Ekonomi Hijau Punya Daya Ungkit Pertumbuhan Ekonomi

:


Oleh DT Waluyo, Senin, 25 Januari 2021 | 08:50 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 2K


Jakarta, InfoPublik - Ekonomi hijau, selain digitalisasi, demikian disebut Presiden Joko Widodo adalah peluang bangkitnya ekonomi Indonesia di masa depan. "Dalam jangka panjang, saya melihat kita memiliki kekuatan di green product  dan green economy yang saya kira sekarang ini semua negara kawasan mulai melihat itu," kata Presiden saat menjadi pembicara kunci dalam Kompas100 CEO Forum Tahun 2021 pada Kamis, 21 Januari 2021 di Istana Negara, Jakarta.

Lantas, apa itu ekonomi hijau? Istilah Ekonomi Hijau atau green economy adalah suatu gagasan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus mencegah meningkatnya emisi gas rumah kaca dan mengatasi dampak perubahan iklim. Dengan kata lain, Ekonomi Hijau adalah juga berarti perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi karbon dioksida dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.

Dalam program Ekonomi Hijau, mencuat pula istilah Green Growth atau Pertumbuhan Ekonomi Hijau. Yakni, adanya pertumbuhan ekonomi yang kuat, namun juga ramah lingkungan, serta inklusif secara sosial.

Berbeda dengan model pembangunan konvensional yang mengandalkan praktik tidak berkelanjutan seperti pengurasan dan penghancuran sumber daya alam, pertumbuhan hijau merupakan suatu gerakan terkoordinir yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, penurunan tingkat kemiskinan dan keterlibatan sosial yang didorong oleh pengembangan dan pemanfaatan sumber daya global secara berkelanjutan.

Ekonomi hijau juga dipahami sebagai  rezim ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Gagasan ekonomi hijau ini, mulai berkembang dua dekade terakhir.

Prinsip dasar ekonomi hijau adalah adanya keberlangsungan atau  sustainability,  baik itu faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan.  Mengorbankan salah satunya akan mengorbankan ketiga-tiganya. Karenanya, ketiga faktor tersebut harus dipetakan untuk melihat sektor mana yang tahan banting terhadap segala kondisi, termasuk misalnya di masa pandemi saat ini. Jangan sampai stimulus ini diberikan kepada sektor yang rentan atau bahkan merusak.

Dalam sejumlah studi yang dilakukan para ahli, salah satu sektor yang menjadi perhatian pengembangan green economy adalah sektor energi. Untuk kasus Indonesia, energi terbarukan, memiliki peluang besar untuk bisa dikembangkan. Tidak hanya itu, pandemi juga mengajarkan bahwa sektor kesehatan dan obat-obatan yang ada di Indonesia masih sangat rentan. Hal ini membuat kedua sektor tersebut menjadi sangat penting untuk dikembangkan.

Di Indonesia, Program Pertumbuhan Ekonomi Hijau dilaksanakan bersama antara Pemerintah Indonesia dengan Global Green Growth Institute (GGI) melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan melibatkan sejumlah kementerian dan pemerintah daerah. Gagasan ini, dalam situs http://greengrowth.bappenas.go.id, disebutkan mulai dilaksanakan sejak 2013. Hal ini dimungkinkan dengan adanya dukungan dana dari Pemerintah Norwegia pada Tahap I (2013-2015) dan Tahap II (2016-2019). Program tersebut berfokus untuk mendukung Indonesia dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi kemiskinan serta memastikan inklusi sosial, kelestarian lingkungan dan efisiensi sumber daya.

Sejauh ini Bappenas  telah mengidentifikasi tiga sektor prioritas, yakni energi berkelanjutan, lanskap berkelanjutan dan infrstruktur berkelanjutan dalam konteks Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dari sana, diperoleh keyakinan bahwa pembangunan rendah karbon dapat menghasilkan Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari enam persen dalam setahun, dari sekarang hingga 2045.

Untuk itu, sangat penting dikeluarkannya kebijakan inovatif untuk pembangunan lestari, selain  menjaga fungsi ekonologis (seperti ketersediaan air, kualitas  tanah dan udara yang baik serta akses terhadap sumber energi  terbarukan) lingkungan, juga mensejahterakan rakyat. Apabila tersebut bisa terwujud, maka diyakini bahwa Indonesia akan memiliki ketahanan yang meningkat terhadap bencana, termasuk Covid-19.

Kendatipun demikian, besarnya potensi yang akan dihasilkan dari ekonomi hijau ini tidak serta-merta langsung menarik minat investor. Risiko yang tinggi dan proses yang panjang menjadi salah satu faktor pemberat bagi investor untuk masuk ke sana. Ditambah lagi, proyeksi keuntungan yang masih belum bisa dipastikan.

Daya tahan dalam sebuah ekonomi hijau menjadi sangat penting terutama dari sisi investasi. Pada dasarnya, tidak akan ada investor jika usaha tersebut tidak bertahan lama atau bahkan tidak memberikan keuntungan ataupun menyebabkan masalah baru. Profit berkaitan dengan produktivitas, berkaitan dengan kesehatan dan keberlanjutan. Model bisnis yang dicari investor adalah model bisnis yang selalu bisa mendorong produktivitas sekaligus menjamin keberlangsungan dan memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat.

Kerja sama yang apik antara pemerintah pusat dan daerah dengan lembaga keuangan, serta perusahaan swasta kini tengah dibutuhkan untuk memulihkan perekonomian Indonesia.  Karenanya penting bagi semua pihak untuk terus berupaya menerapkan nilai keberlanjutan, sehingga ekonomi akan semakin bergerak dan berpihak kepada masyarakat, bukan karena mereka berhak, melainkan karena masyarakat tersebut mampu mengelola ekonomi mereka sendiri. (Foto: Rencana pembangunan 15 kawasan industri di Indonesia/Kemenperin.go.id)