DPR Harap Filipina Izinkan TNI Bantu Bebaskan Sandera

:


Oleh Masfardi, Selasa, 19 April 2016 | 08:52 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 205


Jakarta, InfoPublik - Komisi I DPR berharap pemerintah Filipina berkenan menerima bantuan militer Indonesia untuk membantu pembebasan warga Negara Indonesia yang telah disandera oleh kelompok radikal Abu Sayyaf selama dua minggu lebih.

“Kalau dibiarkan berlama-lama dikuatir mengancam keselamatan 10 orang warga Negara Indonesia, karena itu pemerintah Filipina harus membantu dan kami berharap pemerintah Filipina  bisa merubah sikapnya menolak bantuan militer Indonesia untuk ikut membebaskan tawanan tersebut,” kata anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta, Kamis (15/4).

Dia mengatakan sebagai negara sahabat, Filipina harus saling  membantu negara sahabatnya yang mengalami kesulitan, kalau  saat ini Indonesia mengalami penyanderaan bisa dibantu oleh Filipina, tentu Indonesia juga akan membantu menangani  pemberontakan Abu Sayyaf di Filipina.

Kalau ada konstitusi Filipina melarang  pasukan asing memasuk wilayahnya, seharusnya dalam kondisi seperti saat ini, dia berharap pemerintah harus memperioritaskan keselamatan jiwa manusia, karena hal itu menyangkut kemanusian dari masalah konstitusi negaranya.

Meski militer Filipina memiliki prinsip tersendiri, sehingga sulit mengizinkan pasukan asing terlibat dalam pembebasan sandera itu. "Berdasarkan konstitusi, sehingga negara itu  tidak mengizinkan adanya pasukan asing tanpa perjanjian khusus,” ucapnya.

Sebagai dua bangsa bersahabat, Indonesia tak bisa begitu saja mencampuri yuridiksi Filipina dalam menganani kasus penculikan semacam ini. "Kecuali mereka meminta bantuan, baru kita ikut masuk," ujarnya.

Dia mengakui pembicaraan serta koordinasi tingkat tinggi antara pemerintah Filipina dan Indonesia tentang metode serta strategi pembebasan sandera masih berlangsung.

Dimana pihak pemerintah Filipina berupaya meyakinkan TNI bahwa AFP sendirian sudah mampu mengamankan para WNI tersebut yang disekap Abu Sayyaf kemungkinan di sebuah pulau kosong dekat Kepulauan Sulu.

Seperti diberitakan sebelumnya, 10 anak buah kapal Tugboat Brama, akhir pekan lalu, diketahui disandera kelompok separatis Abu Sayyaf. Kelompok itu meminta tebusan 50 juta peso, setara sekitar Rp 15 miliar.

Kesepuluh sandera itu adalah Peter B Tonson (kapten), Julian Philip, Mahmud, Suriansyah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Oktavianto, Reynaldi, Alvian Elvis Peti,serta Wendi Raknadian.

Sementara Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan kasus penyanderaan dan pembajakan kapal Brahma 12 oleh kelompok militan di Filipina dilatarbelakangi terdesaknya para pelaku perihal pendanaan.

 Mereka melakukan aksi-aksi ini dalam rangka mencari perhatian dan menambah sumber pendanaan.

Pelaku belakangan diketahui meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau Rp 15 miliar. Menurut Mahfudz, pemerintah Indonesia tak perlu merespons dan bernegosiasi untuk memenuhi tebusan.

"Pemerintah tinggal minta Filipina melakukan semua langkah yang diperlukan dalam rangka pembebasan warga negara Indonesia," ucapnya.



Menurut Mahfudz, pemerintah sebaiknya menyerahkan kasus tersebut ke Filipina. "Kalau Filipina meminta bantuan Indonesia, baru kita melakukan langkah-langkah yang perlu diambil," ujarnya.