Menaikkan Martabat Singkong

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Senin, 28 September 2020 | 05:33 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Seperti biasa, akhir pekan itu Riza, pemuda Banjarnegara, Jawa Tengah, ini menjalankan aktivitas rutin. Setiap Sabtu dan Minggu, Riza dan teman-temannya yang tergabung dalam relawan Sekolah Inspirasi Pedalaman blusukan ke desa-desa, untuk memberi inspirasi anak-anak pedalaman itu agar mau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka ingin anak-anak pedalaman itu tetap bersemangat menempuh pendidikan walau di daerah pendalaman.

Karena bolak-balik ke pedalaman, warga begitu mengenal akrab sosok Riza dan kelompoknya. Hingga suatu saat, pada 2014, tiba-tiba beberapa petani mendatanginya. Di hadapan Riza mereka mengeluh dan menangis. Mereka mengeluhkan harga singkong yang anjlok. "Singkong dihargai Rp 200/kilogram," ujar pemilik nama lengkap Riza Azyumarridha Azra (28 tahun).

Ternyata rendahnya harga singkong itu tak hanya di satu titik saja melainkan hampir di seluruh Banjarnegara. Riza yang tak tahu menahu tentang singkong sempat bingung dengan keluhan itu. Namun ia tetap mendengar keluh kesah petani itu. Riza pun tergerak untuk membantu para petani itu. Apalagi Banjarnegara dikenal sebagai daerah penghasil singkong terbesar kedua di Jawa Tengah.

Sepulang dari pedalaman, ia berdiskusi dengan teman-temannya untuk memberi solusi ke para petani itu. "Saya ingin para petani ini bisa hidup sejahtera," ujar lulusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Ia lalu menghubungi beberapa praktisi dan teman-temannya yang menjadi akademisi untuk mencari solusi bagi petani itu. Dari hasil diskusi dan konsultasinya itu, mereka menyarankan agar Riza membuat tepung singkong yang dimodifikasi atau Mocaf (modified cassava flour).

"Mereka bilang ini pangan masa depan," kata pendiri dan CEO Rumah Mocaf ini.

Dari saran teman-temannya itu, Riza akhirnya belajar bagaimana cara mengolah singkong itu menjadi tepung. Sembari belajar, ia mencari data tentang singkong ini. Data itu menunjukkan, Indonesia merupakan negara penghasil singkong terbesar kedua setelah Brazil. Dari situ juga ada informasi bahwa singkong ini memang bisa diolah menjadi Mocaf.

"Mocaf ini hampir sama dengan tepung terigu," ujar Duta petani milenial Kementerian Pertanian seperti ditayangkan kanal YouTube Kementerian Pertanian RI.

Dari data Kementerian Perindustrian, kata Riza, meski menjadi negara penghasil singkong terbesar kedua di dunia, Indonesia juga menjadi negara pengimpor terigu pertama di dunia. "Ini ironis sekali," katanya.

Padahal singkong ini bisa tumbuh di lahan-lahan yang ada dari Sabang sampai Merauke. Akibat tak bisa memanfaatkan Singkong, petaninya juga tidak sejahtera. "Dari keprihatinan itu, akhirnya kami bertekad untuk mengangkat martabat singkong dan petani singkong," katanya.

Setelah bisa mengolah Mocaf, Reza dan teman-temannya mengajarkan cara pengolahan Mocaf itu kepada para petani. Tapi masalah muncul. Setelah para petani bisa mengolah menjadi Mocaf, para petani itu tak bisa menjual. Maklum, produk ini memang relatif baru dan belum banyak dikenal masyarakat. Dibutuhkan edukasi dan pengenalan terus-menerus.

"Akhirnya kami memutuskan untuk membuat rumah besar yang kami beri nama rumah mocaf," ujar Riza.

Di rumah mocaf ini, Riza membagi tiga klaster. Klaster petani, klaster ibu-ibu pengerajin mocaf, dan anak-anak muda.

Untuk klaster petani, rumah mocaf punya kewajiban melakukan pendampingan agar petani bisa memaksimalkan produktivitas lahan, melakukan integrated farming, dan cara menggunakan pupuk organik. "Kalau dulu 1 hektar menghasilkan 10 ton, sekarang sudah bisa 30 ton. Kami membelinya minimal Rp 1.500/kg," kata Riza.

Sementara klaster ibu-ibu rumah tangga diberdayakan untuk mengupas, mencuci, dan memotong hingga perendaman. Ibu-ibu rumah tangga yang semula tak punya pekerjaan kini punya penghasilan.

Sedangkan klaster anak-anak muda bertugas mendampingi, quality control, perizinan, sertifikasi, dan pengemasan. Pelibatan anak-anak muda ini, menurut Riza, sangat penting karena mereka nanti akan menjadi penerus pangan. Selain itu, dengan pelibatan anak-anak muda ini, singkong yang dulu dipandang sebelah mata kini sudah mulai diperhitungkan.

"Dalam menentukan harga, ketiga klaster ini kami ajak rembug bersama. Ada demokratisasi ekonomi," ujar Riza.

Dari singkong ini, rumah mocaf sudah bisa memproduksi beberapa turunannya seperti mie cassa, tepung mocaf, moca chips, kue semprong, dan produk lainnya.

Dari produk-produk itu, Riza berharap, singkong bisa menjadi pangan alternatif dan gerakan kedaulatan pangan lokal. "Kami berharap Indonesia benar-benar bisa berdaulat pangan," ujar Riza.

Riza tak berlebihan. Apa yang diimpikan Riza ini sesuai dengan semangat yang diusung pemerintah Jokowi dengan membangun lumbung pangan.

Jokowi berencana akan membangun sejumlah lumbung pangan di sejumlah daerah. Tanaman yang digalakkan tak hanya padi tapi juga singkong. (Pendiri dan CEO Rumah Mocaf, Riza Azyumarridha Azra dan istrinya Wahyu Budi Utami. Foto: tangkapan layar facebook @rumah mocaf)