Menata Protokol Kesehatan Kaum Santri dan Calon Rohaniwan

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Minggu, 21 Juni 2020 | 13:27 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Mulai Juni ini, seiring awal Tahun Ajaran Baru, sejumlah santri dari luar Jombang secara berangsur-angsur sudah mulai kembali ke pondok untuk melanjutkan pendidikan mereka. Sebelumnya, sebagian dari santri tidak tinggal di pondok saat wabah Covid-19 mendera hampir seluruh kota/kabupaten Jawa Timur.

Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas dan Tebuireng sudah menyiapkan protokol kesehatan menyambut santri di tengah pandemi Covid-19. Mulai dari penyiapan protokol penyediaan lumbung pangan hingga protokol masak-memasak untuk santri yang mengharuskan koki mengenakan face shield dan masker serta bersarung tangan. Sebelum kembali beraktivitas di pondok, para santri tersebut wajib mengikuti rapid test massal yang dihelat oleh pengasuh pesantren.

Saat meninjau dua pesantren tersebut, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa berharap pondok ini menjadi percontohan sebagai Pesantren Tangguh. Pesantren menjadi pusat belajar kaum santri sekaligus tetap menjaga mereka dari penularan Covid-19. Pemerintah Kabupaten Jombang dan Polda Jatim pun turut mendukung proses pelaksanaan protokol pembelajaran di pesantren. Untuk itu, para pengasuh pesantren diminta untuk terus berkoordinasi dengan jajaran pemerintah daerah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 daerah.

Kelangsungan belajar mengajar di pesantren menjadi amat penting karena berdasarkan catatan Kementerian Agama, terdapat belasan juta santri dan mendekati angka tiga puluh ribu jumlah pondok pesantren di berbagai wilayah se-Indonesia.

Jumlah pesantren hingga tahun 2020 ini tercatat sebanyak 28.194 pesantren dengan 5 juta santri mukim. Jika ditotalkan dengan santri yang bolak balik rumah ke pondok pesantren dan sebaliknya serta taman-taman pendidikan Al-Qur’an dan madrasah, maka jumlah santri se-Indonesia mencapai 18 juta orang dan sekira 1,5 juta tenaga pengajar.

Pemerintah tentu tidak mau mengambil risiko. Mengingat pandemi Covid-19 masih terjadi di beberapa daerah namun proses belajar mengajar tak boleh berhenti.

Oleh karena itu, menyambut transisi di era kenormalan baru, Kementerian Agama menerbitkan panduan pembelajaran bagi pesantren dan pendidikan keagamaan. Menag Fachrul Razi mengatakan, panduan tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari surat keputusan bersama Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Dan Tahun Akademik Baru Di Masa Pandemi Covid-19.

Panduan ini meliputi pendidikan keagamaan tidak berasrama, serta pesantren dan pendidikan keagamaan berasrama. Untuk pendidikan keagamaan yang tidak berasrama, berlaku ketentuan yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi.

Pendidikan keagamaan tidak berasrama itu mencakup Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ); SD Teologi Kristen (SDTK), SMP Teologi Kristen (SMPTK), Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK), dan Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen (PTKK); Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) dan Perguruan Tinggi Katolik (PTK); Pendidikan Keagamaan Hindu; Lembaga Sekolah Minggu Buddha, Lembaga Dhammaseka, Lembaga Pabajja; serta Sekolah Tinggi Agama Khonghucu dan Sekolah Minggu Konghucu di Klenteng.

Terkait pesantren, Menag menjelaskan bahwa di dalamnya ada sejumlah satuan pendidikan, yaitu: Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Muadalah, Ma’had Aly, Pendidikan Kesetaraan pada Pesantren Salafiyah, Madrasah/Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Kajian Kitab Kuning (nonformal).

Pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan secara berasrama, ada yang dalam bentuk MDT dan LPQ. Dalam agama Kristen, ada SDTK, SMPTK, SMTK dan PTKK yang memberlakukan sistem asrama. Untuk Katolik, ada SMAK dan PTK Katolik yang berasrama. Sedang Buddha, menyelenggarakan Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) secara berasrama.

Menurut Menag, ada empat ketentuan utama yang berlaku saat memulihkan pembelajaran di masa pandemi, baik untuk pendidikan keagamaan berasrama maupun tidak berasrama. Keempat ketentuan utama tersebut yakni membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 di tingkat pondok dan sekolah keagamaan dan memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan. Adapun lokasi dan para pengelola pesantren harus mendapatkan surat keterangan aman Covid-19 dari pemerintah daerah atau Gugus Tugas daerah.

Menag Fachrul Razi mengakui bahwa saat ini ada sejumlah pesantren dan pendidikan keagamaan yang sudah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Akan hal ini, panduan ini mengatur agar pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 daerah dan fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat.

"Bila ada yang tidak sehat, agar segera mengambil langkah pengamanan sesuai petunjuk fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat," ujar Menag.

Adapun, untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang akan segera menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, panduan ini mengatur agar pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan penanganan Covid-19 daerah atau dinas kesehatan setempat. Koordinasi bertujuan memastikan bahwa asrama dan lingkungannya aman dari Covid-19 dan memenuhi standar protokol kesehatan.

Prosedur berikutnya, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan menginstruksikan kepada peserta didik maupun pengajar untuk taat kepada protokol kesehatan sejak berangkat dari rumah. Protokol tersebut antara lain: memakai masker, jaga jarak selama di kendaraan, cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air mengalir setibanya di asrama, tidak berkerumun, dan menunggu di tempat yang telah ditentukan, dan/atau tidak masuk asrama sebelum diperiksa kesehatan dan diperintahkan masuk. Peserta didik juga harus membawa perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan dari rumah agar tidak dipergunakan secara bersama-sama. Termasuk menyediakan ruangan karantina sebagai antisipasi ketika ada kasus Covid-19 di pesantren/sekolah keagamaan.

Sedangkan, untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang belum akan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di pesantren dan pendidikan keagamaan agar mengupayakan pendidikan secara daring. Tentu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan menyediakan fasilitas pendukungnya ketika dinilai sudah aman untuk pembelajaran tatap muka.

Satu hal, selain menyiapkan panduan dan protokol pembelajaran di pesantren/pendidikan keagamaan, pemerintah juga siap memberikan dukungan sedikitnya Rp2,5 triliun bagi pesantren dan pendidikan keagamaan di masa pandemi Covid-19 ini. Anggaran ini adalah yang terbesar selama ini, menurut Plt Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, biasanya alokasi anggaran sebanyak Rp500 miliar setiap tahun. (agm/MC Jawa Timur/setkab/Foto: ANTARA FOTO/Fauzan)