Tradisi Masyarakat Paringin Sambut Malam Nisfu Syakban

:


Oleh MC KAB BALANGAN, Senin, 22 April 2019 | 05:52 WIB - Redaktur: Tobari - 268


Paringin, InfoPublik - Mayoritas masyarakat Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, menyambut malam Nisfu Syakban, yakni pertengahan bulan Syakban pada tahun 1440 Hijriyah, yang bertepatan pada Sabtu (malam), 20 April 2019, sebelum melaksanakan ibadah puasa Nisfu Syakban pada ke esokan harinya.

Sesungguhnya Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata, "Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali (pada) bulan Ramadan, dan aku tidak pernah melihat ia (banyak berpuasa) dalam suatu bulan kecuali bulan Syakban. Ia berpuasa pada kebanyakan hari di bulan Sya'ba.".

Dalam hadits yang lain, Usamah bin Zaid berkata, "Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa dalam beberapa bulan seperti puasamu di bulan Syakban. ia menjawab, Itu adalah satu bulan yang manusia lalai darinya. (Bulan itu adalah) bulan antara Rajab dan Ramadan, dan pada bulan itu amalan-amalan manusia diangkat kepada Rabbul 'Alamin, maka aku ingin supaya amalanku diangkat pada saat aku berpuasa".

Dalam menyambut malam Nisfu Syakban, khususnya warga Komplek 25b, Kecamatan Paringin, ibukota Kabupaten Balangan, memiliki tradisi yang cukup unik selain kegiatan ibadah berjamaah di Langgar Khusnul Khotimah.

Bukan hanya sekadar melaksanakan ibadah Sholat Magrib, Sholat Taubat, Sholat Hajad, membaca Surah Yasin sebanyak tiga kali, lalu dilanjutkan Sholat Isya dan Sholat Tasbih secara berjamaah, masyarakat juga memanfaatkan malam Nisfu Syakban sebagai ajang berbagi rejeki serta bersilaturahmi dari berbagai kesibukan selama ini.

Bahkan tidak terlihat suasana ketegangan politik yang sedang diterpa berbagai issue di berbagai media saat ini. Semua tampak damai dan melupakan setiap perbedaan pandangan serta perbedaan pilihan pada Pemilu yang baru saja usai dilaksanakan.

Salah satu tradisi unik yang masih terjaga, yakni prosesi membawa masakan ke tempat ibadah, meskipun bukan hal wajib atau diharuskan. Hal ini dilakukan oleh para ibu-ibu, dimana biasanya membawa sekitar tiga hingga lima bungkus makanan lengkap dengan lauk pauknya.

Biasanya, warga asli wilayah setempat sengaja menyiapkan masakan sendiri dari rumah, meskipun sebagian ada pula yang memilih cara lebih mudah, yakni dengan membeli masakan siap saji.

Sesampai di tempat ibadah, semua masakan tersebut dikumpulkan, yang mana ketika semua prosesi peribadatan atau pelaksanaan sholat berjamaah telah selesai dilaksanakan, dengan dilanjutkan tahlilan serta membaca do'a, makanan-makanan tersebut akan dibagi kepada para jemaah secara acak.

Jemaah langgar Khusnul Khotimah yang mencapai ratusan tersebut, terdiri dari kaum ibu-ibu, bapak-bapak serta anak-anak, makan bersama di tempat ibadah sambil bercengkrama.

Usai semua kegiatan, para jemaah gotong royong membersihkan tempat ibadah, dan setiap bungkus makanan yang masih tersisa, akan dipersilakan untuk dibawa pulang, agar tidak mubazir.

Berbagai jenis masakan ada disana, dari nasi goreng, lalapan, nasi kuning, masakan kareh daging, dan lain sebagainya. Tentu saja setiap orang tidak akan mengetahui masakan apa yang akan ia dapat secara acak tersebut, akan tetapi dengan rasa syukur atas rejeki yang didapat, apapun masakan yang diterima akan dimakan dengan lahap oleh para jemaah.

Dan disanalah kita akan menyaksikan sendiri ketika setiap jemaah akan memakan masakan yang berbeda-beda, meskipun saling bersebelahan duduknya. (MC Balangan/Roli/toeb)