Relaksasi Kredit Berlaku untuk Siapa? Ini Penjelasannya

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Selasa, 31 Maret 2020 | 05:50 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


 Jakarta, InfoPublik - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai menerapkan kebijakan stimulus untuk industri perbankan, dalam menyikapi dampak negatif pandemi corona terhadap pelaku usaha. Kebijakan stimulus ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, yang dikeluarkan pada Kamis (19/3/2020).

Dalam keterangan resmi, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, stimulus yang diberikan oleh OJK ini berlaku hingga 31 Maret 2021. Perbankan pun diminta agar proaktif mengidentifikasi debitur yang terkena dampak penyebaran virus corona dan segera menerapkan POJK ini. Secara garis besar, POJK ini dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur, yang diperkirakan akan menurun akibat wabah virus Covid-19.

OJK memandang, dampak negatif penyebaran virus Covid-19 terhadap debitur otomatis akan meningkatkan risiko kredit bank, yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan. Melalui kebijakan stimulus ini, bank juga memiliki pergerakan yang lebih luas, sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debiturnya.

"POJK ini diharapkan menjadi counter cyclical dampak penyebaran virus Covid-19, sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan, khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Heru.

Ia menambahkan, kebijakan pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus Covid-19, baik debitur Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), maupun non UMKM. Penerapan stimulus ini diharapkan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, yang disertai mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan (moral hazard).

Dalam POJK No.11/POJK.03/2020, stimulus yang diberikan terdiri dari dua. Pertama, penilaian kualitas kredit atau pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp 10 miliar.

Kedua, restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa batasan plafon kredit. "Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur," ujar Heru.

Selanjutnya, Presiden Jokowi mengumumkan sembilan jurus ekonomi untuk mengurangi dampak buruk ekonomi akibat pademi. Salah satunya adalah kebijakan relaksasi kredit yang diumumkan pada Selasa (24/3/2020) di Istana Merdeka, Jakarta. Menurut Jokowi, relaksasi ini juga berlaku bagi pengendara ojek, supir taksi hingga nelayan yang memiliki cicilan kendaraan. Jokowi pun mengingatkan bank atau pun industri keuangan non bank untuk tidak mengejar-ngejar tagihan cicilan.

"Bank dan industri keuangan non bank dilarang kejar-kejar angsuran apalagi menggunakan debt collector (penagih utang), itu dilarang," kata Jokowi. Jokowi memastikan aparat kepolisian tidak akan segan-segan menindak industri keuangan yang melanggar ketentuan tersebut. "Saya minta kepolisian mencatat," tegasnya.

Prosedur Keringanan Kredit dari Sembilan Bank

Merespon kebijakan keringanan bagi debitur terdampak Covid-19 yang diluncurkan OJK, beberapa bank telah mengeluarkan keringanan untuk para debiturnya yang terdampak Covid-19.

Beberapa bank merilis kebijakan relaksasi atau keringanan bagi debitur yang terdampak pandemi corona. Kebijakan ini mengikuti permintaan Presiden Joko Widodo dan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Dalam siaran pers, Senin (30/3/2019), OJK mencatat ada sembilan bank yang mengumumkan pemberian keringanan bagi debitur terdampak Covid-19, maupun yang tengah mempertimbangkan pemberian keringanan.

Sembilan bank tersebut antara lain, PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin). Kemudian, PT Bank Permata Tbk (Bank Permata), PT Bank BTPN Tbk (BTPN), PT Bank DBS Indonesia (DBS Indonesia), PT Bank Index Selindo (Bank Index) dan PT Bank Ganesha Tbk (Bank Ganesha).

Bank Mandiri sebelumnya telah menyatakan secara terbuka soal kebijakan keringanan bagi debitur terdampak corona. Keringanan yang diberikan BRI berbentuk penyesuaian suku bunga pinjaman, pengurangan tunggakan bunga dan/atau denda/penalti, serta perpanjangan jangka waktu pinjaman.

Keringanan ini ditujukan bagi debitur kecil, antara lain sektor informal, usaha mikro dan pekerja berpenghasilan harian yang memiliki kewajiban pembayaran kredit untuk menjalankan usaha produktif.

Bank Mandiri juga memberikan keringanan berupa penundaan, penjadwalan ulang (rescheduling) dan pengurangan suku bunga. Pemberian keringanan oleh Bank Mandiri ini dibagi dalam lima kategori dan penilaiannya akan dilakukan oleh unit maupun kantor cabang Bank Mandiri, pada saat nasabah mengajukan keringanan.

Sementara itu, keringanan yang diberikan Bank Panin berupa perpanjangan jangka waktu kredit atau penundaan pembayaran angsuran pokok pinjaman. Pemberian keringanan ini dilakukan setelah melalui analisa dan sepanjang debitur memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Panin.

Untuk mengurangi kontak fisik di tengah pandemi corona, Bank Panin mengimbau debitur yang hendak mengajukan keringanan untuk menghubungi staf bank yang melayani debitur sebelumnya. Keringanan diberikan Bank Panin dengan kurun waktu dan syarat yang disesuaikan dengan sektor ekonomi, kriteria dan kondisi nasabah sesuai dengan ketentuan OJK.

Untuk Bank Permata, keringanan yang diberikan berupa penundaan pembayaran angsuran dan/atau pemberian keringanan pembayaran bunga. Bank Permata menginformasikan, keringanan pembiayaan diberikan setelah ada kesepakatan, sesuai dengan kondisi dan kemampuan membayar. Meski demikian, Bank Permata mengharapkan debitur tetap melakukan pembayaran tepat waktu, selama proses pengajuan keringanan.

Adapun, keringanan juga diberikan Bank BTPN bagi debitur terdampak Covid-19, dalam bentuk penundaan, pengurangan bunga, perpanjangan waktu atau dalam bentuk lainnya, yang ditetapkan oleh bank. Pemberian diberikan dengan beberapa persyaratan.

Pertama, debitur yang terkena dampak langsung pandemi corona, dengan nilai kredit di bawah Rp 10 miliar untuk pekerja informal, berpenghasilan harian, usaha mikro dan kecil. Kedua, debitur yang bersangkutan tidak memiliki tunggakan lebih dari 90 hari, terhitung sampai dengan 1 April 2020. 

Bagi debitur yang tidak termasuk dalam kategori yang disyaratkan, Bank BTPN juga menyediakan keringanan dan mempersilahkan debitur untuk menghubungi Bank BTPN melalui Relationship Manager, yang melayani debitur sebelumnya.

Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) merilis kebijakan relaksasi bagi debitur yang terdampak pandemi corona. Relaksasi ini dirancang dengan sasaran pelaku usaha mikro, serta pelaku usaha yang mengambil kredit konsumer untuk kegiatan produktif.

Dalam siaran pers, Jumat (27/3/2020), Direktur Utama Bank BRI Sunarso mengungkapkan, kebijakan relaksasi yang dikeluarkan oleh BRI bertujuan untuk meringankan beban para debitur yang terkena dampak pandemi corona. Ia menyebut, kebijakan yang dikeluarkan mengacu pada aturan yang dikeluarkan OJK.

Kemudahan yang diberikan BRI ini, menurut Sunarso, akan didasarkan pada histori ketepatan pembayaran angsuran oleh debitur. Sunarso menjelaskan, bentuk kemudahan yang akan diberikan antara lain, penyesuaian suku bunga pinjaman, pengurangan tunggakan bunga dan/atau denda/penalti, serta perpanjangan jangka waktu pinjaman.

“Khusus untuk usaha skala mikro, BRI memiliki skema restrukturisasi berupa penundaan pembayaran cicilan pokok bulanan selama maksimal satu tahun," ujar Sunarso. Selain itu, BRI juga telah menyiapkan skema restrukturisasi bagi debitur yang mengambil fasilitas Kredit Konsumer BRI, yakni Kredit Pemilikan Properti (KPP) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).

Sunarso menekankan, kelonggaran cicilan yang dimaksud lebih ditujukan pada debitur kecil, antara lain sektor informal, usaha mikro dan pekerja berpenghasilan harian yang memiliki kewajiban pembayaran kredit untuk menjalankan usaha produktif.

Ia menambahkan, alternatif skema restrukturisasi tersebut akan bervariatif disesuaikan dengan masing masing debitur, dengan tetap memperhatikan faktor prospek usaha serta repayment capacity (kemampuan membayar).

“BRI secara aktif juga melakukan monitoring dan memberikan pendamping secara langsung terhadap program restrukurisasi yang dijalankan oleh para debitur BRI sebagai upaya perseroan untuk menjalankan asas prudential banking dan selective growth,” ujar Sunarso.

Bank lainnya seperti BNI, Bank Ganesha dan Bank Index mempertimbangkan pemberian keringanan bagi debitur terdampak Covid-19. Pemberian relaksasi diberikan sesuai dengan kondisi dan kemampuan debitur.

Sumber Foto: Antara