Kami Bekerja, Kalian di Rumah, Kita Sehat Bersama

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Minggu, 29 Maret 2020 | 20:19 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 607


Jakarta, InfoPublik - "Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan." Demikian kutipan paling pertama dari Sumpah Dokter Indonesia yang terinspirasi dari Sumpah Hippokrates (400 SM) dan Deklarasi Jenewa (1948).

Sumpah tersebut menjadi bermakna hari-hari belakangan ini. Ribuan tenaga medis khususnya para dokter yang tengah berjuang di garda terdepan penanganan wabah SARS-nCov-2 penyebab Coronavirus Disease (Covid)-19. Dua minggu terakhir angka penderita Covid-19 yang dirawat di fasilitas layanan kesehatan khususnya rumah sakit rujukan terus meningkat. Sampai pukul 12.00 WIB, Sabtu (28/03/2020) secara nasional tercatat sudah ada 1.155 orang positif, 59 sembuh dan 102 meninggal.

Jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 ini tidak sebanding dengan kapasitas di rumah sakit rujukan maupun faskes yang tersedia. Mengingat pasien penyakit infeksi semacam virus corona butuh kamar isolasi khusus. Setiap pasien mesti dirawat sedikitnya 14 hari untuk memulihkan kondisi sekaligus meninjau hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Pasien positif Covid-19 dengan penyakit penyerta (komorkobid) seperti TBC, hipertensi, ginjal, liver, maupun jantung juga memerlukan penanganan khusus lagi.

Tak pelak kondisi ini membuat pemerintah meminta agar Orang Dalam Pemantauan (ODP) lebih baik mengisolasi secara mandiri. Baik itu, di rumah atau di fasilitas darurat seperti RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.

Dokter, perawat, tenaga laboratorium, petugas sanitasi rumah sakit/puskesmas hinggga sopir ambulans adalah orang-orang yang paling rentan terpapar virus corona. Mereka justru kelompok yang memiliki kontak terdekat para pasien positif Covid-19. Berdasarkan Protokol Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang diadopsi Kementerian Kesehatan menwajibkan tenaga medis mengenakan perangkat pelindung diri agar tetap sehat, higienis dan terhindar dari infeksi pasien. Aturan ketat ini bukan saja demi kesehatan tenaga medis namun juga masyarakat secara luas. Terlebih lagi, virus corona teranyar ini memiliki sifat penularan amat cepat dibanding virus-virus sebelumnya.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Sebagai manusia biasa, perjuangan tenaga medis juga ada batasnya. Sampai dengan artikel ini ditulis, sedikitnya sudah sembilan dokter gugur akibat terjangkit virus corona maupun kelelahan ketika menangani Covid-19.

Menurut Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dalam seminggu terakhir, delapan orang dokter di antaranya diduga meninggal dunia akibat terjangkit virus corona. Adapun seorang dokter lainnya meninggal dunia akibat serangan jantung setelah mempersiapkan fasilitas kesehatan demi menghadapi virus corona.

Mereka adalah dr Hadio Ali SpS - bertugas di RS Premier Bintaro - yang merupakan anggota IDI Cabang Jakarta Selatan, dr Djoko Judodjoko, SpB (IDI Cabang Kota Bogor), dr Laurentius P, SpKJ (IDI Cabang Jakarta Timur), dr Adi Mirsa Putra SpTHT (IDI Cabang Kota Bekasi), dr Ucok Martin SpP (IDI Cabang Medan) dan dr Toni Daniel Silitonga (IDI Cabang Bandung Barat).

Tak lama berselang, Prof Iwan Dwiprahasto, guru besar farmakologi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), yang dirawat di RSUP dr Sardjito, juga dikabarkan meninggal dunia pada Selasa (24/03/2020). Almarhum positif terinfeksi virus corona.

Sedangkan, pada Jumat (27/03/2020), PB IDI kembali mengumumkan dua orang dokter meninggal dunia karena virus corona, yakni dr Bartholomeus Bayu Satrio Kukuh Wibowo, IDI Cabang Jakarta Barat dan dr Exsenveny Lalopua MKes, Pengurus IDI Cabang Jawa Barat.

Selain itu, Ninuk Dwi Pusponingsih, perawat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat juga dikabarkan meninggal akibat Covid-19.

Perawat berusia 37 tahun tersebut diketahui merupakan perawat atau petugas kesehatan pertama yang gugur dalam menangani pasien Covid-19 asal Korea Selatan. Ia sempat dirawat di RSPI Sulianti Saroso karena mengidap pneunomia akut.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun melaporkan ada sekira 50 tenaga medis di Jakarta telah terkonfirmasi positif Covid-19. Ibu kota negara ini merupakan episentrum Covid-19 dengan jumlah pasien positif terbanyak 627 orang dengan 481 ODP dan 660 Pasien Dalam Perawatan (PDP). Setidaknya sejak 21 Januari 2020, sudah 2.000 an orang dipantau karena terindikasi kontak dengan positif Covid-19 atau pernah bepergian ke negara-negara terjangkit Covid-19.

Dokter spesialis penyakit dalam, Alexander Randy yang praktik di salah satu rumah sakit rujukan Pemprov DKI di Jakarta Timur mengisahkan pengalaman dirinya menangani Covid-19.

Pria yang akrab dipanggil Dokter Randy itu mengaku dirinya memang tergolong baru. Dokter berusia 29 tahun itu baru menangani kasus Covid-19 selama dua minggu terakhir usai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjuk tempatnya mengabdi sebagai rumah sakit khusus menangani Covid-19.

"Pada minggu pertamanya, ia menjadi satu-satunya dokter spesialis dalam yang bertugas di rumah sakit itu dengan kondisi beberapa pasien dalam pengawasan dan positif Covid-19 sudah dirawat di tempatnya bekerja. Pasalnya, rekan seprofesi yang juga spesialis penyakit dalam justru menjadi ODP," ujar Randy.

Untungnya, pihak Dinas Kesehatan DKI Jakarta segara menambah satu dokter perbantuan. Randy dan tim medis RS tersebut sempat mengalami kendala mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD). Mereka sampai membatasi pemakaian hanya 30 pasang APD untuk seluruh tenaga medis demi memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Kementerian Kesehatan RI.

"APD itu berlapis jadi sebetulnya kita (petugas medis) enggak nyaman. Karena itu kita batasi perawat lewat jangka waktu kerja dengan shif lebih pendek," kata lulusan kedokteran UGM tersebut.

Untuk rumah sakit rujukan yang menjadi tempat Randy bertugas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan ada sebanyak 200 tempat tidur yang dikhususkan untuk kasus Covid-19.

Randy pun mengatakan kemungkinan pasien dapat terus bertambah. Dia pun sudah mempersiapkan diri untuk skenario terburuk yaitu harus bertahan di Rumah Sakit dan tidak kembali ke rumah.

Selain mempersiapkan diri untuk skenario terburuk, hal terberat yang harus dijalani para petugas medis merawat pasien Covid-19 adalah sulitnya bertemu dengan orang-orang terkasih terutama keluarga dan sahabat.

Randy menambahkan, para petugas medis diberikan waktu berjaga yang tidak beruntun sehingga setidaknya mengurangi potensi terpapar Covid-19.

Dokter muda itu mengaku merasa beruntung karena mendapatkan bagian berkontribusi bagi masyarakat di masa-masa sulit akibat Covid-19. "Lewat hal ini peran dokter benar-benar dirasakan manfaatnya. Bagi saya sendiri, saya bisa bantu menenangkan keluarga, teman-teman saya," kata Randy.

Selama dua minggu menangani pasien Covid-19, satu hal disadari oleh Randy bahwa masyarakat Jakarta masih memiliki ketakutan sosial yang tinggi menghadapi wabah virus ini. Pasien dan keluarganya justru enggan membeberkan riwayat penyakit ini secara terbuka. Ada anggapan terkena Covid-19 adalah aib. Padahal, jika informasi ini tidak dikelola dengan baik justru akan membahayakan kelompok rentan yakni para lanjut usia, anak-anak dan orang dengan penyakit penyerta.

Berita gembira datang dari Surabaya, Dokter Markus, salah satu pasien Covid-19 dan tenaga medis Anestesi Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya, Jawa Timur dinyatakan sembuh. Hal itu disampaikan melalui video rekaman yang diputar saat konferensi pers dengan Gubenur Jawa Timur Khofiifah Indar Parawansa, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (24/03/2020).

Dokter Markus terkonfirmasi sebagai positif Covid-19 setelah sempat berinteraksi dengan orang yang sebelumnya sudah positif Covid-19.

Interaksinya sangat sederhana. Ia tak sengaja lewat di hadapan pasien positif virus corona tersebut saat keluar dari kamar mandi, saat kebetulan pasien tersebut batuk dan dengan kondisi tanpa mengenakan masker.

"Besar harapan saya upaya yang dilakukan Satgas Covid-19 Jawa Timur segera terlaksana dengan mengaktifkan room infeksi, dan RS Menur sebagai Rumah Sakit khusus menangani pasien Covid-19 di Surabaya," ujar dr Markus.

Selain itu, dokter Markus berharap dilakukan tes cepat (rapid test) massal sehingga masyarakat mengetahui dan bertanggung jawab lebih ketika dinyatakan positif Covid-19, dengan mengisolasi diri di rumah dan tidak menularkan virus ke yang lain.

Dia juga berharap agar RSUD Dr Soetomo Surabaya dilengkapi alat-alat yang penting, sehingga para tenaga medis lebih siap menghadapi infeksi atau gejala yang lebih berat.

Tak hanya itu, ia juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menyediakan rumah singgah bagi tenaga medis agar bisa mencegah penularan ke keluarga saat pulang ke rumah.

Harapan dari Dokter Randy dan Dokter Markus sama. Mereka meminta agar masyarakat disiplin menerapkan physical distancing, menjaga jarak dengan dilarang berdekatan dan dilarang berkumpul. Mengisolasi diri di rumah untuk memotong mata rantai penularan virus. Berperilaku hidup sehat, rajin membersihkan diri, makan penganan bergizi dan tetap berolahraga.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun Jawa Timur saat ini sudah menyediakan sejumlah hotel yang dikelola BUMD sebagai tempat singgah para tenaga medis baik dokter, perawat dan tenaga paramedik.

Dedikasi tinggi juga ditunjukkan oleh dokter spesialis paru (pulmonologi) berusia 80 tahun, Handoko Gunawan. Ia masih terjun langsung menangani pasien Covid-19. Bahkan ia sempat dirawat karena kelelahan. medis. Semangatnya tak pernah padam. Bagi Handoko, keselamatan manusia segalanya.

Dukungan Pemerintah

Menyikapi kondisi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ucapan duka cita yang mendalam atas berpulangnya dokter, perawat, dan tenaga medis yang telah berpulang ke haribaan Allah subhanahu wa ta’ala. "Mereka, beliau-beliau telah berdedikasi, berjuang sekuat tenaga dalam rangka menangani Virus Corona (Covid-19) ini. Atas nama nama pemerintah, negara, dan rakyat saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras beliau-beliau, atas perjuangan beliau-beliau dalam rangka mendedikasikan diri dalam penanganan Covid-19," tutur Presiden usai mengecek RS Darurat Covid-19 di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/03/2020).

Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa akan diberikan insentif bulanan kepada tenaga medis seperti dokter, bidan, dan perawat.

Secara rinci, Kepala Negara membeberkan, dokter spesialis akan diberikan Rp15 juta, dokter umum dan dokter gigi akan diberikan Rp10 juta, bidan dan perawat akan diberikan Rp7,5 juta, dan tenaga medis lainnya akan diberikan Rp5 juta.

Pemerintah juga memberikan santunan kematian sebesar Rp300 juta dan ini hanya berlaku untuk daerah yang telah menyatakan tanggap darurat.

Sikap pemerintah jelas dalam menyikapi pandemi virus corona ini, kalangan tenaga medis sebagai ujung tombak penanganan harus difasilitasi secara maksimal. Kondisi pandemi serta penyebaran cepat Covid-19 yang eksponensial membuat jumlah orang terpapar dengan kapasitas rumah sakit tidak sebanding. Desain kapasitas fasilitas layanan kesehatan dan belum meratanya sumber daya manusia (SDM) belum mendukung kasus "outbreak" semassif ini.

Menurut standar WHO, rasio jumlah dokter dengan populasi di Indonesia sudah cukup memadai. Sebanyak 45 dokter menangani 100 ribu pasien. Rasio dokter spesialis maupun bidan juga sesuai rasio. Persoalannya adalah distribusi tenaga medis dan paramedik yang timpang. Belum lagi bicara meningkatkan program promotif preventif dibandingkan kuratif yang menggerus biaya jaminan sosial kesehatan begitu besar.

Meski rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk memadai, tetapi persebarannya belum merata. Jumlah dokter di Jakarta, Sulawesi Utara, Yogyakarta, dan Bali, cukup banyak, tetapi di Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat, kekurangan dokter. Bahkan rasio dokter dengan penduduk Jakarta mencapai 1:600, lebih tinggi dibanding Malaysia yang memiliki rasio 1:700.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan dalam lima tahun terakhir terus merekrut ribuan tenaga kesehatan dari lulusan baru melalui Nusantara Sehat agar persebarannya menjadi lebih merata. Program untuk memenuhi jumlah tenaga kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Program Wajib Kerja Dokter Spesialis sempat merekrut 2.039 dokter untuk ditempatkan ke pelosok Tanah Air namun sayangnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2019 lalu. Kini dilanjutkan lewat Program Pendayagunaan Dokter Spesialis tanpa mewajibkan namun tetap diberikan insentif khusus.

Di satu sisi, hingga 2019, jumlah lulusan Fakultas Kedokteran sudah mencapai 12.000 orang. Hal ini sampai membuat Kemenkes meminta Kemenristekdikti (sebelum perguruan tinggi digabung ke Kemendikbud) agar melakukan moratorium pembukaan fakultas kedokteran baru.

Merekrut Relawan

Situasi abnormal seperti Covid-19 membutuhkan tenaga medis dalam jumlah besar dan bisa digerakkan serentak. Oleh karena itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 membuka pendaftaran relawan yang bisa membantu upaya menghadapi pandemi virus corona di Indonesia. Pendaftaran menjadi relawan tersebut bisa dilakukan secara daring. Koordinator Relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Andre Rahadian menyatakan pendaftaran secara online bagi para calon relawan bisa dilakukan lewat situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pendaftaran online menjadi relawan Covid-19 melalui microsite di situs BNPB dapat dilakukan dengan mengakses laman deskrelawanpb.bnpb.go.id/covid-19 Untuk mendaftar, para calon relawan bisa mengklik menu "Daftar Relawan Covid-19" yang ada pada bagian atas halaman situs. Setelah itu, pendaftar akan diminta mengisi data diri secara lengkap, serta memilih dua opsi kegiatan relawan, yakni sebagai tenaga medis atau non-medis.

Mereka yang mendaftar sebagai relawan Covid-19 diminta mau bekerja secara sukarela dan bersedia menerima pelatihan guna menghadapi pandemi corona. Para relawan juga diminta bersedia untuk bekerja dalam sistem bergantian sesuai standar Gugus Tugas.

Saat ini, sedikitnya dibutuhkan relawan medis sebanyak 1.500 dokter yang terdiri atas spesialis paru, anestesi, pranata laboratorium dan dokter umum. Selain itu, dibutuhkan 2.500 orang yang bisa bertugas sebagai perawat, tenaga administrasi rumah sakit hingga sopir mobil ambulans.

Adapun, Kepala Staf Kodam Jaya Brigjen M. Saleh Mustafa menggambarkan kesiapan tenaga medis yang mendukung penanganan pasien Covid-19 di RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran. Sampai akhir pekan ini, terdapat 64 dokter yang terdiri dari 16 dokter spesialis dan 48 dokter umum yang menangani para pasien corona di Wisma Atlet. Selain itu ada 430 orang relawan yang terdiri dari TNI, Polri, hingga masyarakat sipil yang ikut membantu sebagai tenaga medis.

Selain itu, sebanyak 436 mahasiswa Politeknik Kesehatan I, II, III Jakarta bersama Poltekkes Banten dan Poltekkes Bandung juga turut dikerahkan sebagai relawan medis di Wisma Atlet Kemayoran. Mereka ditugaskan membantu perawatan gigi, laboratorium medis, perawat, farmasi, kebidanan, ahli gizi dan sanitarian.

Alat pelindung diri maupun instalasi medis untuk penanganan pasien Covid-19 seperti ventilator, reagen PCR, masker N95, googles mask, disposable mask, disposable glove, rapid test kit terus didatangkan dan distribusikan ke daerah-daerah yang membutuhkan.

Sejak Minggu (23/03/2020) sudah disalurkan 170 ribu APD ke sejumlah wilayah. Periode pertama sebanyak 100 ribu unit. Alokasi DKI Jakarta 40 ribu telah disebarkan ke seluruh wilayah Jakarta dengan pengawalan dari Kodam Jaya. Kemudian sebanyak 25.000 unit APD diterbangkan menuju Semarang, DI Yogyakarta, Surabaya dan Bali. Selanjutnya sebanyak 25.000 unit APD didistribusikan untuk wilayah Jawa Barat, Bogor dan Banten. Sedangkan 9.000 unit APD akan disimpan sebagai cadangan.

Untuk periode kedua, sebanyak 70.000 APD langsung didistribusikan menggunakan pesawat milik TNI AU ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Sebanyak masing-masing 2.000 APD di luar Jawa dan Bali. Untuk Sorong 2.000, Jayapura 2.000, Merauke 1.000, Kalimantan Timur 2.000, Kalimantan Selatan 2.000, Sumatera Utara 2.500, dan Kepulauan Riau 2.000 APD. Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah serta provinsi lainnya juga menerima dua ribu.

Pengiriman APD maupun peralatan medis akan terus berdatangan seiring dengan skala virus Corona yang terus membesar. Dukungan dalam bentuk kolaborasi dari pemerintah daerah, masyarakat sipil, BUMN, perguruan tinggi, pengusaha, tenaga pendidik, serta negara sahabat terus mengalir. Pemerintah telah menyiapkan diri untuk skenario terburuk dalam 1 hingga dua bulan ke depan.

Dari semua itu yang paling adalah disiplin menjaga diri masing-masing. Tetap tinggal di rumah sampai kondisi membaik. Biarkan masalah kesehatan ditangani oleh ahlinya. Tidak perlu menambah beban tenaga medis. Tagar "Kami Tetap Bekerja Untuk Kalian, Kalian Tetap di Rumah Untuk Kami" yang digaungkan oleh para pejuang kemanusiaan via media sosial dari kamar isolasi rumah sakit, puskesmas, laboratorium medis, farmasi, IGD dan kamar jenazah menjadi relevan. (kes/bnpd/antaranews/MCA Provinsi Jawa Timur/Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)