KPU Imbau Regulasi untuk Pejabat Publik

:


Oleh Eko Budiono, Selasa, 19 April 2016 | 09:48 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 198


Jakarta, InfoPublik - Komisioner KPU Juri Ardiantoro mengharapkan regulasi  yang tegas dalam UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada, terkait pejabat publik yang maju menjadi calon kepala daerah.

Menurutnya, aturan ini tegas ini agar pejabat publik tidak menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya untuk tujuan kemenangan pilkada.

“Apapun posisi pejabat publik itu, ketika mau mengikuti pertarungan, mau mengikuti konstetasi pilkada, perlu ada aturan yang tegas untuk mengatur dan membatasi yang bersangkutan menyalahgunakan kewenangannya,” ujar Juri di kantornya, Sabtu (16/4).

Menurutnya, pejabat publik, yang dipilih maupun yang diangkat mempunyai kecenderungan menggunakan akses dan jabatan untuk memenangkan pertarungan pilkada.

Namun, persoalannya, pejabat publik ini mempunyai masa jabatan lima tahun dan mereka dituntut untuk menyelesaikan masa jabatan sampai lima tahun, tidak bisa dipotong dengan alasan apapun.

“Misalnya, anggota DPR disebutkan di undang-undang masa jabatannya selama lima tahun. Jadi, sah saja sebetulnya jabatan-jabatan seperti ini untuk tidak perlu mundur jika mencalonkan diri menjadi kepala daerah,” tegasnya.

Pejabat publik, kata Juri,  hanya perlu cuti atau berhenti dari seluruh jabatan untuk sementara selama dia mengikuti pilkada. Cuti atau berhenti sementara dilakukan saat dia mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah dan dia tidak boleh mengambil kebijakan penting sejak dia mendaftar atau enam bulan sebelum ditetapkan sebagai calon, seperti merotasi jabatan, mengangkat atau memberhentikan orang tertentu.

“Ketika pejabat publik cuti atau mundur sementara, maka Menteri Keuangan akan menyetop gaji dan fasilitas yang selama ini digunakannya,” tambahnya.

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengharapkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada antara pemerintah dan DPR sesuai target waktu yaitu selesai pada akhir masa sidang ini.

Ia menegaskan, pemerintah pada prinsipnya dalam revisi UU Pilkada ingin memasukkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pilkada secara keseluruhan.

“Ada beberapa persoalan hasil evaluasi Pilkada 2015 yang harus diperbaiki aturannya dalam revisi tersebut. Misalnya putusan MK yang mengharuskan anggota DPR, DPD, TNI, Polri dan PNS mengundurkan diri setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai pasangan calon,” ungkapnya.