Kementerian ESDM: Investasi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Capai Rp3.500 Triliun

:


Oleh Eko Budiono, Sabtu, 22 Agustus 2020 | 08:10 WIB - Redaktur: Untung S - 468


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan,  kebutuhan investasi untuk memenuhi target penurunan emisi gas rumah kaca sejumlah 314 juta ton CO2 pada 2030, akan mencapai Rp3.500 triliun.

Bidang Pembangkit Listrik berbasis Energi Baru Terbarukan, atau EBT ditargetkan dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca sejumlah 156,6 juta ton CO2. Sesuai dengan Ratifikasi Paris Agreement pada saat Conference on Parties atau COP ke-22 di Maroko pada November 2016 lalu.

 Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen hingga 2030, dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

“Bidang Pembangkit Listrik EBT ditargetkan dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 49,8 persen dari total aksi mitigasi sektor energi dengan kebutuhan investasi sebesar Rp1.690 triliun," kata Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari, dalam keterangannya, Jumat (21/8/2020).

Ida menambahkan, pihaknya menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat celcius di atas tingkat pra-industrialisasi.

Serta menekan kenaikan suhu global ke 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industrialisasi, yang akan diselaraskan dengan target porsi EBT dalam bauran energi sebesar 23 persen di 2025.

Sebagai salah satu usaha dalam mencapai target Kebijakan Energi Nasional, tuturnya, Indonesia telah memiliki 10,4 GW pembangkit listrik terpasang berbasis EBT hingga semester I/2020.

Jumlah tersebut didominasi oleh energi hidro dengan komposisi sekitar 6,07 GW dan selanjutnya diikuti oleh energi panas bumi sebesar 2,13 GW.

Sementara suplai energi primer Indonesia saat ini masih didominasi oleh energi fosil, di mana sekitar 90% masih didominasi oleh batu bara, gas, dan minyak.

Sedangkan komposisi EBT dalam bauran energi primer pada pembangkit listrik di 2019 hanya 9,15 persen. Sementara komposisi yang lain masih didominasi oleh batubara sebesar 37,15 persen dan gas sebesar 33,58 persen.

“Untuk mencapai semua target di atas, segala upaya akan terus dilakukan Pemerintah dengan memperbaiki skema harga jual, regulasi, dan pemberian insentif,” ujar Ida.

Sehingga diharapkan investor dapat tertarik menanamkan investasinya di sektor energi yang ramah lingkungan seperti panas bumi, air, dan angin.

Sebelumnya, Dirjen EBTKE F.X. Sutijastoto mengabarkan bahwa pemerintah tengah merancang Peraturan Presiden terkait pembelian listrik EBT oleh PLN.

Nantinya, pemerintah akan mengembalikan biaya operasi yang telah dikeluarkan pengembang dalam kegiatan eksplorasi WKP.

(Foto: Kementerian ESDM).