Menristekdikti: Akreditasi Tingkatkan Produk Mampu Bersaing

:


Oleh G. Suranto, Selasa, 25 Juni 2019 | 21:53 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 363


Jakarta, InfoPublik – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekditi), Mohamad Nasir mengatakan, dalam rangka Peringatan Hari Akreditasi Dunia 2019, diharapkan semua produk, baik berupa barang dan jasa, harus dilakukan akreditasi, supaya produk tersebut mampu bersaing.

“Kalau kita tidak lakukan standarisasi, tidak akreditasi, tidak ada pengakuan. Barang itu, dikatakan baik, kalau ada pengakuan dari orang lain. Pengakuannya apa? yaitu suatu lembaga. Kemudian, kalau sudah ada mendapatkan produsen, yaitu nilai tambahnya. Nilai tambahnya akan mendapatkannya  disitu,” kata Nasir usai acara Temu Nasional Pemangku Kepentingan Bidang Akreditasi dalam rangka Peringatan Hari Akreditasi Dunia 2019 di Jakarta, Selasa (25/6).

Menurutnya, kalau produk itu tidak ada standarisasi, maka tidak akan mampu bersaing. “Kalau tidak mampu bersaing, pasti produk itu, akan ditinggalkan oleh kustumer. Sekarang kustumer banyak yang tidak tahu, tapi tanya-tanya produknya ada standarisasi gak? Kalau ada, dia bilang OK, karena produk tersebut akan dijamin kualitasnya, ukurannya, dan lain sebagainya, seperti  yang tertera di produk tersebut,” terangnya.

Intinya, kata dia, produk itu, harus distandarsasi. “Kita minta kepada Kepala BSN, Bambang Prasetya untuk ditingkatkan terus. Tidak hanya berhenti di sini, tapi sampai terus menerus, karena semua produk semakin banyak, dan harus distandarisasi. Kalau semakin besar, berarti daya saing kita semakin tinggi di pasar dunia,” tuturnya.

Disebutkan, pihaknya tidak melakukan sanksi terhadap produk yang tidak melakukan standarisasi, tapi sanksinya satu, kalau produk tidak ada standarisasi, maka tidak laku di pasar. “Jadi pasar yang menentukan sendiri,” kata Nasir. Contoh, kalau anda beli barang, kalau gak ada standar anda mau gak?

Ia menceritakan, dulu saat awal dirinya jadi Menteri, standarisasi masih sangat rendah. Karena apa, tidak pernah ada edukasi kepada masyarakat, kemudian pihaknya mendorong untuk itu. Kemenristekdikti mendukung apa yang dilakukan BSN, akhirnya apa, produk itu mulai dikenal, dan standarisasi mulai bertambah, dan masyarakat mulai melakukan standarisasi.

Nasir mencontohkan, ada seorang tukang sate, produknya sate ayam, 10 biji harganya sekitar Rp.25 ribu hingga Rp. 30 ribu. Tapi setelah dikemas dengan baik, dengan kualitas yang memenuhi standar, dan dia melakukan standarisasi, bisa mampu tahan sampai 4 bulan. “Sate kok tahan 4 bulan itu, sate apa? Itulah teknologi. Akibat itu, berapa nilai tambah yang didapatkan. Di situ pengusaha sate ekonominya meningkat lebih baik. Kondisi saat awal pendampingan, dirinya lihat fisiknya, rumahnya ternyata biasa, setelah dua tahunan berjalan, sekarang rumahnya sudah bagus, dan punya mobil dua. “Ini contoh,” kata Nasir.

Ada lagi, kata Nasir. standarisasi pada tempe.  Tempe ternyata dengan standarisasi mutunya, kualitasnya atau bungkusnya, pekejengnya,  ternyata produk tempenya bisa diekspor sekarang.  “Bayangkan satu minggu bisa dua kontener  di ekspor ke Korea Selatan,” jelasnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Akreditasi BSN sekaligus Sekretaris Jenderal KAN, Kukuh S. Ahmad mengatakan, BSN juga ada program pembinaan UKM secara khusus, membina untuk kesadaran untuk melakukan standar.

“Kita tidak bermimpi, hari ini membina, besuk menerapkan, kita bisa se buan lagi, se tahun lagi, tiga tahun lagi, tapi yang penting, suatu saat akan sampai, karena kalau sekarang tidak menerapkan standar, produk kita akan sulit bersaing atau kompetisi. Jadi kata kuncinya adalah daya saing,” ujarnya.

“Jadi ketika UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuain di susun, tujuannya ada tiga sebetulnya, pertama untuk melindungi bangsa Indonesia dari aspek kesehatan, keselamatan lingkungan, kedua menaikan daya saing produk di pasar domestik sendiri, jangan sampai Indonesia dibanjiri produk dari luar, dan ketiga mendorong produk-produk unggulan nasional bisa masuk ke pasar dunia,” ungkapnya.