Kampanye Pilkada Bebas Covid-19

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Senin, 21 September 2020 | 11:53 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 926


Jakarta, InfoPublik - Tahapan pendaftaran bakal pasangan calon (paslon) peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 telah selesai. Pada Rabu (23/9/2020) esok, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menetapkan siapa saja paslon yang lolos. Artinya, tak lama lagi tahapan masa kampanye akan segera dimulai.

Bila merujuk pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020, maka para paslon dapat memulai kampanye mulai 26 September hingga 5 Desember 2020. Terkait itu, ada satu hal yang akhir-akhir ini menjadi perhatian di masyarakat, yakni dibolehkannya konser musik sebagai salah satu metode kampanye.

KPU mengakomodasi metode tersebut melalui PKPU Nomor 10 Tahun 2020 di mana pada Pasal 63 disebutkan bahwa paslon dapat menggelar kegiatan kampanye dalam bentuk lain yang tidak melanggar larangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun bentuk kegiatan lain yang dimaksudk antara lain rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; peringatan hari ulang tahun partai politik; dan/atau melalui media sosial.

Dalam kondisi normal tentu seluruh kegiatan di atas, termasuk konser, sah-sah saja dilaksanakan. Namun, di tengah situasi pandemi seperti sekarang, banyak pihak menilai hal tersebut justru akan menambah klaster penyebaran virus corona jenis baru (Covid-19) yang sampai saat ini belum ada vaksinnya.

Pasalnya, berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, ada 45 kabupaten/kota masuk dalam zona merah yang tersebar pada 14 provinsi yang menjalankan Pilkada serentak.

Rinciannya adalah Sumatra Utara (5), Sumatra Barat (4), Riau (4), Kepulauan Riau (2), Banten (1), Jawa Barat (1), Jawa Tengah (1), Jawa Timur (3), Bali (6), Sulawesi Selatan (1), Sulawesi Utara (1), Kalimantan Selatan (6), Kalimantan Tengah (4) dan Kalimantan Timur (5). Data ini masih bisa berubah mengingat tahapan pemungutan suara masih ada waktu dua bulan lagi.

Di samping itu, berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga 6 September 2020, ada sebanyak 243 bakal paslon diduga melanggar aturan protokol kesehatan Covid-19 saat menjalani tahapan pendaftaran. Belum lagi sedikitnya 63 bakal paslon diketahui terkonfirmasi positif Covid-19. Bahkan, kabar terbaru menyebut Ketua KPU Arief Budiman juga ikut terpapar.

Karenanya, wajar bila banyak pihak mengkhawatirkan adanya klaster baru akibat dibolehkannya kampanye dengan metode konser musik yang berpotensi mengumpulkan banyak orang dalam satu tempat.

Terkait ini, KPU menjelaskan bahwa pihaknya tidak dapat mengubah aturan tersebut karena seluruh metode kampanye yang dibolehkan dalam PKPU 10/2020 sudah berlandaskan Undang-Undang (UU) Pilkada dan KPU tidak memiliki kewenangan untuk mengubah atau meniadakannya.

Melihat adanya keterbatasan tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah mengkaji dua pilihan, yakni menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk pilkada serentak 2020 atau revisi PKPU.

Apabila yang dipilih adalah perppu, pemerintah juga masih mengkaji apakah yang diterbitkan nanti mengatur protokol kesehatan Covid-19 secara keseluruhan, mulai dari pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum, atau hanya terbatas pada penegakan protokol kesehatannya saja.

Merespons ini, KPU setidaknya memberikan lima usulan terkait teknis penyelenggaraaan tahapan pilkada jika nantinya perppu menjadi pilihan yang akan diambil oleh pemerintah. Pertama, metode pemungutan suara dapat dilakukan melalui Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Kotak Suara Keliling (KSK).

Selama ini, metode pemungutan suara hanya melalui TPS. Namun di tengah pandemi, metode KSK yang sebelumnya biasa digunakan bagi para WNI yang tinggal di luar negeri dapat dibolehkan dan menjadi alternatif untuk menjemput pemilih yang takut pergi ke TPS atau pemilih yang positif Covid-19 maupun yang sedang menjalani isolasi mandiri.

Kedua, waktu pemungutan suara dilaksanakan mulai pukul 07.00 hingga 15.00 waktu setempat. Hal ini bertujuan untuk semakin mengurai waktu kedatangan pemilih ke TPS sehingga semakin terhindar dari kerumunan.

Ketiga, rekapitulasi hasil penghitungan suara dilaksanakan secara manual atau elektronik. KPU sendiri saat ini KPU sedang membangun sistem E-Rekap. Bila hal ini dimasukan ke dalam perppu, maka akan menjadi payung hukum yang lebih pasti. Sedangkan pengaturan secara teknisnya dapat diatur dalam PKPU.

Keempat, kegiatan kampanye dalam bentuk lain sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (1) huruf g UU Pilkada hanya dibolehkan secara daring. Kalaupun tidak masuk dalam perppu, KPU akan mengatur melalui revisi PKPU.

Terakhir, KPU mengusulkan adanya sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi bagi pelanggar protokol kesehatan Covid-19 yang penegakan hukumnya dapat dilakukan oleh Bawaslu maupun aparat penegak hukum lain.

Apapun langkah yang akan dipilih nantinya, pemerintah dan penyelenggara sepakat mendorong para paslon peserta pilkada serentak 2020 sebisa mungkin untuk memindahkan kegiatan kampanye yang berpotensi mengumpulkan masa ke ranah digital.

Seperti konser virtual misalnya. Toh dalam beberapa bulan terakhir sudah banyak konser virtual yang digelar dan berjalan dengan sukses. Belum lagi biaya yang dikeluarkan juga pastinya tidak akan sebesar ketika konser digelar secara tatap muka.

Pun demikian, momentum pilkada di tengah pandemi seharusnya dapat dimanfaatkan oleh para paslon sebagai materi kampanye. Selain membantu upaya pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 di Tanah Air, di saat yang bersamaan juga dapat menjadi nilai lebih bagi paslon apabila terbukti dapat menjadi panutan dalam menjalankan protokol kesehatan. (Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)