Pertimbangan Pilkada Sesuai Jadwal

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Selasa, 22 September 2020 | 13:07 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 704


Jakarta, InfoPublik - Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal pada 9 Desember 2020 demi menjaga hak konstitusi rakyat, yakni hak dipilih dan hak memilih. Namun demikian, pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi klaster baru pilkada.

Presiden Joko Widodo menegaskan hal itu menanggapi desakan banyak pihak untuk menunda dulu penyelenggaraan Pilkada 2020, seperti disampaikan Juru Bicara Presiden M Fadjroel Rachman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (21/9/2020).

Adapun salah satu pertimbangan dilanjutkannya tahapan-tahapan Pilkada 2020 adalah karena sampai saat ini tidak ada satu pihak pun yang tahu atau dapat memastikan kapan pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) ini berakhir.

Selain itu, sejak Covid-19 ini mewabah di seluruh dunia sejak awal tahun, banyak negara juga telah menggelar pemilihan umum (pemilu), baik tingkat lokal maupun nasional, dan berlangsung dengan sukses dalam artian aman dan tetap demokratis. Sebut saja Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan. Kuncinya satu, yaitu penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Oleh karenanya, pemerintah mengajak semua pihak untuk bergotong-royong mencegah potensi klaster baru penularan Covid-19 pada setiap tahapan pilkada dengan disiplin protokol kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomort 6 Tahun 2020, pelaksanaan Pilkada 2020 harus menerapkan protokol kesehatan tanpa mengenal warna zonasi wilayah. Ditambah semua kementerian dan lembaga terkait juga sudah mempersiapkan segala upaya untuk menghadapi pesta demokrasi ini dengan kepatuhan pada protokol kesehatan dan penegakan hukum.

Makanya, menurut Presiden, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi seharusnya menjadi momentum menampilkan inovasi baru bagi masyarakat bersama penyelenggara negara untuk bangkit bersama dan menjadikan pilkada sebagai ajang adu gagasan untuk meredam dan memutus rantai penyebaran Covid-19.

"Sekaligus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional serta menjaga keberlanjutan sistem pemerintahan demokratis sesuai dengan ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945,” demikian akhir keterangan tertulis Jubir Presiden.

Perppu dan Revisi PKPU

Guna mendukung terwujudnya disiplin protokol kesehatan selama tahapan Pilkada 2020, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah mengkaji dua pilihan, yakni menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk pilkada serentak 2020 atau revisi PKPU.

Apabila yang dipilih adalah perppu, pemerintah juga masih mengkaji apakah yang diterbitkan nanti mengatur protokol kesehatan Covid-19 secara keseluruhan, mulai dari pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum, atau hanya terbatas pada penegakan protokol kesehatannya saja.

Merespons ini, KPU setidaknya memberikan lima usulan terkait teknis penyelenggaraaan tahapan pilkada jika nantinya perppu menjadi pilihan yang akan diambil oleh pemerintah. Pertama, metode pemungutan suara dapat dilakukan melalui Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Kotak Suara Keliling (KSK).

Selama ini, metode pemungutan suara hanya melalui TPS. Namun di tengah pandemi, metode KSK yang sebelumnya biasa digunakan bagi para WNI yang tinggal di luar negeri dapat dibolehkan dan menjadi alternatif untuk menjemput pemilih yang takut pergi ke TPS atau pemilih yang positif Covid-19 maupun yang sedang menjalani isolasi mandiri.

Kedua, waktu pemungutan suara dilaksanakan mulai pukul 07.00 hingga 15.00 waktu setempat. Hal ini bertujuan untuk semakin mengurai waktu kedatangan pemilih ke TPS sehingga semakin terhindar dari kerumunan.

Ketiga, rekapitulasi hasil penghitungan suara dilaksanakan secara manual atau elektronik. KPU sendiri saat ini KPU sedang membangun sistem E-Rekap. Bila hal ini dimasukan ke dalam perppu, maka akan menjadi payung hukum yang lebih pasti. Sedangkan pengaturan secara teknisnya dapat diatur dalam PKPU.

Keempat, kegiatan kampanye dalam bentuk lain sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (1) huruf g UU Pilkada hanya dibolehkan secara daring. Kalaupun tidak masuk dalam perppu, KPU akan mengatur melalui revisi PKPU.

Terakhir, KPU mengusulkan adanya sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi bagi pelanggar protokol kesehatan Covid-19 yang penegakan hukumnya dapat dilakukan oleh Bawaslu maupun aparat penegak hukum lain.

Jadi Contoh Masyarakat

Sementara itu, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 meminta semua pasangan calon (paslon) peserta pilkada untuk membantu pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 dengan menjadi contoh bagi masyarakat dalam penerapan disiplin protokol kesehatan.

Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito merespons data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyebut ada 243 pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan bakal paslon maupun partai politik pada tahapan pendaftaran Pilkada 2020.

“Beberapa pelanggaran tersebut di antaranya ada (kandidat) yang positif (Covid-19) saat mendaftar. Terjadinya kerumunan arak-arakan pendukung, tidak menjaga jarak, dan tidak melampirkan hasil swab saat mendaftar,” ungkap Wiku dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (17/9/2020) lalu.

Hingga 14 September 2020, menurut data KPU, ada 60 bakal paslon dinyatakan positif. Padahal, mereka seharusnya bisa memberi contoh disiplin protokol kesehatan yang baik kepada masyarakat.

Pada sisi lain, harus juga ada upaya antisipasi kegiatan-kegiatan kampanye yang berpotensi menimbulkan kerumunan, seperti konser musik, sehingga Satgas Penangangan Covid-19 meminta agar dilakukan penyesuaian dengan cara-digital digital tanpa mengumpulkan massa secara fisik.

Sedangkan berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, saat ini ada 45 kabupaten/kota masuk dalam zona merah yang tersebar pada 14 provinsi yang menjalankan Pilkada 2020.

Rinciannya adalah Sumatra Utara (5), Sumatra Barat (4), Riau (4), Kepulauan Riau (2), Banten (1), Jawa Barat (1), Jawa Tengah (1), Jawa Timur (3), Bali (6), Sulawesi Selatan (1), Sulawesi Utara (1), Kalimantan Selatan (6), Kalimantan Tengah (4) dan Kalimantan Timur (5). Data ini masih bisa berubah mengingat tahapan pemungutan suara masih ada waktu dua bulan lagi.

“Artinya, pengetatan protokol kesehatan wajib dilakukan di semua rangkaian kegiatan pilkada. Ini harus menjadi catatan penting untuk semua daerah. Jangan menciptakan kerumunan karena berisiko meningkatkan penularan. Semua kegiatan yang berpotensi mengumpulkan massa itu dilarang,” tegas Wiku.

Maklumat Kapolri

Dukungan terhadap upaya penengakan disiplin protokol kesehatan Covid-19 dalam setiap tahapan Pilkada 2020 juga datang dari Kepolisian RI (Polri). Senin (21/9/2020) kemarin, Kapolri Jenderal Idham Azis telah menerbitkan Maklumat untuk mencegah terciptanya klaster baru penyebaran Covid-19 selama masa pilkada.

Maklumat Kapolri bernomor Mak/3/IX/2020 Tentang Kepatuhan Terhadap Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Pemilihan Tahun 2020 itu menegaskan bahwa asas Salus Populi Suprema Lex Esto atau keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi adalah yang menjadi fokus utama.

Dikeluarkannya Maklumat Kapolri ini merupakan kelanjutan dari instruksi Presiden terkait pencegahan penyebaran Covid-19 dan diharapkan para paslon beserta pendukungnya bisa benar-benar menerapkan protokol kesehatan.

Adapun isi Maklumat Kapolri Tentang Kepatuhan Terhadap Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Pemilihan Tahun 2020, yakni:

1. Dalam pelaksanaan pemilihan 2020, tetap mengutamakan keselamatan jiwa dengan mematuhi kebijakan dan peraturan pemerintah terkait penanganan, pencegahan, serta protokol kesehatan Covid-19;

2. Penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan, pemilih, dan seluruh pihak yang terkait para setiap tahapan wajib menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dengan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan;

3. Pengerahan massa pada setiap tahapan pemilihan tidak melebihi batasan jumlah massa yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilihan; dan

4. Setelah selesai melaksanakan setiap kegiatan tahapan, semua pihak yang terlibat dan masyarakat agar segera membubarkan diri dengan tertib tanpa arak-arakan, konvoi, atau sejenisnya.

Apabila nantinya ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat tersebut, maka Kapolri mewajibkan setiap anggota Polri untuk melakukan tindakan kepolisian yang diperlukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)