Konsensus Global Pajak Barang dan Jasa Digital

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Rabu, 30 September 2020 | 12:48 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 626


Jakarta, InfoPublik -  Barang jasa digital yang banyak dinikmati pelanggan di Indonesia sudah kena pajak. Pada akhirnya diharapkan segera mendongkrak penerimaan negara.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan segera menunjuk sembilan perusahaan lagi yang memenuhi kriteria sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di Jakarta, Selasa (22/9/2020), mengatakan melalui tambahan sembilan perusahaan ini, maka total sebanyak 37 perusahaan atau badan usaha telah ditunjuk sebagai pemungut PPN digital."Sampai saat ini 28 dan ada sembilan lagi yang sedang komunikasi," katanya.

Ia mengatakan otoritas pajak sedang melakukan komunikasi lanjutan dengan perusahaan tersebut terkait tata cara, hak maupun kewajiban dalam proses pemungutan pajak. "Harapannya nanti semakin banyak perusahaan yang terlibat dalam pajak perdagangan melalui sistem elektronik ini. Saat ini, kami terus berkomunikasi one on one, sehingga mereka tahu hak dan kewajiban pemungut," katanya.

Suryo belum mengumumkan secara resmi nama sembilan perusahaan tambahan tersebut karena proses pembahasan maupun sosialisasi kepada badan usaha terkait kesiapan untuk berpartisipasi masih berlanjut. Saat ini, sudah terdapat 28 perusahaan global yang sudah bekerja sama dengan DJP sejak awal Juli 2020 untuk memungut PPN digital.

Perusahaan yang sebagian besar berada di luar negeri tersebut antara lain Amazon Web Services Inc, Google Asia Pacific Pte. Ltd, Google Ireland Ltd, Google LLC, Netflix International BV dan Spotify AB. Kemudian, Facebook Ireland Ltd dan Facebook Payments International Ltd, Facebook Technologies International Ltd, Amazon.com Services LLC dan Audible, Inc.

Selanjutnya, Alexa Internet, Audible Ltd, Apple Distribution International Ltd, Tiktok Pte. Ltd dan The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte. Ltd dan LinkedIn Singapore Pte. Ltd. Selain itu, McAfee Ireland Ltd, Microsoft Ireland Operations Ltd dan Mojang AB, Novi Digital Entertainment Pte. Ltd dan PCCW Vuclip (Singapore) Pte. Ltd.

Terakhir, Skype Communications SARL dan Twitter Asia Pacific Pte. Ltd, Twitter International Company, Zoom Video Communications, Inc, PT Jingdong Indonesia Pertama dan PT Shopee International Indonesia.

Jumlah PPN yang harus dibayar pelanggan adalah 10 persen dari harga sebelum pajak, dan harus dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN.

Khusus untuk marketplace yang merupakan wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemungut, maka pemungutan PPN hanya dilakukan atas penjualan barang dan jasa digital oleh penjual luar negeri yang menjual melalui marketplace tersebut.

Pemerintah bakal menyiapkan empat aturan turunan terkait dengan pemajakan ekonomi digital dari RUU (Rancangan Undang-Undang) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian.

Empat aturan turun tersebut a.l. PMK (peraturan menteri keuangan) tentang significant economic presence; PMK tentang penyampaian teguran kepada pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE); PMK tentang usulan pemutusan akses terhadap PMSE; dan PMK tentang permintaan pemutusan akses kepada Kemenkominfo. 

"Untuk memberikan landasan hukum mengenai significant economic presence, tata cara pembayaran, dan pelaporan PPh (pajak pnghasilan) atau PTE (pajak transaksi elektronik)  serta tata cara penunjukan perwakilan,” seperti tertulis dalam Renstra DJP 2020-2024, Jumat (18/9/2020).

PMK mengenai penyampaian teguran kepada pelaku PMSE disiapkan untuk memberikan landasan hukum bagi DJP dalam memberikan teguran kepada pelaku PMSE, yakni pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, atau penyelenggaran PMSE luar negeri, yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

PMK mengenai usulan pemutusan akses terhadap PMSE diperlukan sebagai landasan hukum untuk meminta pemutusan akses kepada Kemenkominfo atas pelaku PMSE yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan setelah ditegur.

Sementara itu, PMK mengenai permintaan pemutusan akses diperlukan untuk memberikan landasan hukum atas permintaan pemutusan akses pelaku PMSE yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan kepada Kemenkominfo.

Meski renstra DJP menyebut keempat aturan ini adalah aturan turunan yang diamanatkan oleh RUU Perpajakan, ketentuan mengenai significant economic presence, PPh dan PTE, hingga pencabutan akses bagi pelaku PMSE sudah tertuang dalam UU No. 2/2020.

Mengingat ketentuan turunan mengenai significant economic presence, PPh dan PTE, dan pencabutan akses belum disusun Kementerian Keuangan, ketentuan yang sudah diundangkan dalam UU No. 2/2020 ini belum bisa diterapkan DJP.

Ketentuan mengenai pemajakan ekonomi digital yang saat ini berlaku hanyalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2020 yang mengatur mengenai pemungutan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan jasa kena pajak dari luar daerah pabean melalui PMSE.

Sementara itu, perusahaan digital multinasional turut mendorong tercapainya konsensus global pajak digital. Menurut mereka, opsi tersebut jauh lebih baik daripada menghadapi banyak aksi unilateral dari berbagai negara.

Jubir Google Inggris mengatakan perombakan rezim perpajakan internasional sudah urgensi. Menurutnya, kerangka kerja perpajakan tersebut perlu dirombak untuk mengakomodasi perkembangan teknologi informasi dalam transaksi bisnis. 

Pendapat serupa diutarakan Amazon. Raksasa e-commerce asal AS itu mendukung penuh konsensus global untuk pemajakan ekonomi digital. Menurutnya, aksi unilateral pajak akan membuat proses bisnis perusahaan teknologi rumit.

Selain itu, aksi unilateral pajak digital juga cenderung meningkatkan biaya konsumen untuk mendapatkan layanan atau jasa ekonomi digital. Pasalnya, beban pajak dari aksi unilateral tidak ditanggung oleh perusahaan tapi dialihkan untuk menjadi beban konsumen.

Untuk diketahui, Google saat ini menghadapi kebijakan pajak layanan digital (digital services tax/DST) yang mulai diterapkan di Inggris. Imbasnya, Google meningkatkan biaya hingga 2% untuk semua iklan yang dibeli pada platform Google Ads dan Youtube.

Hal serupa juga dilakukan Apple yang mengubah skema pembayaran biaya langganan pengembang aplikasi di App Store yang tidak hanya dikenakan PPN 20%, tetapi ditambah dengan pajak ekstra 2%.

Amazon juga merespons aksi unilateral Inggris. Korporasi meningkatkan biaya kepada para pelapak dan pihak ketiga yang berasal dari Inggris dengan tambahan biaya 2%. Tambahan biaya ini mulai berlaku pada 1 September 2020.*

Sumber Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.