Ciptakan Ekonomi Berkeadilan Melalui Optimalisasi Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah dengan Reforma Agraria

:


Oleh Irvina Falah, Senin, 29 April 2019 | 10:31 WIB - - 428


Kupang, InfoPublik - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berusaha mewujudkan pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan melalui program Reforma Agraria.

Reforma Agraria sebagai salah satu Nawa Cita Presiden RI Joko Widodo yang pelaksanaannya tersebar di seluruh Indonesia yang menyasar pada tanah-tanah Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang terlantar, dan pelepasan kawasan hutan.

Untuk itu dalam rangka memastikan dan mengevaluasi berjalannya program reforma agraria di daerah, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil, mengunjungi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (27/04). Bertempat di Kantor Gubernur NTT, Menteri ATR/Kepala BPN menyelenggarakan Rapat Evaluasi terkait Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah di Provinsi NTT.

Seperti kita ketahui bersama, bahwa Provinsi NTT memiliki kondisi cuaca yang panas sepanjang tahun dan memiliki garis pantai yang panjang. Faktor tersebut menjadikan provinsi ini memiliki potensi komoditas garam yang dapat memenuhi kebutuhan nasional jika tanah di Provinsi NTT dapat dikelola dengan baik struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya.

Sementara itu, Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan bahwa salah satu faktor yang bisa menciptakan kemakmuran dan ekonomi berkeadilan di suatu wilayah adalah dengan adanya kolaborasi antara korporasi dan koperasi. Dimana dengan korporasi masyarakat bisa mendapatkan akses kapital, sumber daya manusia yang baik, akses pasar, akses teknologi serta akses keuangan. Dan hasil produksinya dikelola dengan sistem koperasi yang bertujuan untuk memenuhi keperluan masyarakat dengan cara menjual keperluan sehari-hari dengan harga murah dan tidak bermaksud mencari untung.

“Sebagai contoh yang pernah saya temui, kebun sawit yang diproduksi dan dikelola oleh perusahaan bisa menghasilkan 7-8 ton/hektar, tetapi kalau masyarakat itu sendiri yang kelola produktivitasnya hanya 2-3 ton/hektar. Betapa tingginya perbedaan penghasilan antara korporasi dengan individu,” ungkap Sofyan A. Djalil.

Melihat pengalaman yang disampaikan tersebut, lebih lanjut Menteri ATR/Kepala BPN berharap agar Pemerintah Daerah di Provinsi NTT melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk menggerakkan sistem koperasi secara korporasi di NTT dengan benar. Sehingga dapat mengoptimalkan produktivitas garam, yang merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi NTT.

Menurut Bupati Kabupaten Kupang Corinus Masneno dalam laporannya kepada Menteri ATR/Kepala BPN, pola kerja yang dibangun di wilayahnya antara masyarakat dengan perusahaan sudah sesuai dengan korporasi dan koperasi. Pola ini bekerjasama dengan pemilik Hak Ulayat kemudian terdapat sistem pembagian hasil produk.

“Kalau produksi 100 ton maka 10 ton diberikan kepada pemilik hak ulayat, kemudian pemilik ulayat memberikan kepada pemerintah 1,5%, kepada lembaga pendidikan gereja 1,5%, dan kalau disini ada lembaga adat yg menaungi mereka untuk pendekatan sosial dalam rangka pemersatu juga diberikan 1,5%. Sedangkan 5,5% langsung kepada pemilik hak ulayat,” jelas Corinus Masneno.

Dengan penjelasan dari Bupati Kabupaten Kupang, Gubernur Provinsi NTT Viktor Bungtilu Laiskodat berharap produksi garam bisa terus dioptimalkan dalam rangka penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam program Konsolidasi Tanah. “Targetnya di tahun 2021, NTT sudah mampu pasok kebutuhan garam nasional sebanyak 700 ribu ton per tahun,” ucapnya optimistis.

Hadirnya Menteri ATR/Kepala BPN di kegiatan Rapat Evaluasi terkait Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah di Provinsi NTT diharapkan sengketa tanah yang yang telah terjadi antara PT PGGS dengan masyarakat sejak tahun 2010 dapat diselesaikan secara tuntas bersama Gubernur Provinsi NTT dan Bupati Kupang. (LS/RO/JF)