Berjibaku di Sektor Riil

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Selasa, 24 Maret 2020 | 16:35 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 979


Jakarta, InfoPublik - Sembari berjibaku mengatasi penyebaran Covid-19 semakin melebar, Pemerintah pun berusaha keras mengatasi pelemahan ekonomi agar tidak terpuruk semakin dalam. Untuk itu, sejumlah langkah diambil agar ekonomi, khususnya sektor riil, terus bergerak. Setelah paket stimulus pertama di sektor pariwisata dan transportasi digulirkan, kini pemerintah memperkuat perekonomian lewat paket stimulus kedua. Bahkan tidak menutup kemungkinan adanya, paket ketiga dan lain-lain.

Disampaikan di Jakarta, Jumat (13/03/2020) di Aula Graha Sawala, Kemenko Perekonomian, paket terdiri atas 4 stimulus fiskal, 4 stimulus non-fiskal, dan stimulus sektor keuangan. Tim ekonomi Pemerintah yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto, memberi penjelasan. Yakni, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.

“Dampak terhadap sektor ekonomi tentu tidak dapat dielakkan lagi. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan terkontraksi semakin dalam. Untuk itu, Pemerintah memerhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus,” ujar Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Isu-isu tersebut antara lain terkait dengan (1) ketersediaan stok dan pasokan pangan yang akan mempengaruhi stabilitas harga pangan; (2) pembatasan perjalanan dan mobilitas pekerja yang mempengaruhi sektor pariwisata dan transportasi; (3) disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang mempengaruhi kinerja sektor manufaktur dan turunannya; serta 4) kejatuhan harga minyak dunia akibat pelemahan permintaan dan perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia.

Sedangkan Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa fokus stimulus kedua ini adalah sektor produksi yang mengalami disrupsi karena adanya perusahaan yang terhalang dalam memperoleh bahan baku impor dan juga agar para eksportir bisa lebih cepat merespons. 

"APBN sebagai instrumen fiskal, kita melihat dan berencana bahwa defisit akan meningkat menjadi 2,5% dari GDP (Gross Domestic Product). Ini artinya fiskal kita akan memberikan stimulus sebesar 0,8% dari GDP dari rencana awal dengan nilai Rp120 triliun," tegas Menkeu.

Stimulus pada sektor fiskal mencakup relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 untuk pekerja di sektor manufaktur selama 6 bulan, relaksasi PPh pasal 22  Impor selama 6 bulan untuk sektor 19 sektor tertentu, pengurangan PPh pasal 25 sebesar 30% selama 6 bulan untuk 19 sektor tertentu, dan relaksasi restitusi PPN yang dipercepat selama 6 bulan untuk 19 sektor tertentu.

Stimulus pada sektor non-fiskal akan diberikan dalam 4 bentuk, yaitu: penyederhanaan/pengurangan Lartas (larangan terbatas) ekspor yang bertujuan untuk meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing produk ekspor; penyederhanaan/pengurangan Lartas impor yang bertujuan untuk meningkatkan kelancaran impor bahan baku; percepatan proses ekspor-impor untuk Reputable Traderdengan cara membedakan perlakuan layanan/pengawasan kepada 625 perusahaan Mitra Utama Kepabeanan (MITA) dan 109 perusahaan Authorized Economic Operator (AEO); serta percepatan proses ekspor-impor melalui National Logistics Ecosystem.

Stimulus perekonomian pada sektor keuangan akan dilakukan untuk mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi terutama sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Meskipun situasi ekonomi yang Indonesia hadapi saat ini sangat dinamis, Menkeu meyakinkan bahwa pemerintah akan terus terbuka terhadap situasi yang ada dan menyiapkan seluruh instrumen kebijakan dalam meminimalkan dampak yang timbul.

Relaksasi Pajak untuk Mitigasi Dampak Negatif pada Ekonomi

Situasi pandemik Covid-19 yang makin mengglobal, membuat pemerintah merespon dengan memberi stimulus kebijakan fiskal kedua untuk memitigasi dampak negatif virus corona pada ekonomi.  Salah satunya dengan memberikan relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 21, 22, 25 dan restistusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat. 

"Situasi yang menjadi pandemik dunia (covid-19), perkembangan ini sangat dinamis. Kita menyiapkan instrumen, policy untuk memitigasi, meminimalisir dampak, baik untuk sektor pengusaha, korporasi maupun masyarakat. Pemerintah selalu melihat dari dua sisi. Dari sisi ekonomi, dari demand side: konsumsi, investasi dan dari sisi sektor usaha atau supply chain atau product sub-side-nya terutama sektor manufaktur yang langsung terdampak ekspor dan impor. Banyak sektor manufaktur yang terhalang mendapat barang modal dan bahan baku dan para eksportir untuk diberi kemudahan secepat mungkin," papar Sri Mulyani.

Ia menjelaskan bahwa relaksasi pertama adalah pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 untuk seluruh karyawan industri manufaktur pengolahan yang penghasilannya mencapai sampai dengan Rp200 juta pertahun baik industri yang berlokasi di Kawasan Industri Tujuan Ekspor (KITE) maupun non KITE. Pemerintah menanggung PPh pasal 21 ini selama 6 bulan, mulai bulan April hingga September 2020.

"Relaksasi PPh pasal 21 dengan memberikan pajak ditanggung Pemerintah 100% atas penghasilan pekerja yang memiliki income sampai dengan Rp200 juta pertahun di sektor industri manufaktur baik yang berlokasi di KITE (Kawasan Industri Tujuan Ekspor) maupun non KITE. Relaksasi kami berikan selama 6 bulan dimulai dari gaji bulan April sampai September. Nilai relaksasi estimasi Rp8,6 triliun berdasarkan kinerja perusahaan tahun 2019. Kita berharap akan menambah daya beli masyarakat terutama karyawan atau perusahaan yang mendapat tekanan cash flow tanpa harus menambahkan pajak dalam kompenen  gajinya," jelasnya. 

Kedua, relaksasi PPh pasal 22 Impor untuk 19 industri manufaktur yang diberikan selama 6 bulan dari bulan April-September 2020 baik untuk industri manufaktur di wilayah KITE maupun non KITE. "Kita memberikan relaksasi pajak penghasilan 22 impor untuk yang mengimpor barang baku untuk 19 industri manufaktur yang terkena dampak sesuai rekomendasi KADIN dan APINDO baik yang berlokasi di wilayah KITE maupun non KITE. Pembebasan ini akan diberikan selama 6 bulan mulai April hingga September. Perkiraan dari total volume kalau sama dengan tahun lalu, Rp8,15 triliun PPH pasal 22 Impor yang tidak akan dibayarkan perusahaan," paparnya.

Ketiga, pemerintah memberi penundaan PPh Pasal 25 untuk korporasi baik yang berlokasi di KITE maupun non KITE selama 6 bulan mulai April hingga September 2020. "Kami memberikan pajak relaksasi PPh pasal 25, yaitu pajak korporasi sebesar 30% kepada 19 sektor pengolahan, baik yang berlokasi di KITE maupun non KITE termasuk KITE IKM, selama 6 bulan mulai April hingga September. Ini akan mengurangi beban cash flow perusahaan yang biasanya membayar PPh 25 Masa. Nilainya sekitar Rp4,2 triliun," tuturnya. 

Keempat, pemerintah membuat restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat bahkan tanpa audit awal. Namun, jika terdapat suatu hal yang perlu diperiksa, maka akan diperiksa lebih lanjut. Pemerintah akan memberikan fasilitas ini selama 6 bulan dari April hingga September 2020.  

"Relaksasi restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) ditujukan untuk para perusahaan yang melakukan ekspor, mereka biasanya melakukan restitusi terhadap barang-barang inputnya. Untuk eksportir, kita tidak memberikan sama sekali batasan. Jadi, restitusi dipercepat bahkan tanpa audit awal, baru nanti kita periksa kalau diperkirakan ada sesuatu untuk diperiksa. Untuk perusahaan non eksportir, kita memberikan batasan sampai dengan Rp5 miliar untuk 19 industri tertentu. Ini dimulai April hingga September, 6 bulan. Total restitusi diperkirakan akan mencapai Rp1,97 triliun," pungkasnya

Pembebasan Bea Impor untuk 19 Sektor Manufaktur

Sementara itu, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan ada 19 industri yang mendapat relaksasi bea masuk bahan baku impor untuk memperkecil dampak negatif virus corona bagi perekonomian Indonesia.

"Berkaitan dengan bea masuk impor bahan baku, kami memastikan industri mendapatkan kecukupan bahan baku agar mereka bisa kembali melakukan operasionalnya (karena) 30% bahan baku berasal dari Cina. Sekarang industri harus mencari alternatif dari negara lain, karena keterbatasan, tidak hanya dari Indonesia tapi juga dari negara lain, harganya pasti tinggi dan pasti berebutan karena mereka mengalami problem yang sama," tukasnya.

"Relaksasi atau pembebasan bea masuk tidak boleh mengganggu industri dalam negeri dan tidak boleh ada produk impor barang jadi dalam paket ini. Pemerintah tidak mau ada free rider. Berdasarkan usulan KADIN ada 19 industri manufaktur," jelas Menperin Agus.  

Berikut adalah 19 industri yang mendapat relaksasi bea masuk bahan baku impor:

  1. Industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia
  2. Industri peralatan listrik
  3. Industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi-trailer
  4. Industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional
  5. Industri logam dasar
  6. Industri alat angkutan lainnya
  7. Industri kertas dan barang dari kertas
  8. Industri makanan 
  9. Industri komputer, barang elektronik dan optik
  10. Industri mesin dan perlengkapan
  11. Industri tekstil
  12. Industri karet, barang dari karet dan plastik
  13. Industri furniture
  14. Industri percetakan dan reproduksi media perekaman
  15. Industri barang galian bukan logam
  16. Industri barang logam bukan mesin dan peralatannya 
  17. Industri bahan jadi
  18. Industri minuman
  19. Industri kulit, barang kulit dan alas kaki

Ia menambahkan, dari 19 sektor industri tersebut, ada 1.022 kode HS yang merupakan bahan baku industri. Dari verifikasi tahap pertama, dari 1.022 kode HS tersebut, yang mendapat prioritas terdapat 313 kode HS.

Sebagai informasi, kode HS adalah Harmonized System yaitu nomenklatur klasifikasi barang yang digunakan secara seragam di seluruh dunia berdasarkan International Convention on The Harmonized Commodity Description and Coding System dan digunakan untuk keperluan tarif, statistik, rules of origin, pengawasan komoditi impor/ekspor, dan keperluan lainnya.

HS terdiri dari penomoran barang sampai tingkat 6 digit, Ketentuan Umum Mengintepretasi Harmonized System (KUMHS), catatan bagian, catatan bab dan catatan subpos yang mengatur ketentuan pengklasifikasian barang.

Sumber Foto: Kemenko Perekonomian