Mahar Politik Perlu Pengawasan

:


Oleh Eko Budiono, Minggu, 20 Oktober 2019 | 00:32 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 541


Jakarta,InfoPublik-Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menyatakan persoalan mahar politik perlu menjadi fokus pengawasan.

"Mahar politik  sejatinya tidak boleh dalam aturan, dan sulit dibuktikan. Namun, temuan Bawaslu semuanya kandas, dan kasus berhenti, karena bukti dinyatakan kurang,” kata Rahmat, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/10/2019).
 
Menurutnya, dalam pilkada 2018  ada beberapa calon kepala daerah, yang melakukan politik uang dengan istilah mahar.
 
Namun kasusnya berhenti, atau baru ketahuan setelah waktunya kedaluwarsa, dan belum ada yang masuk pengadilan. 
 
"Sebenarnya untuk para calon kepala daerah yang membiayai siapa? Seharusnya calon maupun parpol pengusung, karena sama-sama punya uang," tegasnya.
 
Rahmat memgungkapkan, untuk kasus temuan sebenarnya banyak, namun pembuktian harus kuat dan rigid, sementara waktunya terbatas dari proses mengajukan barang bukti sampai pelaporan.
 
“Memang problemnya disitu,” ujarnya.
 
Dia menyebutkan, untuk menghindari politik uang atau mahar politik,  sebenarnya kuncinya ada pada calon kepala daerah.

“Jika memang ada uang yang harus dikeluarkan untuk biaya politik, biaya kampanye itu harus dilaporkan. Kalau dilaporkan biaya kampanye itu tidak bisa disebut mahar,” paparnya.

Dia menambahkan, pihaknya tengah mempersiapkan Peraturan Bawaslu, sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan Pilkada  2020.
 
Salah satunya sedang mengupayakan judicial review (JR), atau uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada),  ke Mahkamah Konstitusi (MK).
 
“Kami memandang ada beberapa hal yang perlu disempurnakan dalam Undang-Undang Pilkada, agar  pola pengawasan yang telah baik dilaksanakan pada pengawasan Pemilu 2019, tetap bisa diimplementasikan pada pengawasan Pilkada mendatang,” pungkasnya.