Pembukaan Sekolah Harus Ikuti Protokol Kesehatan Ketat

:


Oleh Elvira, Rabu, 12 Agustus 2020 | 22:02 WIB - Redaktur: Elvira - 813


Jakarta, InfoPublik - Pembukaan sekolah di masa adaptasi kebiasaan baru (AKD) harus disertai kehati-hatian dan melibatkan semua unsur masyarakat. 
 
Hal tersebut diutarakan oleh Koordinator Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk "Budaya Baru Agar Pandemi Berlalu" di Ruang Serbaguna, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Rabu (12/8/2020). 
 
Menurut Wiku, untuk menghindari potensi sekolah menjadi klaster baru penularan Covid-19 di masa AKD, maka pemerintah setempat perlu menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Oleh karenanya ia menerangkan jika pemerintah daerah ingin membuat kebijakan pendidikan tatap muka, harus melakukan setidaknya lima langkah. 
 
Lima langkah tersebut adalah melakukan prakondisi, menentukan waktu yang tepat/pas (timing), melakukan prioritas di daerah tertentu yang sudah dinyatakan aman, berkoordinasi dengan satgas Covid-19 daerah dan pusat, serta melakukan pengawasan (monitoring) dan evaluasi. 
 
Dikatakan Prof. Wiku, untuk kepentingan pembukaan sekolah itu pemerintah daerah harus menyiapkan sarana dan fasilitas yang mendukung proses pendidikan tatap muka, menyiapkan guru serta meminta persetujuan dari orang tua murid. Kemudian juga harus memastikan transportasi menuju sekolah tidak terjadi penumpukan massa. Tak lupa, orang tua juga mesti menyiapkan mental, kebiasaan baru dan disiplin protokol kesehatan dari anak itu sendiri. 
 
Satu hal, tambah Juru Bicara Satgas Covid-19 itu, semua komponen perlu dilibatkan serta dilakukan simulasi. Setelah semua proses ini dilakukan baru bisa dilakukan pembukaan sekolah. Itu pun tidak bisa langsung dibuka semuanya. Misalnya hanya 30 persen dulu dari kapasitas sekolah, lalu kelasnya dibagi-bagi secara bergiliran. 
 
"Kalau tidak disiplin maka bisa terjadi kluster baru. Bukan karena pembukaan sekolahnya. Oleh karena semua pihak harus saling mengingatkan,” kata Prof. Wiku.
 
Keputusan tersebut terletak di pimpinan daerah. Paling kecil adalah tingkat kabupaten/kota dalam memutuskan hal ini. “Dari mana dasar keputusan itu? Ya dari hasil simulasi itu. Masyarakat perlu dikondisikan. Kita semua lagi belajar. Mengenai kluster baru (sekolah) itu, adalah sebuah pembelajaran bagi kita," jelasnya.  
 
Sebelumnya, sesuai Perubahan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Pembelajaran Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 pada 7 Agustus 2020, memberikan penyesuaian bagi daerah di zona kuning untuk membuka kembali satuan pendidikan.
 
Dengan adanya kebijakan relaksasi ini maka diharapkan 43 persen peserta didik dan pendidik yang saat ini berada di zona kuning dan hijau, bisa memulai pembelajaran tatap muka. Namun untuk peserta didik dan pendidik yang berada di zona oranye dan merah harus tetap melaksanakan pembelajaran dari rumah. Khusus bagi peserta didik pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang memerlukan pembelajaran praktik, maka diizinkan untuk datang ke sekolah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
 
Pembukaan kembali satuan pendidikan untuk pelaksanaan tatap muka, harus dilakukan secara bertahap. Untuk satuan pendidikan umum dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan SMK, tatap muka dilaksanakan dengan jumlah peserta didik sebanyak 30-50 persen dari kapasitas kelas. Sementara itu, untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)/Taman Kanak-kanak (TK) jumlah maksimal di dalam satu kelas sebanyak lima peserta didik.
 
Untuk Madrasah dan sekolah berasrama di zona hijau dan zona kuning dapat membuka asrama dan melakukan pembelajaran tatap muka sejak masa transisi.
 
"Perlu kehati-hatian agar nanti pembukaan sekolah jangan sampai terjadi buka, tutup, buka, tutup. Karena belum tentu suatu daerah akan selamanya hijau atau kuning. Kebijakan pembukaan pendidikan tatap muka tidak bisa dilakukan serta merta atau aji mumpung ketika suatu wilayah zona hijau karena harus melalui penilaian dan prakondisi yang baik. Perlu dilihat daerah sekitar sekolah tersebut. Setidaknya dilihat dari perkembangan kasus dalam lima minggu terakhir," imbuh Wiku. 
 
Hadir sebagai Narasumber FMB9 lainnya pada FMB 9 adalah Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Prof. Dr. Widodo Muktiyo. (KWB/Vira. Foto:Jessica Helena Wuysang/pras ANTARA)