Kecualikan Kapal Asing Lepas Pantai, Kemhub Tetap Utamakan Azas Cabotage

:


Oleh Dian Thenniarti, Rabu, 13 Januari 2016 | 08:20 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 295


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Perhubungan mengeluarkan pengecualian dengan memberikan izin penggunaan kapal asing untuk kegiatan yang tidak termasuk mengangkut penumpang/barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri yaitu untuk kegiatan lepas pantai.

"Dengan tetap mengutamakan azas cabotage di pelayaran Indonesia, izin penggunaan kapal asing tersebut diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 tahun dengan tetap memenuhi regulasi yang berlaku," ujar Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub), J.A Barata di Jakarta, Selasa (12/1).

Pengecualian tersebut, lanjut Barata, diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 200 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas PM 10 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain yang tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan/atau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri. Peraturan tersebut ditetapkan oleh Menteri Perhubungan pada 23 Desember 2015 dan diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 29 Desember 2015.

Menurut Barata, pada regulasi sebelumnya, yakni PM 10 Tahun 2015, telah diatur jenis/tipe kapal asing jack up rig, semi submersible rig, deepwater drill ship, tender assist rig, dan swamp barge rig untuk kegiatan pengeboran yang penggunaannya berakhir sampai dengan akhir Desember 2015. Kegiatan lepas pantai lainnya diantaranya adalah survey minyak dan gas bumi; konstruksi lepas pantai; penunjang operasi lepas pantai; pengerukan; serta salvage dan pekerjaan bawah air.

"Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan, penggunaan kapal asing tersebut masih diperlukan karena kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia sehingga perlu dilakukan perpanjangan jangka waktu penggunaannya," kata Barata.

Barata menuturkan, izin penggunaan kapal asing tersebut diberikan oleh Menteri Perhubungan setelah memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut: rencana kerja yang dilengkapi dengan jadwal dan wilayah kerja kegiatan yang ditandai dengan koordinat geografis; memiliki charter party antara perusahaan angkutan laut nasional dengan pemilik kapal asing dan kontrak kerja dan/atau Letter of Intent (Lol) dari pemberi kerja; copy Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) yang telah dilegalisir; copy sertifikat tanda kebangsaan/pendaftaran kapal; copy sertifikat keselamatan dan keamanan kapal; copy sertifikat pencegahan pencemaran kapal; copy sertifikat klasifikasi kapal; copy daftar/sijil awak kapal; dan copy sertifikat manajemen keselamatan.

Selain itu, Menteri Perhubungan dapat mengeluarkan izin penggunaan kapal asing setelah dilakukan minimum 1 kali upaya pengadaan kapal berbendera Indonesia yang dibuktikan dengan pengumuman lelang atau bukti lelang dan selanjutnya dilakukan evaluasi oleh Tim yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara. Ketika rapat evaluasi, Tim menjawab bahwa kapal sejenis yang berbendera Indonesia dan memiliki spesifikasi teknis yang dibutuhkan tersedia atau tidak tersedia atau belum cukup tersedia. 

Pada pasal 9 disebutkan bahwa pengadaan kapal tersebut dilakukan dengan memprioritaskan kapal berbendera Indonesia; kapal berbendera asing yang proses pembeliannya oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan (leasing) dengan melampirkan dokumen yang terdiri atas: perjanjian pembiayaan (leasing) antara anak perusahaan dengan perusahaan pembiayaan (leasing) dan akta pendirian anak perusahaan yang sahamnya 100 persen dimiliki oleh WNI atau Badan Hukum Indonesia.

"Meskipun mengizinkan penggunaan kapal asing untuk kegiatan lepas pantai, kami tetap mengutamakan azas cabotage (pengangkutan komoditas domestik di perairan nasional wajib berbendera Indonesia) dengan tetap memprioritaskan kapal berbendera Indonesia dalam proses pengadaan kapalnya. Hal ini bertujuan untuk menerapkan azas cabotage secara konsekuen pada angkutan laut dalam negeri," tegasnya.

Selain jenis-jenis kapal yang telah disebutkan sebelumnya, pada Pasal 11 disebutkan, apabila ada permohonan penggunaan kapal asing selain jenis/tipe kapal yang diatur dalam PM ini, dapat diberikan kebijakan melalui surat Menteri Perhubungan setelah terlebih dahulu dievaluasi oleh Tim yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani.

"Khusus untuk kondisi darurat dan mendesak, bukti pelelangan tidak diperlukan dalam permohonan izin penggunaan kapal asing. Kondisi darurat tersebut antara lain terjadinya kecelakaan atau kejadian yang mengganggu keselamatan pelayaran," tambah Barata.

Setelah 10 tahun sejak pemberlakuan azas cabotage di perairan Indonesia pada April 2005, hingga Desember 2015, total armada niaga nasional adalah 16.574 kapal. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 64,16 persen dibandingkan pada tahun 2005 yaitu sejumlah 10.096 kapal.