Mendikbud Berpesan Beberapa Program untuk Dilanjutkan

:


Oleh G. Suranto, Minggu, 20 Oktober 2019 | 00:22 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 542


Jakarta, InfoPublik – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy berpesan kalau bisa beberapa program nanti untuk berlanjut, karena dulu Presiden RI, Joko Widodo meminta kepada dirinya untuk 4 program yang harus dijadikan prioritas.

“Pertama tentang pendidikan budi perkerti, kemudian lahir pendidikan karakter, PPK (Penguatan Pendidikan Karakter), dan   sekarang sudah ada payung hukumnya yaitu Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017. Dan itu, seharusnya nanti berkelanjutan karena sudah punya payung hukum,” kata Mendikbud pada acara taklimat media Capaian Kinerja 5 Tahun Kemendikbud di Jakarta, Sabtu (19/10).

Kemudian yang kedua, beliau juga minta untuk mempercepat  KIP (Kartu Indonesia Pintar) pada waktu itu. “Saya kira KIP sekarang  sudah tersistem dengan baik,  bahwa masih ada kekurangan-kekurangan iya,  masih perlu kita sempurnakan, tapi  secara sistem sudah bagus,  tinggal melanjutkan, menyempurnakan,  termasuk distribusinya harus  tepat sasaran. Dan  ketepatan sasaran ini memang penting,  karena di lapangan masih banyak kita jumpai, anak yang sebenarnya layak menerima KIP,  tapi tidak mendapatkan,” tuturnya.

Misalya kemarin,  waktu dirinya ke Nduga.  “Kabupaten Nduga itu,  banyak sekali anak-anak yang menurut saya, dia  jauh lebih berhak mendapatkan KIP daripada anak miskin yang ada di Jawa. Karena itu, saya sudah minta kepada Direktur SD kemarin, saya suruh mendata lagi, untuk memperbanyak jumlah penerima KIP di Nduga dan Wamena, terutama Nduga, dan terutama siswa SD,” paparnya.

“Saya sudah minta dipelajari, kemungkinan  semuanya saja siswa SD di Kabupaten Nduga  itu kalau bisa dapat KIP semua. Tetapi itu tentunya harus ada koordinasi dengan pihak Kementerian Sosial,  karena yang mempunyai Basis Data Terpadu,  untuk penanggulangan kemiskinan itu, ada di Kementerian Sosial,” jelas Mendikbud.

Kemudian yang ketiga,  SMK, dan dirinya sering sekali ke SMK. “Ini payung hukumnya sama, yaitu Intruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016, tentang  revitalisasi SMK. Jadi memang secara bertahap sudah dilakukan, dan  yang paling mendasar dalam keadaan SMK adalah  perubahan pendekatan. Jadi kurikulum dan pola pembelajaran  SMK yang selama ini banyak ditentukan pihak kementerian,  terutama kurikulumnya,  sekarang kita balik yaitu kurikulum adalah ditentukan oleh  pihak yang nanti akan menjadi pengguna lulusan SMK,” paparnya.

Termasuk juga double system, yaitu belajar dan praktek di lapangan, praktek di dunia industri terutama, kemudian juga guru. Gurunya yang ini belum berjalan karena  masih menunggu peraturan-peraturan yang lebih lanjut,  seperti intake dari guru SMK itu tidak harus dari LPDK, justru dari expert senior,  expert yang sudah banyak punya pengalaman kerja di dunai itu bisa diangkat menjadi guru,  melalui skema PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjajain Kerja).

“Kalau tugas pokok awal yang disampaikan oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo kepada saya. Saya kira sudah saya tunaikan  semuanya, tinggal bagaimana ini dilanjutkan. Kemudian yang terakhir, dari semua itu sebagai titik simpulnya,  yaitu zonasi itu. Nanti masalah yang saya sebutkan itu  akan bisa diselesaikan  lebih baik, kalau kebijakan sistem itu,  bisa berjalan dengan baik dan sekarang kita menunggu Perpresnya,  semua kementerian sudah setuju, sudah para, dan tinggal tandatangan pak Presiden,” jelas Muhadjir.

Mudah-mudahan sebentar lagi segera akan turun, sehingga itu bisa menjadi payung hukum, dan dukungan dari banyak pihak sudah muncul, dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia),  dari Ombudsman, rata-rata organisasi guru juga  mendukun tentang ini.

Terkait mengenai peninjauan  terhadap pelaksanaan Ujian Nasional (UN). “Saya kira juga sudah kita lakukan,  walaupun dulu yang kita usulkan untuk  dimoratorium, diadakan penundaan  sementara waktu, waktu itu batal, dan kemudian yang kita lakukan adalah melakukan perubahan sistem pelaksanannya dari yang semula berbasis kertas menjadi berbasis komputer,” imbuhnya.

“Saya sudah minta kepada Kabalitbang untuk mempelajari kemungkinan  diberlakukannya kembali ujian nasional  sebagai penentu kelulusan. Ini banyak yang bereaksi,  kita lihat nanti, karena itu pilihan sulit, ada yang mengkritik kalau tidak menentukan kelulusan, karena motivasi anak untuk belajar  untuk mengikuti UN itu rendah, sehingga hasilya itu tidak mencerminkan, kemampuan yang sesungguhnya,  padahal kredibiltasnya dari UN itu bisa dibilang hampir 100 persen,  terutama yang berbasis komputer,” ujarnya.

“Untuk  ini, kita sedang suruh mempelajari,  kalau memang memungkinkan, kenapa tidak sebagai penentu, bagaimana agar tidak memberatkan siswa, yang menurut saya bisa saja dirubah sistemnya. Misalnya dalam satu tahun tidak sekali UN, dan  yang belum lulus bisa mengulang, kalau dua kali mengulang belum lulus, juga tiga kali juga tidak apa-apa. Tapi yang penting jangan sampai itu, kemudian membuat siswa stres atau tertekan dengan adanya UN menjadi penentu itu,” ujarnya.

Disebutkan, dulu UN menjadi penentu itu, bikin stres karena hanya sekali, kalau itu dirubah beberapa kali,  kalau perlu sampai lulus, kan juga gak apa-apa,  itu soal teknis saja. “Dulu kan juga begitu,  ketika saya usulkan UN berbasis komputer kan  banyak yang menentang,  setelah saya tanya kepada Kabalitbang, apa ada peraturan UN itu  yang menyatakan UN harus serempak, dalam waktu yang sama, ternyata nggak ada, kenapa kalau nggak ada, kita terjebak dengan pandangan harus serempak,  dibikin sampai empat kali juga tidak apa-apa. 

“Jadi kita kadang-kadang membikin sesuatu, membikin kita sulit sendiri,  dan inilah yang harus kita urai saya kira,’ ungkapnya.

Ia menambahkan, standar UN tetap penting,  karena itu standar nasional,  terutama untuk mengejar,  ketertinggalan dengan standar internasional salah satunya. “Kita mulai bisa yaitu yang menyangkut literasi, kemudian matematika dan Ipa.  Kan lucu kalau kemudian  kita tidak mengikuti stnar intrnasional,” kata Mendikbud.

“Jadi artinya saya sudah menunaikan amanat  dari Bapak Presiden menurut saya,  karena waktu itu Bapak Presiden dalam Nawa Citanya meninjau kembali pelaksanaan UN, dan sudah kita tinjau, dan kemudian terjadi penyempurnaan yaitu menggunakan UNBK , dan sekarang sudah mendekati 80  persen,  untuk SMA/SMK dan hampir  100 persen,  untuk SMP, target kita sudah tercapai di atas 70 persen,” ungkapnya.