Bersiap untuk Tatanan Hidup Baru

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Sabtu, 30 Mei 2020 | 09:26 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Masyarakat harus bisa berdamai dengan keberadaan virus SARS-CoV-2 penyebab Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Demikian permintaan Presiden Joko Widodo jelang berakhirnya masa status Darurat Nasional pada 9 Mei 2020.

Sinyalemen tersebut berbuntut polemik di masyarakat. Apakah dengan demikian pemerintah menyerah? Atau menerapkan Herd Immunity (kekebalan imunitas) dengan membiarkan jutaan orang terinfeksi virus?

Silang kata bertambah, menyusul wacana pemerintah untuk melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada awal Juni 2020. Seiring dengan selesainya penetapan PSBB di beberapa daerah, sejumlah ruang publik pun dibuka;  pusat perbelanjaan, perkantoran, rumah ibadah, ruang publik dan transportasi umum.

Sementara di DKI Jakarta sebagai wilayah episentrum pandemi Covid-19, dan juga Jawa Timur, masih menerapkan PSBB.

Sejatinya, relaksasi pembatasan ruang gerak publik untuk memutus mata rantai penularan virus, dilakukan dengan hati-hati. Ada syarat-syarat tertentu yang mesti dipenuhi. Antara lain, kurvai perkembangan kasus harus melandai dalam dua minggu terakhir, infrastruktur kesehatan harus lebih baik dan disiplin masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan.

Benarkah masa puncak pandemi di Indonesia sudah lewat? Sementara, negara lain seperti Malaysia, Korea Selatan, Thailand secara bertahap telah melonggarkan pengetatan sosial agar perekonomian mereka tetap hidup.

Pemerintah pusat menjelaskan hidup berdamai dengan Covid-19 atau bersiap menghadapi New Normal sebagai sebuah situasi pascapandemi yang memang berbeda dengan sebelumnya. Bagaimana masyarakat tetap produktif namun mengikuti protokol kesehatan sambil menunggu ditemukannya vaksin atau obat penyembuh Covid-19. Gaya hidup secara global akan berubah bukan cuma Indonesia. Cara bekerja, berbelanja, berwisata serta beribadah akan mengikuti protokol kesehatan. Kaum lanjut usia akan mendapatkan prioritas tinggi.

Kendati dalam beberapa minggu terakhir sejumlah daerah angka reproduksi daya tular awal (R0) di bawah satu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin memastikan dalam minggu akhir Mei dan awal Juni masyarakat semakin disiplin menerapkan protokol kesehatan. Sebagian masyarakat masih belum patuh PSBB khususnya larangan mudik. Setidaknya menjelang Hari Raya Idul Fitri di wilayah Jabodetabek maupun Jawa Timur, misalnya, ada ribuan warga harus memutar balik karena penyekatan di jalan tol dan jalan akses keluar Jabodetabek serta munculnya kluster penularan baru di sejumlah pasar.

Tambahan aparat TNI dan Polri diterjunkan di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota diharapkan dapat mendukung penanggulangan penyebaran Covid-19 lebih massif lagi. Pemerintah tidak ingin terburu-buru membiarkan tatanan hidup baru (New Normal) tanpa adanya kajian komprehensif serta panduan protokol yang jelas sampai ke tingkat paling bawah masyarakat.

Merujuk data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dari pemantauan dalam dua bulan terakhir ini, sebanyak 110 kabupaten/kota di Tanah Air, yang terdiri dari 87 kawasan daratan dan 23 kepulauan, hingga saat ini masih terbebas dari covid-19. "Daerah-daerah ini nyaris steril dari ancaman Covid-19," ujar Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo usai mengikuti rapat terbatas kabinet, Rabu (27/05/2020).

Doni Monardo mengungkapkan seluruh wilayah itu bisa kebal dari ancaman virus korona karena masyarakat di sebagian besar daerah tersebut memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dalam menjalankan protokol kesehatan.

"Masyarakat bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah dan para tokoh dengan sangat baik," tuturnya. Selain itu, faktor lain yang membuat daerah terhindar dari Covid-19 adalah karena sangat jarang dikunjungi oleh masyarakat dari luar daerah tersebut. Salah satu pemicu penularan virus corona adalah terjadinya transmisi lokal di suatu daerah akibat tingginya mobilitas sosial masyarakat antardaerah. Tak dimungkiri, pandemi Covid-19 sudah menjadi bencana nasional nonalam karena sudah terjangkit di 440 kabupaten/kota pada 34 provinsi.

Adapun, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan data beberapa provinsi menunjukkan gambaran baik dengan tidak terjadi penambahan signifikan jumlah kasus positif, membuka kesempatan untuk relaksasi beberapa aturan. "Secara garis besar, dan ini masih akan kita tindaklanjuti lebih detail lagi, beberapa provinsi di Tanah Air telah menunjukkan gambaran yang bagus, tidak ada lagi secara signifikan penambahan kasus kemudian tidak ada lagi perluasan wilayah yang terdampak," kata Achmad Yurianto.

Selain itu, menurut dia, di beberapa provinsi itu juga tidak ada lagi penularan lokal yang tidak terkendali dari penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu. Dari pengamatan itu bisa dikatakan kondisi beberapa provinsi sudah mulai terkendali dan sudah boleh mulai disarankan untuk dilakukan relaksasi beberapa peraturan tanpa meninggalkan aspek protokol kesehatan.

Kesimpulan sementara itu didapat setelah tim kesehatan dari Gugus Tugas Covid-19 pusat berdiskusi dengan tim-tim lain di tingkat provinsi serta kabupaten/kota serta laboratorium yang memeriksa spesimen. "Kajian ini tentunya masih awal dan nantinya akan secara komprehensif kami laporkan Gugus Tugas pusat untuk dikaji secara bersama-sama," ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan itu.

Kajian mendalam tersebut akan menjadi landasan keputusan pemerintah selanjutnya agar tidak terjadi penambahan kasus signifikan lagi. Kajian relaksasi akan dilakukan secara terus-menerus. Namun, hal itu bukan berarti akan meninggalkan protokol kesehatan yang telah dilakukan selama ini seperti menggunakan masker dan menjaga jarak di tempat umum.

Sampai 27 Mei 2020, provinsi dengan total kasus positif di bawah 100 sejauh ini adalah Aceh dengan 19 kasus, Bangka Belitung (Babel) 42 kasus, Gorontalo 60 kasus, Bengkulu 69 kasus, Nusa Tenggara Timur (NTT) 85 kasus, Sulawesi Barat 88 kasus, dan Jambi 97 kasus. Sementara itu, lima provinsi dengan akumulasi kasus terbanyak sejauh ini adalah DKI Jakarta dengan 6.896 kasus, Jawa Timur 4.142 kasus, Jawa Barat 2.157 kasus, Sulawesi Selatan dengan 1.381 dan Jawa Tengah 1.326 kasus.

Provinsi seperti Aceh, Bengkulu, NTT, Babel dan DI Yogyakarta dalam beberapa hari terakhir lebih banyak nol kasus positif Covid-19.

Tiga Kriteria

Menanggapi hal itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menyusun protokol agar masyarakat produktif dan aman di tengah pandemi Covid-19, dengan mengacu pada tiga kriteria yang digunakan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko mengatakan ketiga kriteria itu juga sekaligus menjadi parameter untuk menentukan layak atau tidaknya suatu wilayah sebelum menerapkan kenormalan baru.

"Bappenas telah menyusun protokol untuk masyarakat produktif dan aman Covid-19. Jadi ada tiga kriteria yang digunakan mengacu pada WHO," jelas Subandi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Jumat (29/05/2020).

Adapun kriteria yang pertama adalah berbasis epidemologi. Dalam hal ini, angka reproduksi dasar daya tular awal untuk Covid-19 berkisar antara 1,9 sampai 5,7. Artinya satu orang dapat menularkan virus kepada 2 sampai 6 orang. Hal itu sangat tinggi, dan harus dapat diturunkan hingga di bawah satu.

"Daya tular harus di bawah satu," jelas Subandi.

Kriteria yang kedua adalah sistem kesehatan, yang mana hal ini dengan mengukur kemampuan pelayanan kesehatan. Sebagaimana syarat yang dianjurkan oleh WHO bahwa suatu wilayah harus mampu memiliki kapasitas tempat tidur 20 persen lebih banyak dari adanya kasus baru.

"WHO memberikan syarat bahwa jumlah kasus baru rata-rata harus dapat dilayani dengan jumlah tempat tidur 20 persen lebih banyak dari penderita kasus baru," jelas Subandi.

Kemudian kriteria selanjutnya adalah surveilans yang cukup. Melacak dan mencari kontak orang terduga Covid-19 Subandi mengatakan bahwa syarat lain yang harus ditegakkan untuk menuju kenormalan baru adalah dengan menjamin bahwa jumlah pengawasan melalui tes dapat tercukupi.

"Jumlah tes yang cukup. Bappenas telah mengarahkan agar merujuk pada WHO 1 dari 1.000 sebagaimana yang telah dilakukan oleh Brasil," kata Subandi.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di pusat maupun daerah dalam sebulan terakhir terus berkolaborasi untuk meningkatkan pelacakan kontak maupun tes cepat PCR secara massif, terutama di wilayah-wilayah zona merah. Kapasitas laboratorium diperbanyak di seluruh provinsi agar mencapai minimal 10.000 spesimen per hari. Seiring dengan bertambahnya alat RT-PCR buatan dalam negeri pada Juni dan Juli mendatang diharapkan bisa tercover sesuai prinsip epidemologi.

Hingga 29 Mei 2020, jumlah pasien yang diperiksa spesimennya lewat tes Reserve Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) maupun tes Molekuler Cepat (TCM) mencapai 205.165 orang dengan total spesimen 300.545. Adapun kemampuan laboratorium memeriksa spesimen sudah mencapai 10 ribu hingga 12 ribu dalam seminggu terakhir, meski tidak setiap hari. Jika ini dipertahankan sampai bulan Juni maka jumlah orang terduga Covid-19 yang diperiksa bisa mencapai 500 sampai 600 ribu. Meski belum sebanyak Rusia atau Inggris, atau 5% dari jumlah populasi, jumlah pemeriksaan spesimen di DKI Jakarta, sebagai zona merah, dengan penduduk sekira 9,5 juta masih lebih banyak dari episentrum di Malaysia dan Korea Selatan.

Kementerian Kesehatan mengungkapkan dari total spesimen terduga Covid-19 yang diperiksa sejak 1 April 2020, sebanyak 87,7% dinyatakan negatif, sedangkan jumlah pasien yang sembuh sebanyak 25,7% adapun tingkat kematian sebesar 6%. Tingkat kematian kasus Covid-19 di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata regional Asia Tenggara 2,9% tapi lebih rendah dari tingkat kematian global sebanyak 6,3%.

Catatan Coronavirus Resource Center Johns Hopkins University per 29 Mei 2020, hanya China, India, Malaysia, Thailand dan Vietnam tingkat kematian per 100 ribu penduduk akibat pandemi Covid-19 lebih rendah dari Indonesia. China dan India sebesar 0,3. Thailand dan Malaysia cukup berhasil menekan angka kematian dengan rata-rata 0,1. Vietnam sampai artikel ini ditulis kasusnya masih zero kematian. Indonesia sama dengan Korea Selatan yakni 0,5. Untuk kawasan Asia Pasifik, Jepang dan Filipina paling tinggi angkanya, 0,7 dan 0,86. Angka tertinggi mortality rate per 100.000 penduduk adalah Belgia sebesar 82,19. Menyusul berikutnya Spanyol, Inggris, Italia, Prancis dan Amerika Serikat. Wabah corona terparah kini melanda jazirah Eropa setelah di awal tahun mendera Asia Pasifik.

Selanjutnya data-data dari kriteria berbasis epidemologi, sistem kesehatan yang kuat dan surveilans menyeluruh, tersebut akan dikumpulkan ke dalam dashboard yang dikoordinasikan oleh sistem aplikasi Bersatu Lawan Covid-19 untuk kemudian dianalisis.

Dari analisis itu maka dapat digunakan untuk monitoring dan evaluasi tiap-tiap daerah apakah sudah dapat mengendalikan kasus Covid-19 atau belum.

Dalam hal ini, Bappenas juga telah mengumpulkan seluruh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota untuk meminta dukungan aktual data harian sebagai analisis yang lebih kredibel.

Menurut Subandi, dalam melaksanakan tiga kriteria tersebut juga dibutuhkan kolaborasi dari berbagai sektor. Sebab melawan pandemi Covid-19 tidak dapat dilakukan oleh pemerintah saja, akan tetapi juga dibutuhkan peran unsur lainnya dalam 'pentahelix' meliputi dunia usaha, akademisi/komunitas, masyarakat dan media massa sehingga tercipta pemahaman yang sama.

"Melawan pandemi ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja. Masyarakat harus paham dan melaksanakan protokol kesehatan. Dan juga nanti bagaimana bisnis melakukan itu, termasuk media yag bisa menyampaikan informasi yang betul untuk pemahaman yang sama," jelas Subandi.

Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa berdasarkan pengalaman keberhasilan negara lain dalam menangani pandemi Covid-19, prasyarat utama yang diperlukan untuk menjamin produktivitas dan keamanan masyarakat adalah penggunaan data dan keilmuan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk penyesuaian Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal berikutnya adalah penyesuaian PSBB dengan melalui beberapa tahapan dan zona. Penyesuaian tahapan dan zona PSBB ini diikuti dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat melalui disiplin dan pengawasan oleh aparat pemerintah khususnya keamanan.

Suharso menambahkan, hal lainnya adalah pemberlakuan efek jera dengan dimungkinkan adanya pemberlakuan kembali PSBB secara ketat apabila masyarakat tidak disiplin dalam beraktivitas. Prasyarat tersebut digunakan untuk menentukan kriteria langkah-langkah kesehatan yang perlu dilakukan dalam menentukan kebijakan penyesuaian pembatasan sosial.

Panduan Di Tempat Kerja

Salah satu protokol agar masyarakat tetap produktif di tengah pandemi Covid-19 sudah dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Hal ini sebagai antisipasi menghadapi situasi New Normal. Untuk itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, mengatakan dunia usaha dan masyarakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas, serta interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja.

"Tempat kerja sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang perlu diantisipasi penularannya," imbuh Menkes.

Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja. Namun dunia kerja tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda perekonomian harus tetap berjalan.

"Untuk itu pasca pemberlakuan PSBB dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, perlu dilakukan upaya mitigasi dan kesiapan tempat kerja seoptimal mungkin sehingga dapat beradaptasi melalui perubahan pola hidup pada situasi Covid-19 atau New Normal," jelas Terawan.

Panduan pencegahan penularan Covid-19 secara rinci antara lain selama PSBB pihak manajemen tempat kerja agar senantiasa memantau dan memperbarui perkembangan informasi tentang Covid-19 di wilayahnya. Secara berkala dapat diakses di covid19.go.id, https://infeksiemerging.kemkes.go.id. dan kebijakan pemerintah daerah setempat.

Kemenkes juga meminta agar dibentuk Tim Penanganan Covid-19 di tempat kerja yang terdiri dari Pimpinan, bagian kepegawaian, bagian K3 dan petugas Kesehatan yang diperkuat dengan Surat Keputusan dari Pimpinan Tempat Kerja. Tugas Tim agar pimpinan atau pemberi kerja memberikan kebijakan dan prosedur untuk pekerja melaporkan setiap ada kasus dicurigai Covid-19 (gejala demam atau batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak nafas) untuk dilakukan pemantauan oleh petugas kesehatan. Tidak memperlakukan kasus positif sebagai suatu stigma dan pengaturan bekerja dari rumah (work from home).

Di samping itu, manajemen harus menentukan pekerja esensial yang perlu tetap bekerja/datang ke tempat kerja dan pekerja yang dapat melakukan pekerjaan dari rumah. Apabila ada pekerja esensial yang harus tetap bekerja selama PSBB berlangsung maka di pintu masuk tempat kerja lakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermogun, dan sebelum masuk kerja terapkan self assessment risiko Covid-19 untuk memastikan pekerja yang akan masuk kerja dalam kondisi tidak terjangkit Covid-19.

Diminta agar pengaturan waktu kerja tidak terlalu panjang (lembur) yang akan mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan/imunitas tubuh.

KMK ini juga menyarankan agar meniadakan kerja shif 3 (waktu kerja yang dimulai pada malam hingga pagi hari). Adapun bagi pekerja shif 3 diatur agar yang bekerja terutama pekerja berusia kurang dari 50 tahun. Kemudian mewajibkan pekerja menggunakan masker sejak perjalanan dari/ke rumah, dan selama di tempat kerja. Manajemen juga wajib mengatur asupan nutrisi makanan yang diberikan oleh tempat kerja, pilih buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk, jambu, dan sebagainya untuk membantu mempertahankan daya tahan tubuh. Jika memungkinkan pekerja dapat diberikan suplemen vitamin C.

Hal yang diatur lainnya adalah agar manajemen memfasilitasi tempat kerja yang aman dan sehat serta ada sanitasi di lingkungan kerja. Memastikan seluruh area kerja bersih dan higienis dengan melakukan pembersihan secara berkala menggunakan pembersih dan desinfektan yang sesuai (setiap 4 jam sekali). Terutama pegangan pintu dan tangga, tombol lift, peralatan kantor yang digunakan bersama, area, dan fasilitas umum lainya.

Menjaga kualitas udara tempat kerja dengan mengoptimalkan sirkulasi udara dan sinar matahari masuk ruangan kerja, pembersihan filter AC. Menyediakan lebih banyak sarana cuci tangan (sabun dan air mengalir). Memberikan petunjuk lokasi sarana cuci tangan; Memasang poster edukasi cara mencuci tangan yang benar; menyediakan handsanitizer dengan konsentrasi alkohol minimal 70% di tempat-tempat yang diperlukan (seperti pintu masuk, ruang meeting, pintu lift, dan lain-lain).

Menerapkan physical distancing (jaga jarak atau dilarang berdekatan) dalam semua aktivitas kerja. Pengaturan jarak antar pekerja minimal 1 meter pada setiap aktivitas kerja hingga mengatur posisi meja makan di kantin.

Mengkampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) melalui Pola Hidup Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tempat kerja. Selain itu, membudayakan etika batuk (tutup mulut dan hidung dengan lengan atas bagian dalam) dan jika menggunakan tisu untuk menutup batuk dan pilek, buang tisu bekas ke tempat sampah yang tertutup dan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelahnya.

Olahraga bersama sebelum kerja dengan tetap menjaga jarak aman, dan anjuran berjemur matahari saat jam istirahat. Makan makanan dengan gizi seimbang; Hindari penggunaan alat pribadi secara bersama seperti alat salat, alat makan, dan lain lain.

Sosialisasi dan Edukasi pekerja mengenai Covid-19 dilakukan secara intensif kepada seluruh pekerja dan keluarga agar memberikan pemahaman yang benar terkait masalah pandemi Covid-19, sehingga pekerja mendapatkan pengetahuan untuk secara mandiri melakukan tindakan preventif dan promotif guna mencegah penularan penyakit, serta mengurangi kecemasan berlebihan akibat informasi tidak benar.

KMK ini juga menjelaskan materi edukasi yang dapat diberikan pada pekerja dan karyawan berupa: a) Penyebab Covid-19 dan cara pencegahannya; b) Mengenali gejala awal penyakit dan tindakan yang harus dilakukan saat gejala timbul; c) Praktik PHBS seperti praktik mencuci tangan yang benar, etika batuk; d) Alur pelaporan dan pemeriksaan bila didapatkan kecurigaan; e) Metode edukasi yang dapat dilakukan: pemasangan banner, pamflet, majalah dinding, di area strategis yang mudah dilihat setiap pekerja seperti di pintu masuk, area makan/kantin, area istirahat, tangga serta media audio dan video yang disiarkan secara berulang. SMS/whatsapp blast ke semua pekerja secara berkala untuk mengingatkan. Materi edukasi dapat diakses pada covid19.go.id.

"Dengan menerapkan panduan ini diharapkan dapat meminimalisasi risiko dan dampak pandemi Covid-19 pada tempat kerja khususnya perkantoran dan industri, di mana terdapat potensi penularan akibat berkumpulnya banyak orang dalam satu lokasi," kata Menkes Terawan.

Protokol pascapandemi yang lebih spesifik seperti aturan di ruang publik, transportasi, tempat wisata, tempat ibadah, restoran/hotel, sekolah, dan lokasi hiburan tentunya juga menyusul untuk segera dibuat.

Protokol WHO juga menyebutkan setiap langkah menuju transisi 'the new normal' harus dipantau oleh otoritas kesehatan.

"Akhirnya, perilaku masing-masing warga akan menentukan karakter virus. Ini akan membutuhkan ketekunan dan kesabaran, tidak ada jalur cepat untuk kembali normal," demikian protokol WHO. (bnpb/setkab/kes/Foto:ANTARAFOTO/Fauzan)