Dunia Tolak Aneksasi Palestina

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Jumat, 3 Juli 2020 | 21:04 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 964


Jakarta, InfoPublik - Rencana aneksasi atau pencaplokan wilayah Palestina di Tepi Barat oleh Israel pada awal Juli 2020 akhirnya tidak terjadi. Tapi, ini bukan berarti tidak akan terealisasi di masa mendatang, atau bahkan dalam waktu dekat. Pasalnya, sejarah mencatat Israel sudah berkali-kali menganeksasi wilayah Palestina sejak 1940-an.

Semula, Israel berencana memulai aneksasi wilayah Tepi Barat pada 1 Juli 2020. Namun Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi menyebut itu tidak mungkin dilakukan mengingat adanya perselisihan antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengenai waktu pelaksanaan aneksasi. Jadi, bisa disimpulkan rencana aneksasi hanya lah tertunda.

Karenanya, Indonesia berkomitmen terus mengampanyekan dukungan bagi kemerdekaan Palestina di berbagai forum internasional untuk menolak upaya pencaplokan wilayah oleh Israel. Sampai saat ini, upaya diplomasi yang dipimpin Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi terbukti membuahkan hasil.

Kabar terakhir, surat untuk menggalang dukungan yang dikirim Menlu Retno tertanggal 27 Mei 2020 mendapat respons positif dan didukung oleh banyak pihak dan negara. Sebut saja Afrika Selatan, Brunei Darussalam, Malaysia, Tiongkok, Jepang, Rusia, Tunisia, Vietnam, Mesir, Yordania, Irlandia, Prancis, dan lain sebagainya, termasuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Dalam surat tanggapan yang diterima Menlu Retno, negara-negara tersebut mendukung langkah Indonesia yang memobilisasi komunitas internasional guna mencegah dan menolak rencana aneksasi Israel terhadap Palestina.

Selain itu, banyak negara juga terus menggemakan dukungan bagi upaya perdamaian yang berkelanjutan untuk mencapai solusi dua negara (two-state solution) yang dianggap sebagai penyelesaian paling ideal untuk konflik antara Palestina dan Israel.

"Ada kepedulian bersama bahwa aneksasi tidak hanya akan mengancam stabilitas regional dan global, tetapi juga merusak upaya mitigasi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) secara efektif," kata Menlu Retno dalam konferensi pers secara daring dari Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Selain mengirim surat, Menlu Retno juga telah mengampanyekan penolakan upaya aneksasi ini secara langsung dalam Pertemuan Terbuka (Open Debate) Dewan Keamanan (DK) PBB yang dilakukan secara virtual pada 24 Juni 2020.​

Bersama Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia memprakarsai penyelenggaraan pertemuan DK ini di tingkat Menteri guna membahas rencana aneksasi Israel. Pertemuan dihadiri Sekretaris Jenderal PBB, Sekretaris Jenderal Liga Arab, UN Special Coordinator for the Middle East Peace Process, Menlu Palestina, dan Menlu dari beberapa negara anggota DK PBB.

Pada kesempatan tersebut, dirinya menegaskan bahwa rakyat Palestina sudah terlalu lama mengalami ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan situasi kemanusiaan yang buruk. Bahkan, Menlu Retno menyebut aneksasi merupakan ancaman bagi masa depan bangsa Palestina.

“Pilihan ada di tangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional, atau menutup mata dan berpihak di sisi lain yang memperbolehkan tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional," tuturnya.

Lebih lanjut Menlu Retno pun menyampaikan tiga alasan mengapa masyarakat internasional harus menolak rencana aneksasi Israel.

Pertama, rencana aneksasi formal Israel terhadap wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional. Dengan memperbolehkan aneksasi, artinya akan membuat preseden buruk di mana penguasaan wilayah dengan cara aneksasi adalah perbuatan legal dalam hukum internasional.

Kedua, rencana aneksasi formal Israel ini merupakan ujian bagi kredibilitas dan legitimasi DK PBB di mata dunia internasional. Maka itu, DK PBB harus cepat mengambil langkah yang sejalan dengan Piagam PBB.

Ketiga, aneksasi formal Israel akan merusak seluruh prospek perdamaian dan menciptakan instabilitas di kawasan dan dunia. Untuk itu, terdapat urgensi adanya proses perdamaian yang kredibel di mana seluruh pihak berdiri sejajar.

“Ketidakadilan terjadi bukan karena absennya keadilan itu sendiri. Ketidakadilan terjadi karena kita membiarkan hal itu terjadi. Ini waktunya kita hentikan ketidakadilan tersebut," tegas Menlu Retno.

Dukungan Parlemen Dunia

​Di samping pemerintah negara-negara sahabat, dukungan atas seruan Indonesia untuk menolak upaya aneksasi wilayah Palestina oleh Israel juga datang dari kalangan parlemen dunia. Dukungan tersebut tercetus dalam pertemuan peringatan Hari Parlemen Dunia yang berlangsung di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senayan, Jakarta, Selasa (30/06/2020).

Dalam kesempatan itu, DPR RI memprakarsai Pernyataan Bersama para anggota parlemen seluruh dunia untuk menolak aneksasi Israel terhadap wilayah Palestina. Pernyataan Bersama tersebut mendapatkan dukungan lebih dari 200 anggota parlemen dari 34 negara. Kemlu pun mengapresiasi langkah DPR RI yang dinilai sejalan dengan agenda diplomasi pemerintah Indonesia.

“Sejauh ini, pemerintah telah secara aktif menyuarakan desakan penghentian rencana aneksasi Israel melalui berbagai forum internasional. Untuk itu, Pernyataan Bersama para anggota parlemen dunia ini merupakan wujud sinergi dan kemitraan pemerintah dan DPR RI dalam memperkuat dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu Febrian Ruddyard dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (1/7/2020).

Dalam Pernyataan Bersama itu, para anggota parlemen dari berbagai belahan dunia mengutuk keras dan menolak rencana aneksasi Israel terhadap wilayah Palestina yang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan tatanan global.

Selain itu, para anggota parlemen dunia juga menyerukan bagi Israel untuk menghentikan semua tindakan ilegalnya, khususnya di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Lebih jauh, sebagai “pihak yang menduduki", Israel juga diminta bertanggungjawab untuk melindungi keselamatan dan keamanan rakyat Palestina.

Selanjutnya, para anggota parlemen dunia menggarisbawahi pula solidaritas dan komitmennya kepada rakyat Palestina, termasuk hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Maka itu, para anggota parlemen dunia meminta masyarakat internasional untuk tetap teguh dalam komitmennya melindungi solusi dua negara dan keprihatinan terkait aneksasi yang terjadi saat pandemi.

Sejarah Dukungan Indonesia

Sikap pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap perjuangan Palestina atas kemerdekaannya tidak pernah padam dan berubah seiring perjalanan waktu. Indonesia termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan Palestina setelah dideklarasikannya Negara Palestina di Aljazair, 15 November 1988.

Sejak saat itu, Indonesia terlibat aktif dalam berbagai perjuangan Palestina yang dituangkan dalam kerja sama di berbagai bidang, termasuk peningkatan kapasitas.

Sebagai wujud dukungan lebih lanjut Indonesia kepada Palestina, pada 19 Oktober 1989, di Jakarta, telah ditandatangani "Komunike Bersama Pembukaan Hubungan Diplomatik" antara Menlu RI Ali Alatas dan Menlu Palestina Farouq Kaddoumi yang sekaligus menandai pembukaan Kedutaan Besar Palestina di Jakarta.

Duta Besar (Dubes) pertama Palestina untuk Indonesia menyerahkan Surat Kepercayaannya kepada Presiden RI Soeharto pada 23 April 1990. Sebaliknya, Pemerintah RI menetapkan bahwa Duta Besar RI di Tunis juga diakreditasikan bagi Palestina. Sejak 1 Juni 2004, akreditasi Palestina berada di bawah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yordania.

Sejak itu, melalui berbagai forum, termasuk PBB, OKI, dan Gerakan Non-Blok (GNB), Indonesia secara konsisten menyuarakan dukungan terhadap perjuangan Palestina untuk memperoleh kemerdekaan dan kedaulatannya secara penuh.

Dalam kaitan ini, Indonesia termasuk dalam negara-negara yang telah memberikan suara dukungan sehingga Palestina dapat menjadi anggota ke-195 Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Budaya (UNESCO) PBB pada 31 Oktober 2011, dan memperoleh status "negara" (non-member observer state), dari sebelumnya hanya berstatus "entitas" (non-member observer entity), dalam keputusan Sidang Majelis Umum PBB pada 29 November 2012.

Kemudian pada 10 September 2015, Majelis Umum PBB mengesahkan rancangan resolusi yang memperkenankan pengibaran bendera negara-negara peninjau PBB (Tahta Suci Vatikan dan Palestina) di Markas dan kantor-kantor PBB melalui pemungutan suara, dengan hasil 119 mendukung, 45 abstain, dan 8 menolak.

Indonesia menjadi salah satu co-sponsor dan memberikan suara mendukung dalam pemungutan suara itu. Selain Indonesia, Palestina memperoleh co-sponsorship dari 54 negara yang lain.

Selama 2015, Indonesia juga menjadi tuan rumah dua konferensi, yaitu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika pada bulan April dalam rangka memperingati 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955. KTT tersebut menghasilkan deklarasi khusus mengenai dukungan kepada Palestina.

Konferensi kedua adalah International Conference on the Question of Jerusalem yang diselenggarakan pada 14-15 Desember dan UN Civil Society Forum on the Question of Palestine pada 16 Desember, yang diselenggarakan PBB di Jakarta atas kerja sama dengan OKI dan pemerintah Indonesia.

Sementara pada tataran bilateral, Indonesia dan Palestina belum dapat merealisasikan banyak kerja sama nyata sehubungan dengan keterbatasan yang dialami Palestina akibat pendudukan Israel. Namun demikian, sejak 13 Maret 2016, Indonesia telah memiliki Konsul Kehormatan yang terletak di Ramallah, yang bertugas antara lain mempromosikan kerja sama antara kedua negara.

Tidak bisa dipungkiri, selama beberapa dekade hingga sekarang, Palestina telah menjadi sasaran kebijakan Israel untuk menggusur rakyat Palestina dari tanah mereka sendiri. Pengungsi Palestina terkungkung dalam pengungsian terbesar dan terlama di dunia, dan warga Palestina terus menanggung penjajahan terpanjang dalam sejarah kontemporer.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, permasalahan Palestina itu pun menjadi pembahasan yang terus berlanjut dan berlarut-larut di berbagai forum internasional. Di antara banyak negara yang mendukung perjuangan Palestina, Indonesia adalah salah satu negara terdepan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina.

Indonesia selama ini secara sinergis membantu upaya perjuangan Palestina melalui dukungan politik serta bantuan kemanusiaan, juga peningkatan kapasitas bagi rakyat Palestina, baik melalui mekanisme bilateral, trilateral, maupun forum multilateral. Indonesia berkomitmen untuk terus mengawal perjuangan bangsa Palestina. (Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamad Torokman)