Yang Muda yang Memimpin Desa

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Kamis, 17 September 2020 | 05:29 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 937


Jakarta, InfoPublik - Buang jauh-jauh pikiran Anda tentang desa yang tertinggal dan tidak keren. Desa saat ini menjadi magnet tersendiri bagi sebagian orang. Tak hanya untuk menikmati masa tua, desa juga menjadi pilihan untuk berkiprah.

Pesona desa ini juga membuat sejumlah pemuda berpendidikan ogah mencari pekerjaan di kota meski mereka menyandang gelar sarjana. Para pemuda ini bahkan rela kembali dan mengabdi untuk desanya.

Ini seperti yang dilakukan Ferdinandus Watu. Pria kelahiran Ende, 6 April 1986 ini rela kembali ke desanya Detusoko Barat, Nusa Tenggara Timur, usai menempuh pendidikan di Amerika Serikat.

Nando Watu, begitu ia biasa dipanggil, sudah terlanjur jatuh cinta dengan desanya.

Nando bercerita, waktu duduk di bangku SMA, ia berangan-angan menjadi Pastor. Selepas SMA, ia pun mengambil studi filsafat di Maumere. Saat kuliah itu, Nando aktif berorganisasi. Pergerakan Mahasiswa Kristen Republik Indonesia (PMKRI) menjadi pilihannya.

Di organisasi ini Nando bisa bertemu dengan banyak orang. Setahun menjelang lulus atau pada 2012, ia menjajal bergabung ke media online floresbangkit.com. Dunia jurnalistik, sebuah dunia baru baginya. Di media ini Nando banyak menulis masalah turisme.

Dunia jurnalistik ini membuat ia mengenal dunia internet. Di dunia maya ini ia mencari-cari informasi tentang beasiswa. “Desaku tak ada internet sampai sekarang. Untuk bisa mengakses internet aku harus ke Ende yang jaraknya 30an kilometer,” katanya. Tapi ini tak menjadi halangan bagi Nando.

Saat itu cita-cita Nando menjadi pastor mulai memudar. Selepas kuliah pada 2013, ia terus menekuni dunia kewartawanan sambil aktif menjadi relawan di destination management organization (DMO).

Pada saat Indonesia punya hajatan pemilihan presiden dan wakil presiden 2014, Nando bersama beberapa temannya ikut menjadi surveyor Litbang Kompas yang sedang melakukan survei kepemimpinan.

Selesai survey, ia dan 11 teman menggagas pembentukan Remaja Mandiri Community (RMC). Kegiatan awalnya literasi. Mereka membangi-bagi buku kepada siswa sekolah. Selain itu, mereka juga mendirikan perpustakaan.

Sambil menjalani kesibukannya itu, Nando mencoba-coba mencari informasi tentang lowongan beasiswa. Kebetulan saat itu fullbright sedang membuka. Ia pun melamar dengan mengambil studi citizen journalism.

Salah satu syarat untuk bisa mendapat beasiswa, pelamar diminta menulis esai. Nando menulis esai tentang tourism, sesuai bidang yang selama ini banyak ia tulis di media floresbangkit.com.

Saat tes wawancara, salah satu profesor penasaran dengan latar belakang Nando. Kuliah filsafat tapi mengambil jurnalistik. “Apa hubungan filsafat dan jurnalistik ini,” tanya profesor itu.

Jurus filsafatnya keluar. Katanya, “Profesor, filsafat itu akarnya bertanya. Ketika Anda bertanya, Anda sudah berfilsafat.”

Kedua, kata Nando, filsafat itu mengarahkan pada kebenaran. “Jurnalistik itu kan mewartakan tentang hal-hal yang mendekatkan pada kebenaran,” ujarnya. Jawaban Nando itu membuat sang profesor manggut-manggut.

Karena Nando banyak meminati masalah tourisme, akhirnya mereka mengarahkan Nando mengambil program tourisme. Nando tak soal. Ia pun dinyatakan lolos mendapat beasiswa fullbright.

Setahun di Ameriksa, Nando memutuskan pulang kampung. Peluang-peluang kerja di kota tak ia hiraukan.

Keputusannya kembali ke desa sempat dipertanyakan keluarga dan teman-temannya. Namun Nando tetap pada keputusannya.

Di desa itu ia kembali aktif di RMC, organisasi yang pernah didirikannya. Sambil aktif di RMC, ia bekerja di LSM Swiss Contact sebagai fasilitator lokal. Di sini ia banyak belajar tentang desa.

Waktunya memang padat. Senin hingga Jumat, ia gunakan untuk bekerja di LSM. Sabtu dan Minggunya untuk berkegiatan di RMC.

Berjalan dua tahun, pada 2018, ia memutuskan keluar dari LSM itu dan fokus di RMC. Di RMC kegiatannya makin seabreg. Organisasi ini punya empat program; informal education, pertanian berkelanjutan; dan eco tourism.

Untuk program eco tourism misalnya, Nanda dan teman-temannya menghidupkan tradisi bertani di desa itu. Tradisi itu kemudian ia jual ke wisatawan mancanegara. Ia juga merintis homestay. Selain itu, ia juga membuat cafe dan mengolah kopi yang banyak tumbuh di desa itu.

Nando kerap juga ikut menjadi pembicara tentang desa di luar negeri seperti India dan Vietnam.

Kiprah Nando dan teman-temannya di RMC itu dirasakan manfaatnya oleh warga. Hingga pada 2019, saat Detusoko menggelar pemilihan kepala desa, Nando diminta mencalonkan. Nando pun terpilih menjadi kepala Desa Detusoko Barat. "Saya ingin berbuat sesuatu dari yang kecil ini," ujarnya.

Di bawah kepemimpinan Nando, Desa Detusoko tambah maju. Saat Covid-19 melanda, Nando membuat terobosan dengan membuat pasar online di desanya. Pasar ini dikelola oleh BUMDes Au Wula Destusoko. Pada 2020 lalu, BUMDes Detusoko terpilih menjadi salah satu desa terbaik dalam pengelolaan BUMDes secara digital.

Beda Nando, lain pula Abdussalam Ramli. Jika Nando jebolan Amerika, Abdussalam (29 tahun) adalah alumni MIPA jurusan Fisika Universitas Brawijaya Malang.

Dengan mengantongi ijasah S1 dari salah satu Universitas bergengsi itu, sepertinya tidak susah bagi Abdussalam untuk mencari pekerjaan di kota. Tapi Abdussalam justru lebih memilih pulang kampung, mengabdi di desanya.

Awalnya, Abdussalam merintis usaha. Saat desanya menggelar kepala desa, 16 November 2015, ia mencoba ikut bertanding.

Sembilan bulan sebelum Pilkades digelar, pria kelahiran Pamekasan, 4 Juli 1990 ini mulai getol blusukan mengkampanyekan visi dan misinya. "Dasa Warsa" begitu ia menamai visi misinya itu. Dasa Warsa merupakan kepanjangan dari Desa Bersatu Waru Barat Sejahtera dan Amanah.

Kepada calon pemilih, ia berjanji akan memajukan desa. Salah satunya dengan membuat desa pintar (smart village). Jika janjinya itu tak terpenuhi, ia bersedia mundur dari jabatannya.

Rupanya, masyarakat desa Waru Barat tertarik. Abdussalam pun terpilih menjadi kepala desa.

Dilantik menjadi kepala desa pada 2015, ia langsung merintis desa pintar (village smart). Hal itu Gagasan  tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).

Gagasan desa pintar ini dicetuskan sebagai upaya mengejar ketertinggalan pembangunan dengan desa lainnya. “Desa kami berada di pelosok wilayah pantai utara Pamekasan. Dalam pembangunan daerah, kami selalu tertinggal jika dibandingkan dengan desa di selatan Pamekasan," ujarnya.

Untuk merealisasikan gagasan desa pintar itu, ia menggandeng konsultan informasi teknologi (IT) dari Universitas Madura (Unira) Pamekasan.

Pada 2016, meski sambungan internet belum merata di desanya, ia mulai membuat data base desa. Dari data kependudukan, layanan administrasi yang sistematis dan peta lokasi desa serta potensi desa. Pada 2017, pelayanan berbasis data sudah mulai dilakukan meski masih offline.

Pada 2018, ia membangun command centre di desanya. Sebanyak 32 kamera pemantau dipasang di sudut-sudut desa. Kamera itu juga dilengkapi dengan speaker. Jika pagi menjelang waktu beraktivitas, suara Abdussalam akan terdengar. Ia akan menyapa seluruh warga melalui speaker itu.

Selain itu, pada 2018, ia juga membuat aplikasi berbasis android. Namanya e-Desa Same Sae. Same Sae merupakan akronim dari bahasa Madura yang berarti "Samenit Mare-Sadejena Epalastare" (Semenit selesai semuanya selesai).

Aplikasi e-Desa Same Sae ini punya fitur: e-surat, darurat Kamtibmas, darurat kesehatan, laporan kamtibmas, domisi warga, surat tidak mampu dan fitur-fitur lainnya, seperti laporan keuangan desa yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD).

Jika ingin mendapatkan layanan yang diperlukan, warga desa tinggal memasukkan nomor induk kependudukan (NIK), nanti aparat desa dengan sigap akan langsung melayani.

"Masyarakat tidak repot menunggu karena cukup semenit semuanya terselesaikan,” kata lulusan magister manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yapan Surabaya ini.

Agar warga terlibat aktif dalam pembangunan desanya, ia membuat laman khusus di facebook. Warga yang ingin mengetahui seluruh aktivitas desa, cukup bergabung dengan laman facebook desa Waru Barat yang dinamai Dasa Warsa Corporation. Di laman itu, warga bisa menyampaikan informasi, menyumbangkan ide, mengkritik secara konstruktif dan bisa berbagi aktivitas dengan mengunggah kegiatan warga desa.

“Laporan kegiatan desa secara real time cukup di facebook dan media sosial lainnya,” ujar Abdussalam

Tak hanya itu, Abdussalam juga melakukan inovasi lain seperti meluncurkan program 3G (Gebrak, Gebyar, Gempar). Gebrak merupakan gerakan untuk meningkatkan produktivitas UKM di Waru Barat.

Sedangkan Gebyar merupakan gerakan solidaritas terhadap masyarakat pra sejahtera, terutama bagi masyarakat yang luput dari bantuan pemerintah. Program charity sosial ini dilakukan dengan menggalang dana dari warga desa yang merantau di Jakarta, Malaysia, dan Arab Saudi.

”Hasilnya sungguh menggembirakan. Banyak fakir miskin dan janda yang tertangani,” katanya.

Sementara Gempar merupakan gerakan kedulian terhadap lingkungan di kawasan pasar.

Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes), Abdussalam mendirikan BUMDes pada 2017. Saat awal berdiri, BUMDes Dasa Warsa ini mengelola jasa umroh dengan dana talangan. Kemudian berkembang ke penggemukan sapi, budidaya ikan air tawar, penyediaan air bersih Desa, dan penyewaan Odong Odong. Dan sejak 2019 lalu, BUMDes mengembangkan unit usaha jasa layanan internet dan tower.

Mengutip laman facebook Desa Waru Barat, unit usaha jasa penyedia internet ini di bawah PT. Alfa Dasa Warsa dan dikelola BUMDes Waru Barat. Perusahaan internet ini biasa dikenal dengan Dasawarsanet.

Perusahaan ini didirikan bukan untuk pengembangan bisnis semata tapi juga ikut serta dalam rangka memberikan layanan internet ke seluruh pelosok negeri dengan konsep good service, price, speed and quality.

Perusahaan berpusat di Desa Waru Barat ini menargetkan akan membangun 5 perusahaan cabang sebagai bagian dari persyaratan pendirian perusahaan ISP. Salah satu cabang yang dipunyai sudah ada di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi.

Begitulah cara Abdussalam dan Nando Watu mengabdi untuk memajukan desanya. Dua anak muda bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak muda lainnya. (Foto: Dokumentasi)