Dua Inovasi Tingkatkan Kualitas Pilkada

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Rabu, 19 Februari 2020 | 10:20 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Hajatan demokrasi kembali bakal digelar bangsa Indonesia di 2020 ini. Setelah pada tahun lalu Tanah Air sempat dihangatkan dengan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) presiden dan legislatif secara serentak, kali ini adalah pemilihan kepala daerah (pilkada).

Komisi Pemilihan Umum (KPU), lembaga yang dipimpin Arief Budiman mencatat itu ada 270 daerah yang akan menggelar pilkada secara serentak. Terbagi atas  9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.

Jumlah tersebut hampir separuh kabupaten/kota di Indonesia. Juga jauh lebih banyak dibandingkan dengan pilkada serentak 2018 yang berlangsung di 171 daerah (17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten).

Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota Tahun 2020, maka pemungutan suara pilkada serentak akan dilaksanakan pada 23 September 2020.

Guna menyukseskan hajatan besar ini, sejumlah inovasi pun diluncurkan oleh para pemangku kepentingan, seperti KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Bagi KPU, inovasi memang sangat diperlukan guna mencegah peristiwa serupa yang terjadi saat penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 kembali terulang pada Pilkada serentak 2020. Pasalnya, pada tahun lalu, sebanyak 894 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dan 5.175 orang sakit selama pelaksanaan Pemilu serentak 2019.

Maka itu, perbaikan kualitas penyelenggaraan pemilu pun adalah sebuah keniscayaan dan penting untuk dipikirkan. Oleh karenanya, untuk tahun ini, KPU berencana menggunakan sistem rekapitulasi elektronik atau e-rekap dan salinan digital.

Di samping itu, menurut Ketua KPU Arief Budiman, penerapan e-rekap ini juga dimaksudkan untuk penghematan biaya logistik, di mana pada Pemilu 2019 lalu menghabiskan anggaran sebesar Rp2,9 triliun dari total anggaran Rp15,5 triliun.

Ia mengungkapkan, pada Pemilu 2019 lalu pihaknya menggunakan sebanyak 987.471.901 lembar kertas untuk kertas suara, 58.889.191 lembar kertas untuk sampul, dan 130.746.467.309 lembar kertas untuk formulir. Belum lagi untuk kotak suara yang terbuat dari kardus dan kebutuhan lainnya.

"Salah satu solusinya yang sekarang kita gagas adalah e-rekap dan salinan digital. Tidak hanya akan memperbaiki sistem pemilu, tetapi juga akan menghemat produksi logistik pemilu dan tentu saja menghemat anggaran, serta lebih ramah lingkungan," tutur Arief budiman dalam kegiatan Refleksi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 di Jakarta pada 22 Januari 2020.

Tujuh bulan jelang hari pemungutan suara, KPU pun terus mematangkan sistem e-rekap agar siap digunakan. Salah satu persiapan yang dilakukan adalah dengan menggelar simulasi pengisian formulir hasil penghitungan suara di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada awal tahun.

Simulasi tersebut melibatkan 30 Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang berasal dari pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU dengan berbagai macam tingkat pendidikan, mulai dari Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Strata 1 (S1).

Menurut Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik, kegiatan simulasi ini bertujuan untuk menentukan aplikasi terbaik yang dapat digunakan dalam memindai data formulir C1 plano ke sistem e-rekap, yakni Optic Character Recognition (OCR), Optic Mark Reader (OMR), atau gabungan keduanya.

Seperti diketahui, kedua aplikasi tersebut memiliki kemampuan masing-masing dalam memindai data yang ada di kertas ke dalam komputer. Secara umum, OCR merupakan aplikasi yang digunakan untuk memindai gambar dan dijadikan teks. Sedangkan OMR merupakan aplikasi pembaca bulatan hitam dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi.

Secara teknis, dalam kegiatan simulasi ini, seluruh KPPS diminta untuk mengisi 7 formulir yang terdiri dari 2 formulir OCR, 2 formulir OMR, dan 3 formulir gabungan. Selain pengisian, nantinya variabel data yang didapat melalui simulasi juga beragam, mulai dari spesifikasi kamera ponsel yang digunakan petugas KPPS, ketebalan kertas plano, sampai kondisi pencahayaan saat memotret. Diharapkan, simulasi ini dapat segera menentukan apakah akan menggunakan OCR, OMR, atau gabungan.

Sementara itu, dari sisi pengawasan, Bawaslu pada 17 Desember 2019 telah meluncurkan Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS) versi terbaru sebagai wujud digitalisasi pelayanan penegakan hukum pemilu, yang bertujuan untuk mempercepat pelayanan penyelesaian sengketa yang diajukan kepada Bawaslu.

Ketua Bawaslu Abhan saat peluncuran mengatakan, SIPS ini lahir atas minimnya waktu pencari keadilan pemilu yang ingin mengajukan sengketa ke Bawaslu. Menurutnya, Undang-Undang (UU) hanya memberikan waktu tiga hari setelah objek sengketa diketahui untuk mengajukan proses penyelesaian sengketa.

Oleh sebab itu, apabila ada pemohon sengketa yang lokasinya jauh dari kantor Bawaslu setempat, kini bisa mengajukan permohonan melalui SIPS. Namun demikian, Abhan menjelaskan bahwa setelah mengajukan permohonan secara online, pemohon masih tetap harus melakukan pendaftaran secara fisik ke kantor Bawaslu setempat.

Abhan menjelaskan, melalui SIPS ini, para pencari keadilan pemilu dapat mengetahui seluruh informasi yang berkaitan dengan tindak lanjut permohonan, mulai dari informasi status permohonan, jadwal sidang, hingga putusan.

Sehingga, bagi Bawaslu, SIPS memungkinkan untuk dilakukannya pengawasan secara real time dan mudah untuk mengevaluasi seluruh proses penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.

"SIPS ini upaya Bawaslu untuk mendekatkan para pencari keadilan pemilu agar tidak terlalu rumit," ucapnya.

Sebagai informasi, aplikasi SIPS yang baru diluncurkan Bawaslu tersebut memiliki keunggulan dibandingkan versi sebelumnya, yakni sudah bisa diakses hingga tingkat kabupaten/kota, di mana versi terdahulu hanya terbatas pada tingkat provinsi.

Selain itu, menurut Bawaslu, aplikasi SIPS juga menjadi sistem informasi manajemen perkara yang dibuka pertama kali dalam sejarah Indonesia. Maka itu, diharapkan Bawaslu Kabupaten/Kota mampu menjawab tantangan perkara sengketa pada Pilkada Serentak 2020.

Adapun berdasarkan data Bawaslu, permohonan sengketa pemilu terus meningkat di setiap penyelenggaraan. Pada 2017, tercatat ada 400 perkara. Kemudian pada Pilkada serentak 2018 meningkat menjadi sekitar 600 perkara dan menjadi 818 perkara pada Pemilu serentak 2019.

Saat ini, Bawaslu sendiri sedang merampungkan penyusunan buku modul panduan untuk menggunakan SIPS yang akan menjadi panduan bagi jajaran pengawas hingga tingkat kabupaten/kota.

Tahapan Pilkada Serentak 2020

Berdasarkan laporan KPU, anggaran yang disepakati dalam Naskah Perjanjian Hibah daerah (NPHD) dengan 270 daerah untuk pelaksanaan Pilkada serentak 2020 adalah sebesar Rp9,9 triliun dengan rincian Rp1,3 triliun untuk 9 provinsi, Rp7,4 triliun untuk 224 kabupaten, dan Rp1,1 triliun untuk 37 kota. Jumlah tersebut lebih kecil dari usulan anggaran yang disampaikan pemerintah daerah sebesar Rp11,9 triliun.

Adapun tahapan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 terbagi dalam beberapa tahap sesuai rentang waktu yang telah ditentukan oleh KPU, yakni penyerahan syarat dukungan pasangan calon gubernur/wakil gubernur kepada KPU Provinsi pada 9 Desember 2019-3 Maret 2020, serta bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota kepada KPU Kabupaten/Kota pada 11 Desember 2019-5 Maret 2020.

Selanjutnya, masa pendaftaran pasangan calon adalah 16-18 Juni 2020 yang kemudian ditetapkan setelah melakukan verifikasi pada 8 Juli 2020. Kemudian masa kampanye akan berlangsung dari 11 Juli hingga 19 September 2020.
Sedangkan pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS akan dilaksanakan pada 23 September 2020.

Sementara rekapitulasi, penetapan, dan pengumuman hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten/kota akan digelar pada 29 September-1 Oktober 2020 dan tingkat provinsi pada 2-4 Oktober 2020.

Berikutnya adalah penetapan calon terpilih paling lama lima hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi memberitahukan permohonan yang diregistrasi kepada KPU untuk daerah tanpa sengketa, atau maksimal lima hari setelah putusan MK untuk daerah dengan sengketa hasil pilkada.

Terkait daftar pemilih, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sendiri telah menyerahkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) kepada KPU pada 23 Januari 2020.

Tercatat, jumlah DP4 untuk Pilkada serentak 2020 adalah sebanyak 105.396.460 juta orang yang terdiri atas laki-laki sebanyak 52.778.939 orang dan perempuan 52.617.521 orang.

Menurut KPU, DP4 tersebut akan dicocokkan dan diteliti selama 17 April-16 Mei 2020 dan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS) tingkat provinsi yang akan direkapitulasi pada 14-15 Juni 2020. DPS tersebut kemudian diserahkan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Selanjutnya, dalam kurun waktu 19-28 Juni 2020 DPS akan diumumkan dan bisa ditanggapi oleh masyarakat untuk kemudian dilakukan perbaikan oleh PPS jika ada pada 24 Juni-3 Juli 2020. Daftar Pemilih Tetap (DPT) pun akan diumumkan oleh PPS pada 1 Agustus-22 September 2020.