Menristek Jelaskan Perkembangan Vaksin dan Inovasi Penanggulangan Covid-19

:


Oleh G. Suranto, Minggu, 26 Juli 2020 | 16:48 WIB - Redaktur: Isma - 446


Jakarta, InfoPublik - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan,  selain vaksin, produk inovasi obat, terapi dan alat kesehatan juga dibutuhkan dimasa pandemi Covid-19 ini.

“Covid-19 ini benar-benar mengagetkan kita  semua dan membuat masyarakat dunia tidak siap dan kemudian yang juga mengkhawatirkan adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus ini tidak terlihat atau kasat mata,” kata Menteri Bambang, seperti dikutip dalam rilis Kemenristek/BRIN di Jakarta, Minggu (26/7/2020).

Dalam acara 'After Hours with Helmi Yahya', yang diselenggarakan stasiun televisi iNews, Kamis (24/7/2020) Menteri Bambang menjelaskan, karena itulah di Kemenristek/BRIN langsung memutuskan untuk  membentuk  konsorsium riset dan inovasi, yang khusus untuk mempercepat penanggulangan  pandemi Covid-19. 

“Bahkan Tim Konsorsium Riset dan Inovasi Covid19 ini tidak hanya melakukan penelitian dan pengembangan tentang vaksin, karena  bagaimanapun kita tahu bahwa memproduksi  vaksin itu bukan pekerjaan yang pendek, tetapi butuh waktu.  Tim Risnov Covid 19 KemristekBRIN tidak hanya melakukan litbang tentang  vaksin yang sifatnya pencegahan atau preventive,  tetapi juga melakukan terobosan inovatif untuk menghasilkan  obat dan terapi untuk menanggulangi Covid19,” tutur Menristek/Kepala BRIN.

Contohnya antara lain adalah plasma convalescens atau terapi plasma darah, serta yang tidak kalah pentingnya  adalah menciptakan inovasi alat kesehatan (alkes), baik untuk membantu pernapasan seperti ventilator, maupun untuk melakukan skrining dan diagnosis, seperti penciptaaan produk-produk inovatif rapid test dan PCR tes kit.

Menteri Bambang juga menjelaskan,  dalam pengembangan vaksin menggunakan dua cara: 1) Melalui kerja sama dengan luar negeri, dengan memperhatikan kecepatannya, dalam aplikasi vaksin dari luar negeri di Indonesia untuk diuji coba klinis di Indonesia. 2)  Mempertahankan juga kemandirian produksi vaksin anak bangsa, karena ini merupakan ranah Kemenristek/BRIN. Pengembangan vaksin mandiri saat ini sudah dijalankan oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Ditargetkan pertengahan tahun depan sudah 2021, sudah bisa di  produksi massal, tentunya sesudah melalui uji klinis terhadap vaksin merah putih karya anak bangsa tersebut.

“Uji klinis Sinovac vaksin di Indonesia, yang merupakan kerja sama  Biofarma dan Sinovac, sekarang sudah memasuki uji klinis tahap tiga. Nanti  jika uji klinis vaksin Sinovac  selesai, maka harus dilihat dulu apakah efektif vaksin tersebut untuk masyarakat Indonesia.  Kalaupun efektif, akan dilihat  tingkat keefektifannya berapa persen.  Sehingga harus diberitahu juga nanti bahwa yang orang yang di vaksin, barangkali suatu saat harus revaksinasi kembali. Hal ini nanti akan dilihat apakah vaksin Sinovac yang research and development-nya dilakukan di China (Republik Rakyat Tiongkok - RRT)  cocok dengan virus yang bertransmisi di Indonesia atau tidak.

“Kalau mengacu pada informasi dari WHO, untuk produksi vaksin yang paling cepat ada 3 group: 1) Sinovac dari China/RRT. 2)  AstraZeneca dari Inggris/United Kingdom. 3) Moderna dari Amerika/USA,” jelas Menristek/Ka.BRIN Bambang PS Brodjonegoro.

Dalam sesi tanya jawab dengan Helmi Yahya, Menteri Bambang juga menjelaskan salah satu tugas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yaitu melakukan integrasi kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (Litbangjirap) dari para stakeholder di Indonesia.

Menariknya dari Kemristek/BRIN, untuk pertama kalinya di portofolio Kabinet RI, ada kata Inovasi walaupun inovasi sudah cukup lama diperkenalkan ke Indonesia, mungkin dua dekade lalu.  Itu  artinya Presiden RI Joko Widodo  ingin sekali agar pertumbuhan ekonomi Indonesia,  beralih dari ekonomi yang berbasis sumber daya alam, menuju ekonomi yang berbasis inovasi, seperti salah satu contohnya adalah Negara Korea Selatan.

Dengan adanya mandat inovasi,  maka hilirisasi produk riset dan inovasi menjadi keharusan dan mutlak, sehingga berguna bagi masyarakat Indonesia dan Dunia. “Cara kita untuk melakukan hilirisasi, memang harus mendorong dan atau menciptakan  kepastian pasar dari sisi pembelinya. Oleh sebab itu, saya ingin kembali mengapresiasi para inventor dan inovator Indonesia, karena kasus Covid-19,  mereka mampu menghasilkan produk-produk  inovasi, dalam waktu yang sangat pendek. Dan  ternyata KemristekBRIN juga  berhasil menggandeng beberapa mitra industri. Hal ini dikarenakan  tugas KemristekBRIN dan jajarannya itu hanya melakukan litbangjirap sampai  tahapan penciptaan prototipe produk inovasi. Prototipe produk inovasi, sebagai contoh alkes, yang sudah lolos uji,  punya izin edar, akan dilanjutkan ke tahap produksi oleh industri, baik pemerintah (BUMN) atau pihak swasta,” paparnya.

Disini pentingnya Pemerintah hadir bagi para inventor dan inovator, karena Pemerintah dapat  bertindak sebagai pembeli produk inovasi tersebut, atau menjadi fasilitator untuk mempromosikan produk inovasi kepada mitra industri.

“Produk inovasi karya anak bangsa, sebaiknya ditahap awal pembelinya harus dari  Pemerintah, karena tanpa adanya jaminan pembelian,  tidak ada pihak yang  mau untuk memproduksi, yang melakukan riset dan inovasi  mungkin banyak di Indonesia, tapi yang memproduksi yang tidak mau,” jelas Menteri Bambang.

Diharapkan dengan mulai seringnya dialog interaktif ini dilakukan, #InovasiIndonesia akan lebih banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia yang #CintaProdukIndonesia. (Foto: Kemenristek/BRIN).