Kementerian PPPA Canangkan Geber Stop KDRT

:


Oleh Juli, Senin, 5 November 2018 | 14:07 WIB - Redaktur: Juli - 392


Jakarta, InfoPublik - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise  mencanangkan Gerakan Bersama (Geber) Stop Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (4/11).

Gerakan ini dilakukan mengingat dewasa ini kasus KDRT memiliki modus dan karakteristik yang semakin beragam dan mengkhawatirkan.

Menurut Menteri Yohana, kasus KDRT bisa menimpa rumah tangga siapa saja, termasuk kita. Masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa KDRT merupakan urusan pribadi rumah tangga yang bersangkutan sehingga tidak perlu dilaporkan kepada pihak berwajib, baik karena alasan malu, tabu atau alasan lainnya.

"Kasus KDRT yang dulu dianggap mitos dan persoalan pribadi, kini menjadi urusan publik yang nyata dan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT),” terang Menteri Yohana.

Berdasarkan Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) pada 2016 menunjukkan 1 dari setiap 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual, dan 1 dari setiap 4 perempuan yang pernah menikah pernah mengalami kekerasan berbasis ekonomi, dan 1 dari 5 perempuan yang pernah menikah mengalami kekerasan psikis.

“Angka-angka tersebut sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan kita bahwa KDRT merupakan masalah yang serius dan mendesak untuk dicarikan solusinya, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang," uj rnya.

Faktor dominan yang menjadi penyebab KDRT adalah faktor-faktor yang bersifat kolektif (multi faktor). Oleh karena itu, KDRT hanya bisa diselesaikan secara kolektif atau berkelompok, tidak bisa sendiri-sendiri. "Upaya mencari solusi KDRT ini perlu mempertimbangkan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan agama,” tambah Menteri Yohana.

Hapus KDRT Sejak Dini

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Yohana menjelaskan KDRT memiliki empat jenis, yakni kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. KDRT dalam konteks sederhana, menyerupai lingkaran sebab akibat yang kompleks dan rumit.

"Anak-anak yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang mengalami KDRT cenderung akan meniru ketika mereka dewasa. Anak-anak yang melihat ibunya dipukul ayahnya dan ibunya diam saja, tidak melapor, maka anaknya cenderung melakukan hal yang sama ketika dalam berumah tangga ia mengalami KDRT," ungkapnya.

Menteri Yohana mengatakan, komunitas muda-mudi sebagai calon ibu dan calon ayah dapat memutus mata rantai KDRT. Keberadaan dan pelibatan mereka merupakan langkah strategis karena penanganan KDRT bagi mereka yang sudah berumah tangga memerlukan waktu, pengorbanan, dan biaya yang tidak murah.

Lebih lanjut Menteri Yohana mengatakan, kaum muda-mudi yang berada pada fase menjelang kehidupan berumah tangga harus diberikan pemahaman, pengetahuan, dan peran yang signifikan dalam penghapusan KDRT, misalnya kesiapan dalam membangun rumah tangga, kedewasaan calon pengantin, kesiapan ekonomi, pengetahuan masing-masing pasangan, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, budaya dan lain-lain.

"Mereka merupakan garda terdepan dalam menghapus atau mencegah KDRT. Semakin cepat kaum muda-mudi mengenali potensi KDRT, semakin siap pula mereka menangkal dan menghindarinya,” kata Menteri.

 

Sumber: Publikasi dan Media Kementerian PPPA