Kurangnya Infrastruktur Hambat Pertumbuhan Ekonomi

:


Oleh Amrln, Senin, 11 Januari 2016 | 09:05 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 337


Jakarta, InfoPublik - Pertumbuhan ekonomi 5,3% dalam APBN 2016 merupakan angka moderat. Potensi pertumbuhan ekonomi tahun ini sebenarnya bisa di kisaran 5,5-5,6%. Angka-angka itu baru bisa dicapai apabila pemerintah bisa memperbaiki persoalan mendasar yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Tanah Air, yakni pembangunan infrastruktur.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran (Unpad) Ina Primiana di Jakarta, Minggu (10/1), mengatakan untuk mempercepat pembangunan proyek-proyek infrastruktur di Tanah Air maka stimulus dari pemerintah harus ditambah, di antaranya dengan menaikkan anggaran infrastruktur.

Saat ini, anggaran infrastruktur hanya 2-3% dari total APBN, padahal setidaknya anggaran infrastruktur bisa mencapai 8%. Infrastruktur yang dibangun tak hanya jalan tol, namun juga bandara, dan kereta api dan pelabuhan yang bisa berdampak langsung pada penurunan biaya logistik.

“Infrastruktur adalah kunci, percepatan infrastruktur akan menggerakkan sektor produktif dan multiplier effect-nya ke sektor lain jadi luar biasa,” katanya.

Ina menjelaskan, penambahan anggaran infrastruktur bisa dilakukan dengan memetakan ulang pos-pos pengeluaran dalam APBN. Anggaran pendidikan yang selama ini memiliki porsi 20% dari APBN, ternyata tidak sepenuhnya tepat sasaran.

Hal ini diindikasikan dengan jumlah tenaga kerja yang sebanyak 70% adalah lulusan SMP dan 40-50% adalah lulusan SD. Belum lagi, program beasiswa sekolah ke luar negeri ternyata tidak diarahkan atau direncanakan dengan tepat. Akibatnya, banyak lulusan yang kembali ke Tanah Air justru ilmunya tidak teraplikasi dengan baik.

Upaya pemerintah untuk mempercepat belanja modal/belanja barang 2016 memang patut diapresiasi. Namun hal tersebut hendaknya tidak sekedar wacana, namun benar-benar diimplementasikan. Pun dengan paket kebijakan ekonomi jilid I-VIII, ini adalah stimulus yang bisa menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi. Namun, paket kebijakan tersebut hendaknya harus dilengkapi dengan petunjuk teknis, peta jalan (road map), juga harus dievaluasi setiap enam bulan.

“Diperlukan juga tim adhoc yang bisa mempermudah koordinasi sekaligus mengevaluasi paket-paket kebijakan tersebut agar bisa mudah diimplementasikan,” pungkasnya.