Mardanas Safwan, Sosok Inspiratif dari Ranah Minang

:


Oleh MC Prov Sumatera Barat, Selasa, 6 Agustus 2019 | 13:16 WIB - Redaktur: Tobari - 4K


Padang, InfoPublik - Tak banyak yang mengenal siapa Mardanas Safwan, sosok yang cukup berjasa bagi dunia pendidikan, sejarah kepahlawanan, sejarah Kota Padang maupun Sejarah Minangkabau.

Coba sejenak kita flashback ke masa disaat menempuh pendidikan di Sekolah Dasar dahulunya, tentunya kita pernah membaca kisah kepahlawanan seperti, Tuanku Imam Bonjol, RA. Kartini, Muhammad Husni Thamrin, Sutan Baharuddin II dan lainnya.

Namun, apakah kita sadar, siapa sosok penulis dibalik kisah patriot tersebut? Ya, dialah Drs. H. Mardanas Safwan (alm), seorang Sejarawan yang mencurahkan hidup dan matinya untuk menulis. 

Menelusuri jejak kepahlawanannya, Tim MMC Diskominfo Sumbar menemui salah seorang anak kandung Mardanas yang keseharian bertugas selaku Asisten Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Prima Idwan Mariza, Senin (5/8/2019).

Dengan hangat Aspidsus yang akrab dipanggil Prima ini menyambut kedatangan Tim MMC di sela kesibukannya. Ia mulai berkisah bagaimana sumbangsih sang Ayahanda dahulunya selaku sejarawan sekaligus sebagai tulang punggung keluarga.

Sosok pemberi inspirasi, yang berjuang dengan caranya sendiri. Sejarawan kelahiran Payakumbuh, 1 Maret 1938 itu kini, hanya tinggal nama. Namun dedikasinya sebagai penulis biografi para pahlawan seakan dilupakan oleh kita.

Padahal karya-karyanya berjumlah puluhan, dan sudah diakui oleh salah satu universitas ternama di Belanda.

“Saya ingat waktu itu beliau mendapat penghargaan sebagai 100 Authors Productivity dari Universitas Leiden, Belanda, penghargaan diterima oleh rekannya sesama penulis, Sutrisno Kutoyo,” ungkap Prima.

Mardanas merupakan anak pertama dari lima bersaudara, sejak kecil ulet membantu kebutuhan hidup keluarga dengan berdagang menyusupkan rokok dan kebutuhan rumah tangga pada masa penjajahan Jepang, dari Bukittinggi ke kampung halaman di Magek Agam. 

Hal itulah yang melatarbelakangi penulis Sejarah Kota Padang ini, menjadi seorang peneliti dan juga sejarawan yang sukses dan tekun dalam bekerja dan berkarya. Banyak dari karya-karya tulisannya yang di akui dunia, salah satunya adalah Sejarah Minangkabau.

“Dari sejarah saya bisa menghidupi keluarga saya dan mengantarkan anak-anak sesuai cita-citanya. Jika kamu ingin berhasil cintailah pekerjaanmu karena itu sudah menjadi pilihanmu dan tanggung jawabmu,” begitulah pesan beliau kepada anak-anaknya, sebut Aspidsus Kajati Sumbar tersebut.

Tak hanya Sejarah Minangkabau, sosok yang pernah menghiasi wajah pendidikan Indonesia melalui bukunya ini, juga menulis beberapa buku populer lainnya, seperti Teuku Nyak Arif, Sutan Mahmud Baharuddin II, Teuku Umar dan Sejarah Nasional Indonesia yang ditulis bersama Prof. Dr. Nugroho Notosusanto.

Menulis seakan sudah menjadi bagian dari hidup Mardanas Safwan, ia tak pernah merasa kesulitan dalam menekuni pekerjaannya sebagai peneliti sejarah dan budaya.

Bahkan saat melakukan penelitian, ia tak segan untuk tinggal selama beberapa bulan untuk mengenal, dan memahami adat atau budaya suatu daerah.

“Banyak filosofi-filosofi budaya Minangkabau yang tidak diketahui, yang menjadi kesulitan adalah saat menghimpun data atau informasi dari narasumber yang sudah tiada. Namun hal itu tidak mematahkan semangat dan dedikasinya untuk menggali informasi mengenai alam budaya Minangkabau,” kata Prima.

Pada saat bertugas di Kanwil Pendidikan dan Kebuadayaan Sumatera Barat, ia membuat buku pegangan yang menjadi muatan lokal atau mata pelajaran bagi siswa SMP dan SMA se-Sumatra Barat yaitu Alam Budaya Minangkabau.

Agar para generasi muda paham dan tahu tentang adat budaya Minangkabau secara benar dan menyeluruh, imbuh Prima.

Kendati demikian, Mardanas Safwan seakan tak pernah lelah dalam berkarya, semenjak pensiunan pun beliau masih tetap aktif menulis.

Dimata Prima, ayahnya merupakan sosok disiplin dan tegas, namun, dalam mendidik, tidak pernah berkata atau berbuat kasar kepada anak-anaknya maupun anak didiknya.

"Beliau itu kan dosen, jadi dalam mendidik anak ia tidak pernah kasar kepada anaknya, ia selalu membebaskan anaknya dalam memilih cita-cita dan tujuan hidupnya," ujar Aspidsus yang sebentar lagi akan dilantik menjadi Kajari Jember ini.

Hanya saja beliau tidak pernah secara khusus menularkan, bakat menulis kepada anaknya. "Ayah kami menyerahkan sepenuhnya keinginan anak-anaknya," ujarnya.

Prima mengaku sering diajak sang ayah melihat dan terlibat langsung. Ketika beliau melakukan penelitian untuk menemani istri yang juga seorang peneliti Dra. Izarwisma tentang  Budaya Mentawai, meneliti dan membuat buku Sejarah Kota Padang dan buku yang cukup fenomenal Sejarah Minangkabau.

Namun, sayang Prima menyesalkan beberapa karya tulisan yang sudah tidak lagi ada di Indonesia. "Saya malah menemukan buku Sejarah Minangkabau tersimpan di Universitas Leiden," terangnya.

Ia juga berharap ada perhatian dari semua pihak terkhusus Pemprov Sumbar terhadap buku tersebut.

"Karya-karya beliau sangat menginspirasi dan memiliki nilai budaya yang tinggi. Sudah semestinya pemerintah berterimakasih dan mengapresiasi lewat pengabdian beliau karena sudah menuliskan kisah Kota Padang dan Adat Minangkabau yang mengagumkan," tuturnya. (OV/ MMC Diskominfo/toeb)