Ramai-ramai Menyempurnakan RUU Ciptaker

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Kamis, 20 Februari 2020 | 11:16 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 786


Jakarta, InfoPublik - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) telah menyerahkan surat presiden (surpres) dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 12 Februari 2020.

RUU tersebut dirancang dengan metode omnibus law, yakni metode perundang-undangan yang menggabungkan, melalui penyelarasan, revisi, bahkan penghapusan pasal-pasal, berbagai aturan yang substansi pengaturannya berbeda menjadi satu peraturan besar. Sebagian orang pun menyebut RUU omnibus law sebagai UU Sapu Jagat.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, RUU Ciptaker menggabungkan 79 UU yang memuat 15 bab dan 174 pasal dengan menyasar 11 klaster. Masyarakat pun bisa melihat informasi resmi terkait draf RUU Ciptaker dengan mengunduh dokumennya di laman www.ekon.go.id/info-sektoral/15/6/dokumen-ruu-cipta-kerja.

Adapun kesebelas klaster tersebut antara lain penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; investasi dan proyek pemerintah; dan kawasan ekonomi.

Jika menengok pada Bab I tentang Ketentuan Umum, di sana dijelaskan 11 butir definisi dalam satu pasal, yakni tentang cipta kerja, UMKM, perizinan berusaha, pemerintah pusat, pemerintah, pemerintahan daerah, pemerintah daerah, pelaku usaha, rencana detail tata ruang, persetujuan bangunan gedung, dan hari.

Cipta kerja, misalnya, didefinisikan sebagai upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Sementara dalam Bab II tentang Maksud dan Tujuan, disebutkan bahwa UU ini diselenggarakan berdasarkan asas pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, dan kemandirian.

Adapun tujuannya adalah untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak melalui kemudahan dan perlindungan UMKM serta perkoperasian, peningkatan ekosistem investasi, kemudahan berusaha, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, investasi pemerintah pusat, dan percepatan proyek strategis nasional.

Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja dalam rangka penurunan jumlah pengangguran dan menamping pekerja baru, serta mendorong pengembangan UMKM dan koperasi dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional dan menyejahterakan masyarakat.

Namun demikian, Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan kemudahan dalam berusaha, termasuk untuk UMKM dan koperasi. Saat ini, terdapat 4.451 peraturan pemerintah pusat dan 15.965 peraturan pemerintah daerah. Maka itu, regulasi menjadi salah satu hambatan paling utama karena tidak mendukung penciptaan dan pengembangan usaha, bahkan cenderung membatasi.

Dengan kondisi yang ada saat ini, maka diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis penciptaan lapangan kerja yang memerlukan keterlibatan semua pihak terkait. Terhadap hal tersebut, RUU Ciptaker yang disusun dengan metode omnibus law adalah jawabannya.

Butuh Penyempurnaan

Dalam perjalanannya hingga draf sudah diserahkan ke DPR, UU Sapu Jagat ini memang mendapatkan kritik dan penolakan dari sejumlah pihak. Terkait itu, Pemerintah sendiri menegaskan bahwa omnibus law Ciptaker masih berupa RUU dan belum final, sehingga isinya masih bisa diubah untuk disempurnakan.

Oleh karenanya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengajak seluruh elemen masyarakat untuk beramai-ramai menyampaikan tanggapan dan pendapat atas RUU tersebut kepada DPR sebagai bahan pertimbangan penyempurnaan omnibus law Ciptaker.

“RUU Ciptaker yang merupakan omnibus law Lapangan Kerja itu sudah disampaikan ke DPR untuk dibahas. Oleh sebab itu, kalau ada kekeliruan menurut masyarakat atau ada masyarakat punya pendapat yang berbeda, itu bisa disampaikan dalam pembahasan di DPR,” jelas Menko Polhukam Mahfud MD.

Menurutnya, perjalanan RUU Ciptaker ini panjang karena masih melalui tahap Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) serta pembuatan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh masing-masing fraksi, di mana masyarakat bisa ikut aktif membahas di forum tersebut.

Selain draf RUU, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut istilah omnibus law juga menjadi persoalan. Ia pun menegaskan bahwa hal tersebut tidak usah diperdebatkan karena merupakan istilah ilmu.

"Nama resminya bukan omnibus law. Tapi sebagai nama ilmu, omnibus law ada di dalam ilmu hukum. Oleh sebab itu, omnibus law adalah nama generik, sedangkan RUU Ciptaker itu adalah nama spesifik. Jadi nama omnibus law dipakai di dalam pergaulan ilmu, tapi nama resmi yang disebut di Undang-Undang itu RUU Cipta Kerja, bukan RUU omnibus law,” jelasnya.

Senada dengan Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah juga menyatakan Pemerintah dan DPR masih membuka ruang dialog seluas-luasnya untuk membahas RUU Ciptaker, termasuk terkait pasal-pasal ketenagakerjaan.

Menaker Ida Fauziyah mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang melakukan sosialisasi forum tripartit dengan melibatkan unsur Pemerintah, pekerja, dan buruh untuk membahas aspek-aspek ketenagakerjaan dalam beleid ini.

Maka itu, Pemerintah mengharapkan asosiasi pekerja dan kelompok buruh memanfaatkan forum tripatrit dalam pembahasan RUU tersebut di DPR nanti. "Jangan takut, ini bukan draf final. Ini baru rancangan undang-undang. Saya memohon teman-teman, ayo ruang dialog terbuka," tuturnya.