Partisipasi Perempuan Dalam Politik Masih Minim

:


Oleh Juli, Kamis, 20 September 2018 | 08:26 WIB - Redaktur: Juli - 681


Jakarta, InfoPublik - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Yohana Yembise mengatakan partisipasi perempuan dalam bidang politik saat ini masih minim, yaitu hanya sekitar 17 persen.

Menurutnya, mnimnya kepemimpinan perempuan di beberapa daerah salah satunya di Papua disebabkan faktor budaya, stereotype, marginalisasi, subordinasi, dan beban ganda. Padahal sudah seharusnya mereka mendapatkan akses dan partisipasi di berbagai bidang pembangunan termasuk politik.

"Dengan begitu perempuan dapat merasakan manfaat pembangunan mulai dari proses persiapan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi program pembangunan," kata Yohana dalam kuliah umum di Universitas Musamus Merauke dengan topik Kepemimpinan Perempuan Papua dalam Pembangunan seperti disampaikan siaran pers KPPPA, yang dikutip Kamis (20/9).

Dijelaskan, partisipasi perempuan dalam bidang politik saat ini hanya sekitar 17 persen dan belum mencapai 30 persen sesuai dengan target. "Keterwakilan perempuan masih sangat sedikit, apalagi di tanah Papua ini belum ada wali kota atau pemimpin perempuan. Oleh karena itu di tangan kalianlah para mahasiswa dan mahasiswi yang akan menjadi pemimpin masa depan di tanah Papua ini,” tambah Menteri Yohana.

Menurutnya, rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik dan pembangunan, secara umum dapat dilihat dari berbagai aspek pembangunan manusia berbasis gender di Indonesia. Angka Indeks Pembagunan Gender (IPG) Indonesia berada pada 92,74. Meskipun berada di atas rata-rata dunia tapi masih di bawah laki – laki. Sedangkan untuk Papua di angka 79,09 dan Papua Barat di angka 82,34.

Sementara untuk ranah legislatif dan eksekutif, keterwakilan perempuan hanya mencapai 17.32 persen atau hanya 97 anggota legislatif perempuan dari 560 anggota DPR RI, untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sebesar 25,74 persen atau hanya 34 perempuan dari 132 dan perempuan sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah hanya 7,29 persen.

Adapun keterwakilan perempuan dalam struktur kepemimpinan di Lembaga-lembaga Negara juga masih belum mencapai 30 persen. Lembaga-lembaga Negara tersebut di antaranya Komisi Pemberantasan Korupsi hanya sekitar 20 persen, Mahkamah Konstitusi di angka 13 persen, Komisi Yudisial hanya 14 persen, Komisi Pemilihan Umum hanya 4 persen, Badan Pengawas Pemilu sekitar 20 persen dan Ombudsman sekitar 22 persen. Pada tatanan jabatan di birokrasi keterwakilan perempuan yang menduduki jabatan birokrasi setingkat eselon I dan II hanya mencapai 16,57 persen.

"Semakin banyak keterlibatan kaum perempuan dalam proses pembangunan, akan semakin memunculkan optimisme lahirnya kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender," ungkapnya.

Keterwakilan perempuan dalam bidang politik memiliki landasan kebijakan yang tertera dalam Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN yang merupakan pengembangan dari UU No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025.

"Hal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberikan dan menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan, tujuannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.