Petakan Risiko, Pariwisata Buka Sesuai Protokol Kesehatan

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Rabu, 1 Juli 2020 | 18:22 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 528


Jakarta, InfoPublik - Pemetaan daerah wisata dengan risiko rendah hingga tinggi, telah rampung. Hasil kerja kolaborasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bersama Menparekraf Wishnutama dan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, menyimpulkan; daerah wisata dengan risiko rendah bisa mulai membuka diri, sesuai kesiapan daerah terkait dan pengelola tempat wisata.

"Kami berikan masukan kegiatan pariwisata paling tidak dibagi menjadi dua bagian, kegiatan pariwisata risikonya sangat rendah dan kegiatan pariwisata yang risikonya tinggi. Untuk kegiatan pariwisata yang risiko rendah mungkin bisa dimulai, tetapi dengan syarat daerah dan para pengelola kegiatan pariwisata harus siap dulu, dan itupun baru boleh dimulai setelah ada izin kementerian terkait," kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo dalam rapat virtual dengan Komisi X DPR, pecan lalu.

Doni menyebut pariwisata yang bisa mulai dibuka seperti wisata alam dan taman nasional. Kepala BNPB itu mengingatkan agar semua pihak berhati-hati mempersiapkan kedatangan wisatawan.

Apa saja? Terutama wisata alam, wisata yang tidak menimbulkan kerumunan, wisata yang sifatnya lebih kepada pendekatan terhadap ekosistem. Daerah yang sudah disiapkan ada banyak, terutama daerah-daerah pegunungan dan juga taman nasional. Tetapi sekali lagi, tetap harus berhati-hati karena tidak ingin kedatangan sejumlah pihak tidak mendapatkan suatu cara penanganan yang baik.

Sementara itu, untuk daerah wisata dengan risiko tinggi, seperti Bali, Doni meminta untuk tidak dibuka dulu. Doni meminta ada konsep khusus yang berbeda dengan daerah lain untuk mempersiapkan pariwisata di Bali.

"Kemudian bagaimana dengan pariwisata dengan yang risiko tinggi? Hasil pembicaraan dengan sejumlah pejabat termasuk dengan Gubernur Bali, mereka berharap untuk daerah-daerah seperti Bali ini jangan dulu, dan kami mengukuti, dan kami sampaikan kepada Bapak Menteri Pariwisata. Dan kami ingin supaya Bali juga mendapatkan sebuah konsep yang berbeda dengan daerah lain, terutama dalam menjaring dan menentukan siapa orang-orang yang bisa mengikuti kegiatan pariwisata di Bali, terutama orang-orang secara kondisi kesehatan sehat, tetapi itu pun tidak cukup," jelasnya.

Doni lalu merinci konsep berbeda yang diperlukan untuk Bali. Selain menjaring siapa yang bisa berwisata, Doni menyebut perlu ada petugas dan alat tes PCR di bandara dan pelabuhan sebagai langkah antisipasi.

Ia menyebutkan perlu dibangun atau dilengkapi bandara dan pelabuhan dengan mesin PCR yang lebih banyak lagi sehingga setiap orang yang datang ketika masuk ke Bali tidak menunjukkan status sehat setelah melalui PCR tes, maka tentunya di Bali sudah ada alat, sudah ada petugas yang bisa melakukan pemeriksaan.

Selain itu, Doni menyebut daerah Bintan belum diberi izin untuk membuka pariwisata karena dinilai belum siap. Doni menegaskan semua persiapan harus melalui proses dan mengutamakan kehati-hatian.

"Beberapa daerah lain seperti di Bintan, Pemerintah Provinsi Kepri juga telah menyiapkannya. Kemudian sejumlah travel telah menyiapkan kepada sekretaris daerah rencana dari sejumlah pihak, terutama dari kawasan Asia Tenggara yang ingin berkunjung ke Bintan, terutama kawasan Lagoi, tetapi karena ini belum siap, belum diizinkan. Semuanya tentunya melalui sebuah proses yang perlu kehati-hatian," tegasnya.

Pentingnya Protokol Kesehatan

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio menekankan pentingnya penerapan protokol kesehatan yang ketat sebelum berencana membuka kembali destinasi wisata pada masa normal baru.

Wishnutama mengatakan banyak para pelaku sektor pariwisata menanti terbitnya kebijakan protokol kesehatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif karena selama tiga bulan terakhir terpaksa menghentikan aktivitas akibat pandemi Covid-19.

Ia mengingatkan dalam rencana pembukaan wisata alam ini harus diikuti dengan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat. Protokol kesehatan untuk sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang disusun dan diusulkan oleh Kemenparekraf telah disahkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Ia berharap protokol kesehatan ini dapat menjadi acuan bagi seluruh pihak dalam perencanaan pembukaan pariwisata, termasuk wisata alam. "Jangan sampai dalam pelaksanaan nanti malah terjadi peningkatan kasus baru. Karena memperbaiki protokol bisa sehari dua hari saja, tetapi mengembalikan rasa percaya itu butuh waktu lama. Jika kita tidak hati-hati dan disiplin dalam pelaksanaanya dampak ekonominya bisa lebih buruk lagi bagi para pelaku sektor pariwisata," tambah dia.

Kawasan pariwisata alam yang direncanakan akan dibuka secara bertahap tersebut terdiri atas kawasan wisata bahari, kawasan konservasi perairan, kawasan wisata petualangan, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, suaka margasatwa, dan geopark. Selain itu, juga pariwisata alam nonkawasan konservasi yang antara lain kebun raya, kebun binatang, taman safari, desa wisata, dan kawasan wisata alam yang dikelola oleh masyarakat.

Doni Monardo menambahkan  bahwa kawasan pariwisata alam tersebut dapat dibuka secara bertahap sampai dengan batasan pengunjung maksimal 50 persen dari kapasitas normal saat ini."Kawasan pariwisata alam yang diizinkan untuk dibuka adalah kawasan pariwisata alam yang berada di kabupaten kota zona hijau dan atau zona kuning. Untuk zona lain akan diatur sesuai dengan kesiapan daerah dan pengelola kawasan. Keputusan pembukaan kawasan pariwisata alam yang berada di 270 kabupaten/kota pada zona hijau dan kuning diserahkan kepada bupati dan wali kota," kata Doni.

Ia mengatakan pengambilan keputusan harus melalui proses musyawarah dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah yang melibatkan pengelola kawasan pariwisata alam, Ikatan Dokter Indonesia di daerah, pakar epidemiologi, pakar kesehatan masyarakat, pakar ekonomi kerakyatan, tokoh agama, tokoh budaya, tokoh masyarakat, tokoh pers, pegiat konservasi, dunia usaha khususnya pelaku industri pariwisata, serta DPRD melalui pendekatan kolaborasi pentahelix berbasis komunitas.

"Pelaksanaan putusan ini harus melalui tahapan prakondisi yakni edukasi, sosialisasi, dan simulasi sesuai dengan kondisi kawasan pariwisata alam dan karakteristik masyarakat di daerah masing-masing," kata dia.

Jika dalam perkembangannya ditemukan kasus Covid-19 atau pelanggaran terhadap ketentuan di kawasan pariwisata alam, maka tim gugus tugas kabupaten/kota akan melakukan pengetatan atau penutupan kembali setelah berkonsultasi dengan petugas provinsi dan gugus tugas pusat.

Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan berdasarkan hasil kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama-sama dengan pemerintah daerah di lapangan melalui unit pelaksana teknis kerja kementerian tercatat ada 29 taman nasional dan taman wisata alam yang secara bertahap sudah dapat dibuka dari proyeksi waktu saat ini sampai dengan pertengahan Juli 2020.

"Beberapa taman nasional yang kita akan buka seperti misalnya Gunung Gede Pangrango, Bromo Tengger Semeru dan atau Rinjani," kata Siti Nurbaya.

Setelah itu akan ditinjau kembali beberapa lokasi lain yang juga bisa dibuka secara bertahap. Di antaranya di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, juga Bali. *

Sumber Foto: Antara