Ramai-Ramai Gotong Royong Garap APD

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Kamis, 2 April 2020 | 22:20 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 577


Jakarta, InfoPublik - Berperang di medan laga tanpa senjata adalah hal muskil. Begitu pula para dokter dan tenaga medis kita kala menangani para pasien terinfeksi virus SARS-CoV-2 atau Coronavirus Disease (Covid-19). Sesuai protokol kesehatan, tenaga medis wajib melengkapi diri dengan alat pelindung diri (APD) sejak mendiagnosa, tindakan medis, mengambil spesimen/darah hingga pemulasaran jenazah. APD pun harus sesuai dengan standar medis. Penularan virus corona yang kian pesat di Tanah Air membuat permintaan APD bagi kebutuhan tenaga medis meningkat luar biasa.

Dari laporan yang diterima Presiden Joko Widodo, sampai akhir Maret 2020 stok APD makin terbatas dan perhitungan menunjukkan bahwa dibutuhkan kurang lebih 3.000.000 APD hingga akhir Mei 2020. "Dan untuk mendukung produksi APD saya juga minta diberikan kemudahan untuk bahan baku yang masuk dari impor, berikan kemudahan," imbuh Presiden di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (30/03/2020).

Sedikitnya ada 28 produsen APD di dalam negeri siap memproduksi kebutuhan selama perang melawan Covid-19. Dukungan APD, alat-alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan juga diberikan dari masyarakat, pengusaha maupun negeri sahabat seperti Tiongkok dan Korea Selatan.

Presiden Jokowi menyampaikan bahwa perlindungan tenaga kesehatan kemudian penyediaan obat serta alat-alat kesehatan betul-betul harus menjadi prioritas yang utama. Kepala Negara juga meminta betul-betul penyaluran APD dan alkes dipantau betul oleh provinsi. Peralatan tersebut segera dibagikan lagi ke rumah sakit-rumah sakit di daerah yang membutuhkan pelayanan Covid-19 yang baik pada masyarakat.

Sampai akhir Maret 2020, Pemerintah telah menyalurkan 191.666 set APD ke seluruh provinsi serta rumah sakit yang membutuhkan untuk penanganan Covid-19. Selain APD, pemerintah juga mendistribusikan 12.272.500 masker bedah dan 133.640 masker N95 serta 425.000 rapid test ke seluruh provinsi.

Dari perintah Presiden Jokowi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan agar pemerintah daerah menjamin perlindungan terhadap petugas medis dalam penanggulangan Covid-19 di wilayah masing-masing.

Klausul itu termuat dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 440/2622/SJ tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah.

Perlindungan bagi tenaga medis tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memanfaatkan dana Belanja Tidak Terduga yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk keperluan keperluan sandang mereka.

"Pengadaan baju pasien, maupun baju bagi tenaga medis, alat pelindung diri, baju hazmat, serta segala macam yang dibutuhkan dalam rangka penanganan Covid-19," ujar Safrizal, Direktur Manajemen Bencana dan Kebakaran Kemendagri.

Selain itu, dalam Surat Edaran yang sama disebutkan bahwa dana Belanja Tidak Terduga juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan papan, antara lain penambahan ruangan isolasi, penyediaan rumah sakit darurat, hotel tenaga medis, vitamin serta suplemen bagi tenaga medis dan penguatan fasilitas puskesmas.

Menyikapi kebijakan itu, sejumlah pemerintah daerah mulai memproduksi APD sendiri. Seperti Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menggandeng Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memproduksi ribuan pakaian APD.

Salah satu UMKM yang dilibatkan memproduksi APD adalah Dafa Jaya Konveksi dari Dusun Cangaan Kecamatan Genteng. Pemiliknya, Nur Basuki Abdullah mengatakan mendapatkan pesanan sebanyak 300 APD dari pemkab. Jumlahnya akan ditingkatkan hingga 1.000 unit dan bisa bertambah lagi.

"Dokter dari Dinas Kesehatan datang memberikan contoh serta standar-standar yang harus dipenuhi dalam pembuatan APD. Kami lalu produksi dengan supervisi Dinas Kesehatan," kata Nur Basuki saat dikunjungi Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Rabu (01/04/2020)

Ia memilih material kain parasut yang kedap air sesuai arahan Dinkes. "Kami punya beberapa material parasut, dari yang biasa hingga bahan super. Tinggal memilih saja. Bahan menentukan harga. Kami mematoknya per APD Rp140.000–Rp175.000 per baju," bebernya.

Nur menjelaskan pihaknya sangat berhati-hati dalam proses produksi APD. Mengingat baju ini salah satu perlengkapan standar untuk melindungi tenaga medis dari paparan virus. "Tidak semua penjahit yang ada kami libatkan. Karena pengerjaannya perlu detail. Kami memproduksi di satu tempat, agar setiap prosesnya bisa kami awasi dengan baik dan steril. Semua penjahit memakai masker. Alat-alat juga kami sterilkan," ujarnya.

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengaku sengaja melibatkan UMKM untuk penyediaan APD di daerah. Anggaran pemkab ada, tapi barangnya juga sulit di pasaran. APD ini tidak diperjualbelikan, begitu selesai langsung didistribusikan ke rumah sakit rujukan Covid-19 maupun fasilitas layanan kesehatan setempat.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga telah mengecek ke beberapa pabrik pengadaan masker maupun APD di Jawa Timur. Seperti pabrik garmen yang berada di Jalan Brantas Kelurahan Kademangan, Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Pabrik bisa memproduksi pakaian ADP sebanyak 10.000 potong yang sudah sesuai standar World Health Organization (WHO). Sebelumnya pabrik garmen di Jombang juga siap memproduksi ribuan APD per hari.

Gotong Royong

Tanpa berkeluh kesah dan menunggu bantuan pusat, sejumlah daerah di Jawa Tengah juga berinisiatif membuat masker atau APD sendiri. Seperti tenaga medis di RS dr Moewardi Surakarta sudah bisa memenuhi kebutuhan APD mereka sendiri dengan melibatkan para penjahit lokal. Lain lagi, Pemerintah Kabupaten Grobogan. Mereka menggandeng para penjahit eks lulusan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk membuat 300-an APD. Tentunya memakai bahan standar medis yakni kain spunbond atau non woven. Selain APD, beberapa industri garmen ini juga sekaligus menggarap tutup kepala, baju medis, sarung tangan dan masker berbahan katun. Protokol kesehatan tetap jadi perhatian dari para penjahit tersebut.

Banjir order bagi penjahit atau pabrik garmen bukan hanya dari pemerintah daerah. Kalangan dokter, relawan medis, filantropis, ormas hingga partai pun memesan ke para penjahit lokal. Ini merupakan berkah bagi industri garmen kecil maupun menengah di tengah lesunya permintaan pasar domestik dan ekspor akibat wabah Covid-19. Mesin-mesin jahit mereka kembali berderap sehingga menghidupkan para karyawan maupun masyarakat sekitar. Bahan baku yang menumpuk di gudang jadi bermanfaat.

Desainer kondang Anne Avantie adalah salah satu figur publik yang mengubah ruang kerjanya yang kerap dipakai untuk kain kebaya jadi ruang jahit APD. Produk APD Anne disalurkan gratis bagi tenaga medis yang membutuhkan.

Yang mengharukan adalah para guru dan siswa SMK negeri seperti Klaten, Banjarbaru, Lubuklinggau, dan Malang - meski masih dalam masa belajar di rumah - turut berkontribusi dengan menjahit masker maupun baju APD bagi tenaga medis setempat. Semuanya gratis.

Produksi Dalam Negeri

Adapun Kementerian Perindustrian fokus mendorong pengoptimalan produktivitas industri APD sebagai upaya penanganan pandemi Covid-19 di dalam negeri. Kebutuhan APD di domestik kian meningkat, terutama untuk memenuhi permintaan tenaga medis, mengingat semakin bertambahnya penderita penyakit yang disebabkan oleh virus korona baru tersebut.

"Produsen APD tengah menghitung kemampuan produksinya hingga 6-8 bulan mendatang. Perhitungan ini akan disesuaikan dengan jadwal distribusi ke setiap pengguna, seperti rumah sakit yang memang sangat memerlukan," kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam di Jakarta, Selasa (31/03/2020).

Khayam menyebutkan, dalam kondisi normal atau ketika belum adanya wabah Covid-19, industri APD di dalam negeri memproduksi sebanyak 1 juta unit per bulan atau sekitar 12 juta unit per tahun.

Untuk itu, Kemenperin memberikan apresiasi kepada pelaku industri tekstil di Tanah Air yang turut berpartisipasi tersebut. Hal ini diharapkan dapat mendorong kinerja industri tekstil dalam negeri di tengah tekanan kondisi ekonomi global.

"Dengan keterlibatan industri tekstil itu, sehingga kapasitas produksi APD kita bisa lebih dari 17 juta unit per bulan. Kami proyeksi, hingga bulan Mei 2020, kebutuhan APD dalam negeri sekitar 3-5 juta unit," papar Muhammad Khayam.

Saat ini, Indonesia memiliki 28 produsen APD dengan total kapasitas produksi hingga 17,8 juta unit per bulan. Dari 28 produsen APD tersebut, lima perusahaan sedang menggenjot produksinya, sedangkan sisanya dalam persiapan dan ditargetkan dimulai awal April 2020.

Kemenperin optimistis produksi APD bisa cepat diproduksi, karena kebutuhan bahan baku sudah tersedia. Pada akhir April 2020, diperkirakan 5-10 juta APD bisa disalurkan ke seluruh provinsi.

APD yang dibutuhkan meliputi pakaian, tutup kepala, masker, handuk, sarung tangan, pelindung kaki, pelindung tangan dan kacamata pelindung wajah (goggles). Dalam upaya memasok kebutuhan APD ini, Kemenperin terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Kesehatan.

Diversifikasi Produk

Penambahan produksi APD di dalam negeri berasal dari sejumlah perusahaan eksisting yang mendiversifikasi produknya, termasuk di sektor industri tekstil. "Kami berharap, produsen ini akan mampu memenuhi produksi 16-17 juta unit APD per bulan dan untuk baju medis atau surgical gown sebesar 508.800 paket per bulan," tutur Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh.

Selanjutnya, kebutuhan masker dalam menghadapi pandemi Covid–19 ini diperkirakan mencapai 162 juta buah per bulan. Sementara itu, kapasitas produksi di dalam negeri sebesar 131 juta per bulan.

Pelengkap lainnya, yaitu sarung tangan karet, mampu diproduksi di dalam negeri dengan kapasitas nasional sebesar 8,6 miliar buah. Jenis sarung tangan yang dihasilkan pada umumnya berupa medical gloves, seperti examination gloves dengan persentase produksi 97% dan surgical gloves 3%.

Sarung tangan karet berjenis surgical memiliki ukuran yang lebih detail dengan sensitivitas lebih tinggi. Pembuatannya menggunakan standar tinggi, karena penggunaan untuk proses operasi atau tindakan yang memerlukan prosedur sensitif dan steril.

Sejumlah Balai Diklat Industri (BDI) di bawah BPSDMI Kemenperin juga mampu memproduksi APD dengan standar untuk tenaga medis yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19.

Selama ini, Balai Diklat Industri tersebut membuat masker non-medis, face protector, baju pelindung, dan sarung tangan karet. Produksi APD ini merupakan kerja sama BDI Kemenperin dengan berbagai politeknik spesialis yang ada di berbagai wilayah di Indonesia.

Selain tugas kemanusiaan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengemukakan, diversifikasi produk yang dilakukan oleh industri tekstil dalam rangka penanganan Covid-19, menjadi salah satu cara cepat dalam pemenuhan kebutuhan APD dan masker yang sangat tinggi saat ini.

"Hal ini diyakini dapat menjadi solusi untuk mempertahankan kinerja industri tekstil di tengah menurunnya pasar dalam negeri," terang Menperin. (setkab/kemenperin/MC Provinsi Jatim/MC Banyuwangi/Foto: ANTARA FOTO//Aloysius Jarot Nugroho)