Sebelum Langkah Terakhir Diambil

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Rabu, 1 April 2020 | 14:25 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 609


Jakarta, InfoPublik - Kebijakan yang ditunggu masyarakat Indonesia akhirnya diputuskan pemerintah pada Senin (30/3/2020). Setelah menetapkan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagai jenis penyakit dan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, Presiden Joko Widodo memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB menjadi kebijakan yang dipilih untuk mengatasi dampak wabah tersebut.

Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 (UU 6/2018) tentang Kekarantinaan Kesehatan. Agar pelaksanaan PSBB berjalan efektif, pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 21/2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan Keputusan Presiden (Keppres) 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.

Dalam PP yang mulai berlaku sejak Selasa (31/3/2020) tersebut, dijelaskan bahwa PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran virus tersebut.

Keputusan pemberlakuan PSBB di satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu tersebut berada di tangan Menteri Kesehatan (Menkes) setelah menerima usulan dari gubernur/bupati/wali kota, dengan pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, serta pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan dan keamanan.

Namun demikian, dalam membuat keputusan, Menkes perlu juga memperhatikan pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Di sisi lain, Ketua Pelaksana Gugus Tugas tersebut dapat pula mengusulkan kepada Menkes untuk menetapkan PSBB di wilayah tertentu.

Adapun PSBB dapat dilakukan apabila memenuhi dua kriteria. Pertama, jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akbiat Covid-19 meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah. Kedua, terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Pembatasan sosial yang diterapkan paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, ibadah penduduk, dan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Ketika Menkes sudah memutuskan pemberlakuan PSSB, maka pemerintah daerah (pemda) wajib melaksanakannya dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam pelaksanaannya, pemda juga harus berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Dengan terbitnya PP ini semuanya jelas. Para kepala daerah saya minta tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koridor Undang-Undang dan PP serta Keppres tersebut. Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai Undang-Undang agar PSBB dapat berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya wabah," tegas Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/03/2020).

Karantina Wilayah dan Darurat Sipil

Lebih lanjut dalam konferensi pers tersebut Kepala Negara juga menjelaskan alasan mengapa belum perlu mengambil langkah karantina wilayah untuk memutus penyebaran Covid-19 di Tanah Air.

Menurutnya, Indonesia memang harus belajar dari pengalaman negara lain dalam mengatasi virus corona jenis baru tersebut. Akan tetapi, Indonesia tidak bisa meniru begitu saja, mengingat semua negara memiliki ciri khas masing-masing, baik itu luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, dan lain sebagainya.

"Oleh karena itu, kita tidak boleh gegabah dalam merumuskan strategi, semuanya harus dihitung, semuanya harus dikalkulasi dengan cermat. Dan inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas," tutur Presiden.

Kebijakan tersebut antara lain mengendalikan penyebaran Covid-19 dan mengobati pasien yang terpapar karena kesehatan masyarakat adalah yang utama, menyiapkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli, serta menjaga dunia usaha, utamanya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar tetap beroperasi dan mampu menjaga penyerapan tenaga kerjanya.

Sementara terkait pemberlakuan darurat sipil, hal tersebut sempat disinggung Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers virtual sehari sebelumnya, Senin (30/03/2020). Pada kesempatan tersebut, dirinya meminta agar kebijakan PSBB dilakukan lebih tegas, disiplin, dan efektif dengan didampingi adanya kebijakan darurat sipil.

Sebagai informasi, pemberlakuan darurat sipil tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (1) bahwa Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:

1. Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;

2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;

3. Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Dalam keadaan darurat sipil, penguasa yang bersangkutan, yaitu Penguasa Darurat Sipil, dapat melakukan sejumlah kebijakan, di antaranya mengeluarkan peraturan-peraturan polisi (pasal 10) dan mengadakan peraturan-peraturan tentang pembatasan pertunjukan-pertunjukan apapun juga serta semua pencetakan, penerbitan, dan pengumuman apapun juga (pasal 13).

Kemudian juga menggeledah tiap-tiap tempat (pasal 14); membatasi orang berada di luar rumah (pasal 19); dan memerintah dan mengatur badan-badan kepolisian, pemadam kebakaran, dan badan-badan keamanan lainnya (pasal 21).

Terkait itu, Presiden pun menegaskan bahwa langkah pemberlakuan darurat sipil hanya akan ditempuh ketika keadaan semakin memburuk dan abnormal. Sehingga, dalam situasi yang masih dapat dikendalikan seperti saat ini, kebijakan tersebut belum perlu ditempuh oleh pemerintah.

"Ya semua skenario itu kita siapkan, dari yang ringan, dari yang moderat, sedang, maupun yang terburuk. Darurat sipil itu kita siapkan apabila memang terjadi keadaan yang abnormal, sehingga perangkat itu juga harus disiapkan dan kita sampaikan. Tetapi kalau keadaannya seperti sekarang ini ya tentu saja tidak," tegas Kepala Negara. (Foto: Setkab)