Kerja Akbar Konversi BBM ke Gas

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Senin, 24 Februari 2020 | 15:57 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 838


Jakarta, InfoPublik - Alih energi itu pun tidak terbendung. Dari energi berbahan bakar minyak (BBM) menjadi gas. Salah satu yang terkena gelombangnya adalah pembangkit milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Untuk itu, PLN akan menginvestasikan dana sedikitnya Rp 22 triliun.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo. Ia menyebut, angka pasti dan skema pembiayaan dari investasi tersebut tengah dibahas bersama PT Pertamina (Persero) selaku mitra PLN dalam proses gasifikasi ini.

"Sekitar itu (Rp 22 triliun), ini kerjasama dengan Pertamina yang akan membangun infrastruktur. Setelah itu ada kebutuhan pengembalian (investasi), ada demand dari PLN yang akan beli gas sehingga pengembaliannya lebih smooth," kata dia, Kamis (6/2/2020).

Darmawan mengklaim, konversi dari BBM ke gas ini akan menguntungkan Pertamina maupun PLN. Dari sisi Pertamina, perusahaan migas pelat merah itu bisa menyalurkan gas ke daerah terpencil, serta memiliki kepastian pembeli gas jangka menengah dan panjang.

"Membangun infrastruktur gas kan mahal, selama ini ada halangan (Pertamina) memasok gas ke daerah terpencil. Kerjasama dengan PLN ini bisa menjadi penetrasi, ada kepastian pembeli," sebut Darmawan.

Sedangkan, Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Rahardjo Abumanan di Jakarta, Kamis (6/2/2020) juga mengatakan, pembangunan infrastruktur memang ditugaskan kepada Pertamina. Infrastruktur tersebut antara lain meliputi penyediaan kapal dan fasilitas pelabuhan, tempat penyimpanan (storage), hingga fasilitas regasifikasi.

Djoko bilang, investasi sekitar Rp 22 triliun itu merupakan capital expenditure (capex)yang diestimasikan oleh PLN dalam penyediaan infrastruktur tersebut. Djoko mengatakan, saat ini PLN dan Pertamina tengah menyusun pokok-pokok kerjasama alias head of agreement (HoA).

Pertamina Pasok Gas ke 52 Pembangkit PLN

PT PLN (Persero) akan mengkonversi 52 pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) ke gas. Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menjadi landasan konversi sudah ditandatangani Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Kepmen tersebut memberikan penugasan dalam penyediaan liquefied natural gas (LNG) untuk mengkonversi pembangkit yang sebelumnya menggunakan BBM. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No.13/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur LNG, Serta Konversi Penggunaan BBM dengan LNG Dalam Penyediaan Tenaga Listrik.

Ada 6 poin yang ditandatangani Menteri, di antaranya :

Pertama, menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk melaksanakan penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur LNG dalam penyediaan tenaga listrik oleh PT PLN (Persero), pada setiap pembangkit tenaga listrik sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kepmen ini.

Kedua, menugaskan PT PLN Negara (Persero) untuk melaksanakan kegiatan gasifikasi pembangkit tenaga listrik dan pembelian LNG dari PT Pertamina (Persero) dalam rangka konversi penggunaan Bahan Bakar Minyak jenis High Speed Diesel dengan LNG.

Ketiga, dalam rangka percepatan penyelesaian pembangunan infrastruktur LNG sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, PT Pertamina (Persero) dapat menunjuk anak perusahaan atau aflliasinya yang telah memiliki pengalaman dalam perencanaan serta pembangunan infrastruktur untuk penerimaan, penyimpanan dan regasifikasi LNG.

Keempat, PT Pertamina (Persero) diwajibkan :

  • Menyediakan harga gas basil regasifikasi LNG di plant gate yang akan menghasilkanBiaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik lebih rendahdibandingkan menggunakan Bahan Bakar Minyak jenis High Speed Diesel
  • Menyediakan gas basil regasifikasi LNG di plant gate dengan volume sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
  • Menyampaikan laporan berkala perkembangan penyelesaian infrastruktur LNG. sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA setiap 6 bulan kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan tembusan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan

Kelima, penugasan pembangunan infrastruktur LNG sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dan penugasan untuk melaksanakan kegiatan gasifikasi pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA, diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat 2 tahun sejak Keputusan Menteri ini ditetapkan.

Keenam, dalam hal terjadi perubahan terhadap target penyelesaian, pembangkit tenaga listrik, volume kebutuhan LNG disepakati antara PT Pertamina (Persero) dengan PT PLN (Persero) dan dilaporkan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.

Hemat Rp 4 Triliun

PLN menyatakan konversi pembangkit dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) ke gas akan bisa menghemat anggaran mencapai Rp4 triliun. Konversi dilakukan salah satu tujuannya mengurangi biaya operasional pembangkit serta mendukung upaya memperbaiki defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan.

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan bahwa saat ini konsumsi BBM di pembangkit PLN mencapai 2,6 juta kiloliter (KL). Dengan dikonversi ke gas bisa menekan penggunaan solar atau diesel menjadi 1,6 juta KL.

"Penurunan konsumsi BBM tersebut akan mengurangi biaya operasi dengan estimasi mencapai Rp4 triliun," kata Zulkifli di Jakarta, Kamis (6/2/2020).

Sedangkan Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvyi Felienty Roekman menambahkan pada saat yang sama bahwa penghematan tersebut tentunya tidak bisa didapatkan pada tahun ini. Sebab persiapan konversi infrastruktur kelistrikan butuh waktu. Ia bilang butuh dua tahun sejak saat ini setelah dikeluarkannya mandat oleh pemerintah.

Konversi pembangkit tersebut sesuai mandat dari Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memasukkan 51-52 pembangkit yang perlu dikonversi ke gas. Lebih lanjut, Zulkifli bilang, saat ini pihaknya tengah mengidentifikasi pembangkit mana saja yang bisa dikonversi.

Selanjutnya Darmawan Prasojo mengatakan pihaknya telah membagi beberapa klaster untuk pembangkit listrik yang membutuhkan pasokan gas. Pasokan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) nantinya akan didistribusikan dengan sistem hub and spoke yang akan dibangun penghubung atau hub dan fasilitas regasifikasi di dekat pembangkit listrik.

Sistem ini dipilih lantaran sebagian pembangkit berlokasi di kawasan timur yang berupa kepulauan. “LNG akan didistribusikan langsung ke plant gate. Seperti apa infrastrukturnya, kami sesuai perintah dari Kepmen,” ujar dia.

Mengacu data PLN, terdapat 10 klaster LNG untuk pembangkit listrik. Rincinya, klaster Sumatra bagian utara, Kepulauan Riau, Jawa bagian barat, Jawa bagian timur, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Papua bagian utara, Maluku bagian utara, serta Maluku bagian selatan-Papua.

Beberapa pembangkit dalam 10 klaster tersebut sudah menggunakan LNG, yakni PLTMG Arun, PLTGU Belawan, PLTGU Tanjung Priok, PLTGU Muara Karang, PLTGU Tambak Lorok, PLTGU Gresik, PLTGU Grati, dan PLTGU Pesanggaran.

Bagi PLN, meski harga LNG bisa mencapai USD12-USD14 per juta british thermal unit (million british thermal unit/mmbtu), tetap akan lebih murah dibandingkan menggunakan solar yang sekitar USD20 per mmbtu. Di sisi lain, kesinambungan pasokan gas juga terjamin mengingat beberapa proyek gas besar tengah digarap, salah satunya Proyek Kilang LNG Abadi, Blok Masela.

“Artinya ini mengubah energi berbasis impor menjadi domestik, ditambah lagi cost saving sehingga kesehatan finansial PLN akan lebih baik,” tutur dia.

Berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028, konsumsi LNG direncanakan terus meningkat. Pada 2020, kebutuhan LNG pembangkit listrik 221 triliun british thermal unit (TBTI). Kebutuhan LNG turun di tahun depan menjadi 215 TBTU, kemudian kembali naik menjadi 229 TBTU pada 2022, 275 TBTU pada 2024, dan mencapai 417 TBTU di 2028.

Sebaliknya, konsumsi BBM direncanakan terus turun dari 1,8 juta kiloliter (KL) di 2020 menjadi satu juta KL di 2021, lalu 85 ribu KL di 2022, dan mencapai titik terendah 69 ribu KL di 2024. Namun, konsumsi BBM kembali naik tipis menjadi 76 ribu KL pada 2025 dan menjadi 88 ribu KL di 2028.

Masih berdasarkan RUPTL 2019-2028, dalam 10 tahun ke depan, penambahan kapasitas pembangkit gas direncanakan mencapai 12.416 megawatt (MW) dari total 56,39 gigawatt (GW). Sementara tambahan pembangkit diesel (PLTD) hanya 201 MW.

Konversi bahan bakar 52 pembangkit listrik berkapasitas 1.697 megawatt (MW) dari solar ke gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke 7%.

Sumber Foto: Antara