pekerja asing hanya boleh menduduki jabatan-jabatan tertentu yang terbatas dan bersifat skilled, paling rendah engineer atau teknisi.

Pekerja kasar tidak boleh dan jika ada maka sudah pasti merupakan pelanggaran. Kalau ada pelanggaran ya ditindak, termasuk tindakan deportasi, jelas Hanif.

Pekerja asing yang akan bekerja di Indonesia, tetap dikendalikan melalui perizinan dan syarat-sayarat masuk seperti izin kerja dan izin tinggal. Semua perizinan itu harus diperoleh sebelum pekerja asing itu masuk ke Indonesia dan semua izin itu tak boleh dilakukan oleh individu, tetapi diurus oleh perusahaan yang akan mempekerjakan pekerja asing.

Jadi, bohong besar jika dikatakan akan ada 10 juta pekerja asing asal Tiongkok yang masuk Indonesia. Kemungkinan angka itu diolah dari target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), kata Hanif.

Berdasarkan data yang dihimpun, Hanif mengungkapkan total target kunjungan wisman ke Indonesia pada tahun 2016 sekitar 12 juta. Target tersebut mengalami peningkatan tiga tahun beruntun, yakni 15 juta (2017), 17 juta (2018) dan 20 juta Wisman di tahun 2019. Dari total target tersebut, target kunjungan wisman dari Greater China (China, Hongkong, Macau dan Taiwan) sebesar 10,7 juta pekerja. Rinciannya tahun 2016 sebanyak 2,1 Juta, setahun berikutnya 2,5 Juta, dan meningkat menjadi 2,8 juta di tahun 2018 dan 3,3juta pekerja di tahun 2019.

Jadi, jelas bahwa angka 10 juta pekerja Tiongkok itu angka insinuasi atau angka provokasi karena dalam target kunjungan wisman dari Greater China pun tidak ada angka itu, tukas Hanif.