Program Kemendes PDTT Diharapkan Perkuat Daerah Pinggiran

:


Oleh MC Provinsi Sumatera Selatan, Selasa, 26 April 2016 | 20:49 WIB - Redaktur: Tobari - 256


Palembang, InfoPublik - Bencana ekologis yang melanda desa terus meningkat dan frekuensinya makin bertambah. Hal itu diakibatkan dari proses eksploitasi dari sumber daya alam (SDA) yang tidak mengedepankan rakyat sekitarnya.

Seperti kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), mengakibatkan bencana yang ekstrim bagi puluhan juta penduduk Indonesia. Hal tersebut harus ditangani dan dimulai dari masyarakat sekitar di pedesaan serta dibantu bimbingan seperti organisasi lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) untuk tetap menjaga ekosistem lingkungan.

Demikian disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jaffar, pada pembukaan acara Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) Walhi ke XII, Senin (25/4), di Aula Utama Wisma Atlet Jakabaring, Palembang.

Menurut Marwan, ada ketimpangan pembangunan desa yang begitu tinggi hingga desa tidak lagi menjadi sumber kehidupan warganya. Padahal, di desalah kekayaan sumber daya alam begitu besar terdapat. Dimulai dari kekayaan minyak, pertanian, hasil pesisir laut, bahkan desa merupakan penyangga utama bagi kehidupan warga kota.

"Fakta yang tak terbantahkan, bahwa ketimpangan struktur penguasaan dan pengelolaan SDA atau agraria yang berujung pada kemiskinan di desa,” katanya.

Data pemerintah menunjukkan 46% perusakan dari petani atau buruh tani, maka itulah konflik agraria begitu tinggi dan terus terjadi. Akar masalahnya tidak pernah diselesaikan, akibatnya arus migrasi besar semakin tinggi bahkan hingga ke luar negeri menjadi buruh migrant.

Dalam hal ini, Marwan mengatakan, Kemendes PDTT melihat peluang untuk menjadi konsolidator bagian dari proses penyelesaian lingkungan SDA agar tentunya bisa menjadi dorongan dan stimulus dari kelompok masyarakat yang bekerja saat ini, agar program Kemendes untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah pinggiran dan desa bisa tercapai.

"Walhi juga bisa menjadi ujung tombak itu. Semua tantangan untuk menjawab permasalahan rakyat," ujarnya.

Sementara, Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki mengatakan, permasalahan lingkungan dan lahan selama ini tidak pernah melibatkan komunitas peduli lingkungan serta hanya lewat instruksi kepada Camat, Kepala Desa, namun tidak pernah menugaskan secara serius.

"Harapan saya masyarakat desa perlu mendapat bimbingan dan arahan, karena merekalah ujung tombak di lapangan dalam menangani lingkungan di desa, tentunya pemerintah juga akan terus memberikan arahan kepada masyarakat desa," kata Ishak.

Ishak pun mengharapkan, Kemendes PDTT tentunya dapat memberikan petunjuk untuk menangani masalah ini. Terlebih lagi masyarakat desa telah mendapatkan bantuan yang luar biasa senilai Rp1,4 miliar per desa. Akan tetapi, ia berharap, bukan hanya dari segi pembangunan infrastruktur saja, namun masalah lingkungan.

"Ini masalah kita semua, kita harus disiplin, kita harus berkomitmen bagaimana untuk menangani masalah lingkungan, minimal mengenai sampah, seperti bagaimana penanganannya," ujar Ishak.

Direktur Eksekutif Walhi Albert Nego Tarigan mengungkapkan, berdasarkan catatan setidaknya ada 4.500 desa yang mengalami bencana ekologis dan jumlah itu cukup luar biasa dan dapat dikatakan tidak ada kabupaten/kota yang terbebas bencana ekologis.

"Pada konteks inilah kenapa Walhi mengundang Menteri Desa dan PDTT, karena kami melihat persoalan-persoalam lingkungan hidup juga dapat ditangani, dikelola sampai ke level desa membangun kota dari surplus desa, ini menjadi penting," tegasnya. (mc sumsel/raf/toeb)