Agar Klaster Keluarga Tak Makin Marak

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Jumat, 23 Oktober 2020 | 07:32 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 530


Jakarta, InfoPublik - Walikota Bogor, Bima Arya resah saat melihat data Covid-19 di wilayahnya. Data-data itu ia pelototi betul. Ia menyebut, dari data itu, klaster keluarga menjadi penyumbang tertinggi angka kasus penyebaran di Kota Bogor.

Data per Minggu (11/10/2020) di Kota Bogor menunjukkan kasus positif Covid-19 berjumlah 1.579 kasus. Dari jumlah itu 729 kasus atau 46 persen merupakan klaster keluarga.

Klaster keluarga itu terpapar karena dua hal. Pertama karena dari tempat kerja dan kedua dari luar kota. "Kami imbau perkantoran membentuk satgas sendiri," kata Bima, Rabu (14/10/2020).

Maraknya klaster keluarga ini juga diungkapkan Gubernur Jawa Barat. Dia mengambil contoh di Bogor. Dari 200an keluarga, rata-rata yang terkena tiga anggota keluarga. Klaster keluarga ini rata-rata dibawa dari perkantoran.

"Kami sedang teliti ini klaster kantornya Jakarta atau klaster kantornya diri sendiri. Jadi, misalnya karena kantor yang di Bogor atau orang KTP Bogor yang klaster kantornya di Jakarta," kata Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.

Klaster keluarga yang mengerikan terjadi di Jakarta. Berdasarkan data 12 September, Pemerintah Provinsi DKI menemukan ada 1.515 klaster keluarga dengan kasus positif COvid-19 sebanyak 7.411 orang.

Menurut Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, klaster keluarga itu berawal dari 1 orang anggota keluarga yang tertular di luar rumah lalu menular ke anggota keluarga yang lain.

Data yang dihimpun Pandemictalks, sebuah platform edukasi menyebut, selama pandemi ini setidaknya ada lima kota yang diketahui terjadi penularan Covid-19 di lingkup keluarga. Kelima kota itu Bekasi, Bogor, Yogyakarta, Semarang, dan Malang.

Dari lima kota itu setidaknya ada 230 keluarga yang menularkan ke 684 anggota keluarga lainnya.

Klaster keluarga ini memang patut diwaspadai dan diantisipasi. Sebab, biasanya jika sudah berada di dalam rumah mereka merasa aman. Mereka kerap melupakan protokol kesehatan.

"Ketika berada di dalam rumah bersama keluarga mereka justru merasa bebas beraktivitas seperti tidak ada Covid-19,” kata Sekretaris Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu saat sosialisasi program Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (BERJARAK). Karenanya, Pribudiarta meminta agar keluarga tetap menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin.

Maraknya klaster keluarga ini sebenarnya sudah pernah diingatkan Presiden Joko Widodo pada awal September. Kepada jajaran kabinetnya ia meminta agar klaster ini mendapat perhatian khusus.

Klaster keluarga ini memang harus diwaspadai dan diantisipasi. Jika tidak, kata pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, klaster keluarga bisa berkontribusi besar. Angkanya, antara 50 hingga 85 persen terhadap peningkatan kasus positif Covid-19 di suatu negara.

Salah satu cara mencegah penyebaran di klaster keluarga, kata Dicky, adalah dengan meningkatkan pengetesan serta pelacakan di tingkat RT/RW dan menempatkan seluruh pasien isolasi mandiri ke satu lokasi tertentu.

Menurut peneliti sekaligus inisiator Pandemictalks, Firdza Radiany, sebenarnya penularan virus corona di lingkup keluarga mulai terjadi pada awal Agustus atau dua bulan setelah pemerintah melonggarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Saat itu, kata Firdza, hampir semua pusat perbelanjaan seperti mal, pasar, kafe, restoran, hotel, dan perkantoran mulai diserbu banyak orang. Mereka bisa jadi orang yang tanpa gejala yang kemudian bisa menulari mereka yang pernah berinteraksi.

"Atau bisa juga sosial kultur di Indonesia yang suka silaturahmi atau berkunjung ke tetangga juga bisa menyebabkan terjadi penularan," ujar Firdza. (Ilustrasi klaster keluarga. Foto: Congerdesign/Pixabay)