Bawaslu Periksa Ratusan Dugaan Pelanggaran Pilkada

:


Oleh Eko Budiono, Selasa, 7 April 2020 | 18:03 WIB - Redaktur: Untung S - 161


Jakarta, InfoPublik - Merebaknya virus corona ternyata tidak mempengaruhi aktivitas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Lembaga tersebut tetap memproses dugaan pelanggaran tahapan Pilkada 2020, meski tahapan pemilihan ditunda.

Sampai saat ini, Bawaslu telah memeriksa 501 kasus dugaan pelanggaran.  

"Jenis pelanggaran, 147 kasus administrasi, 22 kasus kode etik, dua kasus pidana, dan 330 kasus hukum lain," kata anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo dalam keterangan tertulis, Selasa (7/4/2020).

Bawaslu mencatat dugaan pelanggaran yang berupa temuan sebanyak 524 kasus, laporan dari masyarakat sebanyak 97 kasus. Akan tetapi, setelah dilakukan kajian awal, terdapat 121 kasus dinyatakan bukan termasuk pelanggaran.

Dewi menuturkan, dugaan pelanggaran administrasi yang paling banyak dilakukan adalah pengumuman seleksi penyelenggara ad hoc (sementara) tidak sesuai ketentuan atau tidak profesional. Ada juga dugaan calon anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak memenuhi syarat karena berasal dari partai politik (parpol).

Kemudian terdapat dugaan calon anggota PPK dan PPS telah dua periode menjabat, pelayanan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses pendaftaran penyelenggara ad hoc, adanya survei terhadap bakal calon, serta pemalsuan dokumen syarat pendaftaran.

Sementara, lanjut Dewi, dalam kaitan pelanggaran pidana sebanyak dua kasus. Pertama, dugaan menghilangkan hak seseorang menjadi pasangan calon (paslon). Kedua, dugaan memalsukan daftar dukungan dari jalur perseorangan.

Selanjutnya, tren pelanggaran kode etik penyelenggara pilkada bentuknya seperti Panitia Pengawas Pemilihan tingkat Kecamatan (Panwascam) menjadi pengurus partai politik. Panwascam memberikan dukungan kepada bakal paslon, KPU Kabupaten/Kota meloloskan PPS yang menjadi pengurus parpol, hingga KPU Kabupaten/Kota tak profesional dalam pembentukan PPK dan PPS.

Selain itu, pelanggaran hukum lainnya didominasi oleh pelanggaran menyangkut netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).

Beberapa ASN memberikan dukungan melalui media sosial, ASN melakukan pendekatakan atau mendaftarkan diri pada salah satu bakal paslon, ASN menyosialisasikan bakal paslon melalui alat peraga kampanye (APK), dan ASN menghadiri kegiatan silaturahmi yang dianggap menguntungkan bakal paslon.

Bahkan, ada kasus dugaan pelanggaran oleh bupati yang melakukan penggantian pejabat dalam periode enam bulan sebelum penetapan paslon.

Dia menambahkan, dugaan pelanggaran netralitaa ASN paling banyak terjadi di Maluku Utara sebanyak 49 kasus, 42 kasus diantaranya sudah rekomendasi ke KASN. Diikuti Sulawesi Tenggara 39 kasus, Nusa Tenggara Barat 38 kasus, Sulawesi Tengah 32 kasus, dan Sulawesi Selatan 28 kasus.

Sementara ada beberapa provinsi yang nihil terjadi dugaan pelanggaran netralitas ASN. Diantaranya, Bangka Belitung, Bengkulu, Riau, Bali, Papua Barat, Maluku, dan Kalimantan Utara.

Sebelumnya, DPR RI dan pemerintah telah menunda Pilkada 2020 akibat merebaknya virus corona. (Foto : Bawaslu)