Momentum Baru Hijaukan Lagi Kalimantan

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Jumat, 14 Februari 2020 | 10:21 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 985


Jakarta, InfoPublik - Arboretum Sempaja. Begitulah warga kota Samarinda, Kalimantan Timur mengenal kawasan hijau seluas sekitar 2,5 hektar ini. Di kawasan ini, pengunjung bisa menemukan suasana adem. Ini berkat terpeliharanya sekitar 2.000-an individu tanaman dari sedikitnya 80 jenis taman hutan,  di mana 40% merupakan jenis Dipterocarpa (Meranti/Shorea), selebihnya ada kayu ulin yang diperkirakan berumur ratusan tahun. Ada juga tanaman kapur (Dryobalanops sp) dan agatis (Agathis borneensis) dan karet.

Lahan Arboretum Sempaja dikelola Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterocarpaceae (B2P2EHD) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Samarinda, Kaltim. Inilah kantor, dahulu bernama Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, yang dioperasikan sejak 1986. Peran utamanya adalah pelestarian sumber plasma nutfah, sarana pendidikan dan penelitian serta sebagai sarana rekreasi. Disamping itu, arboretum Dipterokarpa juga dapat berfungsi sebagai konservasi ex-situ dan sebagai sarana untuk memperkenalkan jenis-jenis pohon niagawi Kalimantan kepada masyarakat luas.

Keberadaan B2P2EHD dengan bekal pengalaman mengelola Arboretum Sempaja menyedot perhatian pemerhati lingkungan sejak ibu kota baru negara (IKN) dicanangkan Presiden Joko Widodo tahun 2019 lalu. Sejak itu B2P2EHD difungsikan untuk mendukung pembangunan persemaian modern di lokasi IKN Baru. Lembaga ini juga mendukung kerja sama untuk merestorasi dan merehabilitasi lubang-lubang bekas tambang yang ada di Kaltim agar menjadi areal yang produktif bagi masyarakat.

Hutan Kalimantan yang identik dengan jenis tanaman kelompok Meranti atau Dipterocarpaceae tentu memerlukan dukungan penelitian yang baik terkait ekosistem Dipterocarpaceae. Dengan dukungan hasil penelitian ini diharapkan akan meminimalkan kerusakan hutan yang mungkin timbul akibat pembangunan IKN baru.

Wakil Menteri LHK Alue Dohong menjelaskan, B2P2EHD sebagai bagian Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BLI KLHK) siap mendukung pemindahan IKN baru yang berkonsep Forest City, salah satunya melalui hasil-hasil penelitian tentang pemulihan lingkungan dan konservasi sumber daya alam dan ekosistem hutan.

Ibarat babat alas atau membangun ibu kota baru dari grassroot (lahan kosong) di bumi Kalimantan merupakan kebijakan progresif pemerintahan Joko Widodo. Presiden Joko Widodo menginginkan agar pengelolaan kawasan ibu kota baru membawa teknologi terbaik, inovasi terbaik, dan sistem kerja yang baik.

Presiden Jokowi di hadapan para bos media nasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (08/02/2020) menceritakan bahwa dari desain terpilih dari 257 karya yang ikut dalam sayembara desain ibu kota negara, pemerintah akhirnya memilih desain yang menerapkan gaya hidup perkotaan abad 21, rendah karbon, peduli pada lingkungan, green city, smart city, dan compact city.

Pertama yang ingin dibangun nanti di kawasan ibu kota negara baru, menurut Presiden, adalah nursery (pembibitan) untuk pohon-pohon karena ada 100 hektare dan 17 juta bibit pohon yang akan disiapkan untuk tahap pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.

Mengembalikan Fungsi Lingkungan

Pemerintah menyadari persoalan pemindahan IKN baru ke Kaltim membutuhkan daya dukung yang kuat baik secara ekologis, ekonomis dan sosial politik.

Oleh karena itu, dari segi ekologis, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mendukung persiapan pemindahan ibu kota negara menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis atau KLHS. Kebijakan KLHS yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 adalah kajian lingkungan yang ditujukan untuk memastikan kebijakan, rencana atau program pemerintah menjamin keberlanjutan serta meminimalkan dampak negatif dan risiko lingkungan hidup.

Plt Inspektur Jenderal KLHK, Laksmi Wijayanti mengungkapkan, pemindahan IKN memberikan momentum lompatan percepatan pemulihan kerusakan lingkungan dan penataannya kembali di Kalimantan Timur dan sekitarnya. Pemerintah tidak ingin pembangunan IKN dari grassroot ini dapat mengganggu habitat flora dan fauna. Apalagi, wilayah Kaltim selama ini berperan sebagai konservasi alam tidak hanya nasional tapi sudah mendunia.

Dalam proses KLHS, beberapa langkah yang telah dilakukan di antaranya adalah berdialog serta mengumpulkan data dan informasi tentang ekosistem mangrove, sebaran habitat, ruang hidup dan ruang gerak satwa liar daratan seperti orang utan dan bekantan; perairan seperti pesut, lumba-lumba, dan buaya, maupun berbagai ragam lainnya seperti berbagai jenis burung.

KLHS juga bakal menganalisis karakter daya dukung lingkungan, khususnya kecenderungan perubahan lingkungan dari masa ke masa yang memengaruhi siklus tata air dan pasokan air. Faktor tekanan-tekanan pada hutan maupun kawasan-kawasan lindung akan menjadi perhatian penting.

Berdasarkan data kawasan hutan Provinsi Kalimantan Timur yang mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.718/Menhut-II/2014 tanggal 29 Agustus 2014, calon IKN yang berada pada sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara bisa berada pada kawasan hutan yaitu ada Taman Hutan Raya, Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi, serta bukan kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain.

Untuk itu, dalam proses penyusunan KLHS, perlu adanya revisi Tata Ruang di sana. Pemerintah Provinsi Kaltim dalam merespons rencana pembangunan IKN baru ini perlu mengubah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) segera mungkin.

Percepatan penggunaan, pemanfaatan, atau pelepasan kawasan hutan untuk calon lokasi IKN dapat ditempuh melalui beberapa alternatif, di antaranya perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, melalui revisi RTRW atau perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan secara parsial.

Dari konsep yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas bersama KLHK konsep IKN baru bercirikan "Smart, Green, Beautiful dan Sustainable". Secara jelas pemerintah akan menerapkan Forest City seperti halnya di Brasilia City, Brasil. Setidaknya kawasan ibu kota baru nanti memiliki ruang terbuka hijau (RTH) minimal 50% dari total luas area (56.000 hektare), yang terintegrasi dengan bentang alam yang ada dan daerah aliran sungai (DAS), serta menyesuaikan dengan struktur topografi. Konsep ini diharapkan dapat sejalan dengan upaya perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati.

Pusat pemerintahan di IKN baru ini akan berada di tengah-tengah kawasan cagar alam/taman nasional, koridor ekologis dan koridor hijau.

Bagaimana dengan pasokan listrik di IKN baru? Bappenas merencanakan akan memanfaatan energi terbarukan dan rendah karbon dengan memakai listrik tenaga gas. Penyaluran transmisi listrik dengan efficient power grid, street and building lighting, dan smart grid.

Ibu kota baru ini juga akan menjalankan efisiensi dan konservasi energi di antaranya melalui penerapan green building design, circular water management system, efficient lighting system, dan district cooling system.

Bak kota masa depan, warga IKN nanti akan didorong menggunakan transportasi publik non-motorized (motor listrik/LRT/sepeda) terintegrasi dengan kendaraan bermotor untuk menekan polusi serta menjaga ekosistem forest city.

Meski bumi Kalimantan secara geografis dinilai aman dari jalur kebencanaan alam tektonik atau vulkanik, desain IKN tetap dibuat adaptif, tangguh dan responsif terhadap bencana (resilient). Mengingat Kalimantan justru rawan terhadap bencana lainnya seperti kebakaran hutan dan lahan maupun banjir.

Sejumlah lubang eks pertambangan batubara di sekitar kawasan IKN juga menjadi prioritas untuk dihijaukan kembali. Dari 75% dari area total 256.000 hektare akan dikembalikan menjadi kawasan hijau alami.

Di samping itu, pemerintah juga akan memulihkan pemulihan hutan yang terdegradasi, konversi perkebunan kelapa sawit menjadi cagar alam atau area produksi pangan serta merehabilitasi area bekas tambang di 109 lokasi. KLHK bersama instansi terkait juga akan mengatasi beberapa ecological footprint yang selama ini menjadi ganjalan di Kalimantan. Penataan lingkungan ini tidak hanya di kawasan IKN baru namun termasuk daerah-daerah satelitnya seperti Balikpapan, Samarinda dan Banjarmasin.

Satu hal, pemerintah juga menyusun desain kota baru tersebut dengan mempertimbangkan jumlah penduduk yang akan dipindahkan. Tentunya diperlukan strategi untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan menyesuaikan kemajuan proses pemulihan lingkungan, proteksi sistem ekologi dan perkembangan teknologi. (wis)