Pemerintah - BI Siap Berbagi Beban

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Rabu, 1 Juli 2020 | 07:10 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 536


Jakarta, InfoPublik - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan siap berbagi beban (burden sharing) dengan pemerintah untuk penyelamatan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Akan tetapi BI juga harus memperhatikan sisi kemampuan fiskal dan juga masih dalam batas terukur kemampuan BI. "Intinya, BI siap menyediakan dana APBN atau berbagi beban dengan pemerintah,” jelasnya, Sabtu (27/6/2020).

Kendati begitu, hingga saat ini diskusi mengenai burden sharing terkait porsi pemerintah dan BI belum selesai alias masih terus didiskusikan. “Untuk meyakinkan itu (masih didiskusikan) dengan DPR, nanti seperti itu, tentu saja ada produk hukumnya, keputusan bersama. Prosedur-Prosedur kita jaga, ini kita lakukan dalam tahap finalisasi.  Tentu saja kita melihat gimana pendanaan ini juga tidak bebani fiskal, tetapi juga masih dalam batas-batas kemampuan neraca keuangan BI,” tuturnya.  

Selama pandemi Covid-19, BI telah membantu dalam  pembiayaan anggaran dengan membeli surat berharga negara di pasar perdana untuk membantu membiayai defisit anggaran tahun ini yang melebar hingga 6,34%  dan ini sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan UU No 2/2020. Pembelian SBN di pasar perdana dilakukan melalui tiga tahap. Pertama, BI sebagai non competitive bidder dengan yield sesuai hasil lelang perdana di hari yang sama. Kedua, melalui green shoe option dan ketiga melalui private placement.

Menurut Perry, sejak menandatangani kesepakatan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati 16 April 2020, BI telah melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar perdana sebesar Rp30,3 triliun. Ia merinci BI sudah membeli SBN di pasar perdana melalui Green shoe option sebesar Rp 26,65 triliun dan pembelian SBN melalui private placement BI juga telah membeli SBN sebanyak Rp 3,67 triliun Adapun, total SBN yang dimiliki oleh bank sentral hingga 23 Juni sebesar Rp447 triliun. Jumlah itu termasuk pembelian SBN dari pasar sekunder untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sebesar Rp 166,2 triliun.

Sebelumnya, Deputi Gubernur  Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti menjelaskan, adanya konsep berbagi beban (burden sharing), karena BI menyadari bahwa pemerintah tidak bisa sendirian dalam memulihkan ekonomi akibat tekanan pandemi Covid-19.

Menurut Destry, dalam konsep berbagai beban, BI tetap harus memberikan confident bagi kepercayaan investor sehingga semua terukur. “Indonesia ini kita butuh dana, karena dana domestik tidak cukup, Mau tak mau kita harus membuka negara kita masuknya dana investor asing. Uang diluar bisa masuk masuk ke dalam negeri,  jika ada stabilitas dan  kredibilitas ekonomi dan pasar termasuk kebijakan fiskal,” tuturnya dalam diskusi virtual, Kamis (26/06/2020) malam.

BI dalam melakukan  burden sharing  juga akan memperhatikan berbagai hal, termasuk masalah kepercayaan pasar. Sehingga  yang dilakukan secara  keseluruhan, juga tidak mengurangi integritas. Kendati begitu, ia belum menjelaskan detail berapa persen pembagian beban untuk BI. Pasalnya masih dalam tahap diskusi yang detail bersama pemerintah yang diperkirakannya sudah hampir final. Meski begitu, ia tak menampik bahwa pembicaraan mengenai pembagian beban dalam penyelamatan ekonomi  cukup alot.

Sementara itu, dia menilai bahwa adanya kebijakan penempatan dana yang dilakukan Kementerian Keuangan  ke bank mitra senilai Rp 30 triliun merupakan kebijakan yang cukup baik untuk mendorong sektor riil. Pasalnya kewenangan bi tidak bisa langsung mendorong sektor riil, BI bisa melakukan quantitative easing. BI sudah banyak menggelontorkan dana ke sektor keuangan atau pasar, tetapi masalahnya sektor riil belum bisa menyerap dana masuk lagi ke pemerintah.

BI Guyur Pasar Rp 615 T dalam 6 Bulan

BI melaporkan telah melakukan quantitative easing dengan menginjeksi likuiditas Rp 614,8 triliun ke pasar uang dan perbankan sampai dengan Juni 2020 (year to date). Realisasi QE yang sebesar Rp 614,8 triliun tersebut sudah meningkat dibandingkan dengan QE yang dilakukan sampai dengan 8 juni 2020, yang tercatat sebesar Rp 605,5 triliun.

Perry Warjiyo mengatakan injeksi likuiditas oleh BI tersebut dalam rangka mendorong efektivitas stimulus ekonomi di tengah pandemi virus corona atau covid-19. Pemulihan ekonomi akan mendorong konsumsi masyarakat, produksi, dan investasi dunia usaha, baik bagi UMKM dan korporasi.

Perry merinci, quantitative easing yang dilakukan BI pada periode Januari-April 2020 sebesar Rp 415,8 triliun yang terdiri dari pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sebesar Rp 166,2 triliun, term repo perbankan tercatat Rp 140 triliun, FX swap sebesar Rp 36,6 triliun dan untuk penurunan GWM rupiah sebesar Rp 53 triliun.

Sementara itu, pada periode Mei-Juni 2020, QE yang dilakukan BI telah mencapai sebesr Rp 199 triliun. Terdiri dari penurunan GWM rupiah hingga Mei tercatat sekitar Rp 102 triliun. Kemudian langkah BI yang tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang tidak memenuhi RIM sebesar Rp 15,8 triliun, kemudian term repo perbankan dan fx swap sebesar Rp 81,2 triliun.

BI memastikan, akan terus mencukupi likuiditas di pasar uang dan perbankan dalam mendukung program pemulihan ekonomi nasional, khsusunya dalam rangka restrukturisasi kredit perbankan, yang saat ini ada di bawah tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BI tambah likuiditas begitu besar, masalahnya kembali lagi kenapa likuiditas yang sudah gelontorkan di perbankan belum mengalir ke sektor rill.

Menurut Perry, untuk mendorong sektor riil memang sebenarnya hanya bisa dilakukan dengan stimulus fiskal. Karena dari sisi kebijakan, BI hanya bisa mendorong ekonomi dari sisi moneter, dengan penurunan suku bunga dan menstabilkan rupiah. 

Oleh karena itu, ia menyambut langkah pemerintah untuk melakukan penempatan dana di Perbankan sebesar Rp 30 triliun, menurutnya langkah tersebut bisa mendorong gairah di sektor riil. Dengan demikian, ia menyebut bahwa kecepatan, respon kebijakan, harus juga diseimbangkan dengan akuntabilitas, transparansi dan efektivitas dari implementasi.

"Di samping itu pemerintah melakukan penempatan dana dari pemerintah ke perbankan untuk mendukung sektor riil. Ini jika total dan koordinasi benar-benar dilakukan," pungkasnya.*

Sumber Foto: Antara