Bukan Sembarang Membebaskan

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Sabtu, 4 April 2020 | 02:31 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 949


Jakarta, InfoPublik - Kekhawatiran akan tertular penyakit Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) tidak hanya dirasakan oleh masyarakat umum saja. Perasaan tersebut nyatanya juga melanda mereka yang berstatus sebagai narapidana.

Terlebih, jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Indonesia saat ini harus diakui sudah melebihi kapasitas dari seluruh Unit Pelaksana Tugas (UPT) pemasyarakatan, yakni lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan (rutan), dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Bisa dibayangkan, jika satu saja WBP di dalam sebuah tempat yang penuh dengan orang tersebut dinyatakan positif Covid-19, penyebaran virus corona jenis baru tersebut pasti tak terelakkan. Bahkan isa jadi akan semakin masif.

Maka itu, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memutuskan untuk membebaskan lebih cepat sejumlah narapidana dan anak melalui pemberian hak asimilasi dan integrasi. Tentunya, dengan persyaratan yang ketat dan tidak asal membebaskan.

Sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Seperti peribahasa tersebut, langkah ini pun dinilai dapat mengatasi dua masalah sekaligus, yakni mengurangi beban UPT pemasyarakatan yang sudah kelebihan kapasitas dan memutus penyebaran Covid-19 di Tanah Air.

Adapun payung hukum untuk melakukan langkah ini ada dua. Pertama, Peraturan Menkumham (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Integrasi Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.

Kedua, Keputusan Menkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Melalui kedua peraturan tersebut, Kemenkumham menargetkan dapat membebaskan 30.000 WPB atau bahkan lebih dalam kurun waktu tujuh hari.

Ditegaskan dalam Permenkumham 10/2020 bahwa narapidana dan anak yang berhak mendapatkan asimilasi dan integrasi adalah mereka yang melakukan tindak pidana selain terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi.

Sebagai informasi, asimilasi dalam peraturan tersebut dijelaskan sebagai proses pembinaan narapidana dan anak yang dilaksanakan dengan membaurkan mereka dalam kehidupan masyarakat.

Dalam kasus wabah Covid-19 seperti sekarang ini, asimilasi dilaksanakan di rumah dengan pembimbingan dan pengawasan petugas Badan Pemasyarakatan.

Adapun kriteria narapidana yang bisa keluar melalui pelaksanaan asimilasi di rumah adalah mereka yang 2/3 masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020. Sementara bagi anak ditentukan 1/2 masa pidananya yang juga jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.

Kemudian narapidana dan anak tersebut tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak WBP, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan warga negara asing (WNA).

Hak asimilasi tersebut harus dilaksanakan di rumah sampai dengan dimulainya integrasi berupa Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, rutan, dan LPKA.

Sementara pembebasan narapidana dan anak melalui integrasi, sesuai aturan ini, harus memenuhi kriteria telah menjalani 2/3 masa pidana bagi narapidana dan 1/2 masa pidana bagi anak. Sama seperti aturan asimilasi, integrasi juga hanya berlaku bagi narapidana dan anak yang tidak terkait dengan PP 99/2012, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan WNA.

Usulan pembebasan dengan integrasi ini dilakukan melalui sistem database pemasyarakatan, di mana surat keputusannya diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham.

Berdasarkan data Ditjen PAS, sejak berlakunya peraturan ini pada akhir Maret 2020 hingga 3 April 2020 pukul 11.00 WIB, sebanyak 29.140 WPB telah dibebaskan. Rinciannya, 19.267 orang melalui asimilasi dan 9.873 melalui integrasi.

Adapun lima wilayah terbanyak yang melakukan pembebasan bersyarat ini adalah Sumatra Utara 7.410 orang (3.833 asimilasi dan 3.577 integrasi), Jawa Tengah 3.425 orang (2.118 asimilasi dan 1.307 integrasi), Lampung 2.416 orang (2.013 asimilasi dan 403 integrasi), Aceh 1.684 orang (926 asimilasi dan 758 integrasi), dan Jawa Timur 1.576 orang (1.421 asimilasi dan 155 integrasi).

Sementara itu, berdasarkan data smslas.ditjenpas.go.id per 21 Maret 2020, jumlah WBP di seluruh Indonesia adalah sebanyak 272.050 orang dengan rincian 206.086 narapidana dan 65.964 tahanan.

Sedangkan data Gugus Tugas Penanganan Covid-19 per 2 April 2020 pukul 16.00 WIB, tercatat kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.790, di mana 112 orang dinyatakan sembuh dan 170 meninggal.

Tak Hanya Indonesia

Langkah serupa tampaknya tidak hanya dilakukan oleh Indonesia saja. Sejumlah negara juga memutuskan untuk membebaskan narapidana dari penjara untuk memutus penyebaran virus corona jenis baru, SARS-CoV-2.

Pertama adalah Iran. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah mengampuni 10.000 tahanan, termasuk para tahanan politik, untuk menghormati tahun baru Iran pada 20 Maret 2020 lalu.

"Mereka yang akan diampuni tidak akan kembali ke penjara. Hampir setengah dari para tahanan terkait keamanan akan diampuni juga," kata Juru Bicara Kementerian Kehakiman Iran Gholamhossein Esmaili kepada televisi pemerintah, sebagaimana dilansir Reuters pada 19 Maret 2020.

Esmaili mengatakan Iran telah membebaskan sementara sekitar 85.000 orang dari penjara, termasuk tahanan politik, sebagai respons terhadap epidemi Covid-19. Sehingga, total narapidana yan dibebaskan sebanyak 95.000.

Mengutip worldometers, hingga 3 April 2020, tercatat ada 59.468 kasus positif di Iran, di mana 3.160 orang dinyatakan meninggal dan 16.711 lainnya sembuh.

Kedua adalah Tunisia. Pada 31 Maret 2020, Kantor Kepresidenan Tunisa mengumumkan akan membebaskan 1.420 tahanan dalam bentuk amnesti untuk meringankan kepadatan di penjara. Menurut pernyataan itu, Presiden Kais Saied juga memerintahkan peningkatan tindakan sanitasi di penjara.

Adapun hingga 3 April 2020, Tunisia mencatat sebanyak 455 kasus positif Covid-19. Total kematiannya 14 orang dan dinyatakan sembuh 5 orang.

Ketiga adalah Amerika Serikat (AS). Wali Kota New York pada 19 Maret 2020 mengatakan bahwa pihaknya telah melepaskan tahanan yang rentan terinfeksi Covid-19. Langkah itu diambil beberapa hari setelah Pemerintah Los Angeles dan Cleveland membebaskan ratusan tahanan.

Selain itu, Pemerintah New Jersey dikabarkan juga akan membebaskan hingga 1.000 narapidana demi menangkal penyebaran virus SARS-CoV-2.

Hingga 3 April 2020, AS tercatat menjadi negara dengan kasus positif tertinggi di dunia, yakni mencapai 245.373 orang, dengan angka kematian sebanyak 6.095 orang dan 10.403 orang lainnya mengalami kesembuhan.

Terakhir adalah Afghanistan. Melansir Reuters, pada 27 Maret 2020, Afghanistan akan membebaskan 10.000 tahanan berusia di atas 55 tahun untuk membendung penyebaran virus corona jenis baru itu. Adapun para tahanan yang dibebaskan tidak termasuk anggota kelompok militan Taliban atau ISIS, dan prosesnya akan selesai dalam 10 hari.

"Presiden mengeluarkan dekrit bahwa beberapa ribu tahanan akan segera dibebaskan akibat virus corona," kata seorang pejabat di kantor Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.

Di Afghanistan sendiri, data per 3 April 2020 mencatat ada 273 orang dinyatakan positif terjangkit Covid-19, 6 orang meninggal dunia, dan 10 orang sembuh.

Menekankan 4 Hal

Menurut Plt. Dirjen PAS Kemenkumham Nugroho, ada empat hal yang ditekankan oleh Menkumham Yasonna H Laoly dalam pelaksanaan Permenkumham 10/2020 ini. Pertama adalah tidak boleh dan dilarang keras ada pungutan liar (pungli).

"Tidak boleh ada alasan-alasan dipersulit supaya ada pungutan. Bagi siapa saja yang terdengar ada laporan, akan ditindak dengan tegas kalau melakukan pungutan dalam program pengeluaran ini," kata Nugroho dalam konferensi pers virtual, Rabu (1/4/2020).

Kedua, sebelum narapidana dan anak dibebaskan, mereka harus menyerahkan data alamat rumahnya secara lengkap dan jelas. Bila dimungkinkan, mereka juga harus meninggalkan nomor telepon supaya proses pengawaan dan pembinaan berjalan lancar.

"Ketiga, yang paling menonjol adalah (asimilasi dan integrasi) mesti dilaksanakan di dalam rumah, tidak boleh keluyuran kemana-mana," tegasnya.

Terakhir, petugas lapas, rutan, dan LPKA harus memberikan arahan-arahan sebelum para narapidana dan anak dibebaskan, seperti bagaimana agar tidak terjangkit Covid-19.

"Untuk itu, kami dari pusat memberikan pesan, perintah, seluruh kakanwil (kepala kantor wilayah) dan seluruh kalapas (kepala lapas) untuk melaksanakan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Pak Menteri juga memberikan pesan supaya jangan sampai yang tidak memenuhi syarat dikeluarkan, mengambil kesempatan dalam kesempitan," tandas Nugroho.

Antisipasi Covid-19

Sebelum pemberian hak asimilasi dan integrasi, Ditjen PAS Kemenkumham juga telah menerapkan sejumlah kebijakan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di lapas, rutan, dan LPKA di seluruh Indonesia.

Kebijakan pertama, Ditjen PAS Kemenkumham mengganti hak WBP dalam menerima kunjungan keluarga secara tatap muka dengan fasilitas panggilan video atau video call.

Fasilitas tersebut disiapkan petugas Lapas, rutan, dan LPKA, di mana video call bisa dilakukan keluarga WBP dari rumah. Adapun sistemnya adalah akan ada absensi giliran untuk WBP melakukan video call kepada keluarganya, atau bisa juga keluarga WBP menyampaikan kepada petugas jika ingin melakukan video call.

Selanjutnya, Ditjen PAS bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membuat pembagian zona, yakni zona kuning dan merah.

Bagi Unit Pelaksana Tugas (UPT) pemasyarakatan yang berada di zona kuning atau wilayah belum terindikasi Covid-19, maka akan melakukan sosialisasi dan pemeriksaan kesehatan. Sementara bagi UPT pemasyarakat di zona merah wajib melakukan langkah pengendalian dan pemulihan yang berkoordinasi dengan pusat kesehatan setempat.

Di samping itu, UPT pemasyarakatan juga diperintahkan untuk menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi petugas kesehatan di lapas dan rutan, segara menyusun kebutuhan sarana prasarana penanganan Covid-19 bagi WBP di lapas dan rutan, memastikan sanitasi lapas dan rutan bersih, memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, minuman, dan vitamin, serta pemeriksaan kesehatan bagi WBP dan tahanan yang melakukan kontak dengan orang luar.

Sebagai langkah antisipasi berikutnya, Ditjen PAS juga telah menyiapkan blok khusus apabila nantinya ada WBP yang masuk kategori orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan suspek Covid-19.

Sementara ini, beberapa UPT pemasyarakatan sudah disiapkan sebagai tempat rujukan isolasi mandiri bagi WBP, antara lain Rumah Sakit Umum Pengayoman Cipinang, Lapas Kelas IIA Cikarang, Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang, Lapas Kelas IIA Serang, dan Lapas Perempuan Kelas IIB Manado.

Ditjen PAS pun meminta UPT pemasyaratakan di wilayah lainnya untuk segera mengusulkan diri menjadi tempat rujukan isolasi mandiri bagi WBP berstatus ODP, PDP, dan suspek.

Selain itu, setiap UPT pemasyarakatan di Kantor Wilayah Kemenkumham juga dipastikan memiilki satuan petugas khusus yang siap siaga mencegah masuknya Covid-19 di lapas, rutan, dan LPKA.

Penyediaan bilik sterilisasi menjadi kebijakan lanjutan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Saat ini, terdapat lebih dari 100 bilik sterilisasi yang sudah beroperasi di sejumlah UPT pemasyarakatan di Indonesia. Jumlah tersebut akan terus ditambah sehingga seluruh lapas dan rutan akan memiliki fasilitas ini.

“Lapas dan rutan berinovasi membuat bilik sterilisasi sendiri dengan sumber daya yang ada. Seperti warga binaan di Rutan Solo atau Rutan Mamuju yang saat ini sedang membuat bilik sterilisasi untuk 7 lapas dan rutan di Sulawesi Barat, serta lapas dan rutan lain yang berinovasi mengadakan sarana ini,” ungkap Plt. Dirjen PAS Nugroho.

“Yang jelas, kami melakukan semua usaha terbaik untuk mencegah masuknya virus corona ke dalam lapas, rutan, dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak,” sambungnya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/03/2020).

Terakhir adalah kebijakan penahanan terhadap para tersangka dan terdakwa. Melalui surat tertanggal 24 Maret 2020 yang ditujukan kepada Mahkamah Agung, Menkumham Yasonna H Laoly meminta tiga hal. Pertama, mengalihkan jenis penahanan tersangka dan terdakwa dari penarahan rutan ke penahanan rumah atau penahanan kota.

Kedua, memperpanjang penahanan tersangka dan terdakwa yang sudah berada di lapas dan rutan. Terakhir, apabila perpanjangan penahanan sudah tidak dimungkinkan, maka sidang perkara pidana dapat dilaksanakan di lapas dan rutan yang sifatnya terbuka untuk publik melalui media internet (live streaming) atau melaksanakan sidang melalui video conference.

Mengutip dari akun Twitter resmi Kemenkumham, pada Kamis (26/03/2020), Rutan Klas I Bandung, Jawa Barat, sudah menerapkannya. Persidangan virtual tersebut digelar Pengadilan Negeri (PN) di Rutan Rutan Kebonwaru, Jalan Jakarta, Kota Bandung, melalui video conference. Terdakwa, pengacara, hingga jaksa berada di salah satu ruangan dalam rutan. Sementara majelis hakim di tempat berbeda.

“Jadi mulai hari ini, kita untuk sidang tidak di pengadilan negeri. Sekarang untuk proses persidangan berada di dalam rutan. Kami siapkan dua ruang untuk sidang secara terpisah. Jaksa penuntut umum, pengacara datang ke rutan dan tidak membawa tahanan kami keluar rutan,” ungkap Kepala Rutan Kelas I Bandung Riko Stiven.

Paling tidak, sejumlah kebijakan di atas diharapkan dapat menyelamatkan nyawa hampir 300 ribu orang. Belum lagi para petugas lapas dan rutan beserta keluarganya, termasuk juga keluarga WBP itu sendiri. (Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)