LHS dan Tradisi Menteri Tiga Kuota Haji

:


Oleh Wandi, Rabu, 17 Juli 2019 | 10:01 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 222


Jakarta, InfoPublik - Presiden Joko Widodo kembali memberi amanah kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) untuk menjadi Amirul Hajj 1440H/2019M. Penunjukkan Amirul Hajj ini sesuai dengan Taklimatul Hajj yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi, bahwa setiap negara harus menetapkan Ketua Misi Haji yang bertanggung jawab pada setiap negara yang kemudian dikenal dengan Amirul Hajj.

Ini adalah kali kelima Menag LHS menjadi Amirul Hajj di era Presiden Jokowi, menyempurnakan tugasnya di periode Kabinet Kerja. Sebelumnya, Menag LHS juga diberi amanah sebagai Amirul Hajj pada masa terakhir periode Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Budiono.

Dipercayanya kembali LHS sebagai Amirul Hajj mengulang “tradisi” menteri dengan tiga kuota haji. Dua Menteri Agama sebelumnya juga sama; baik Maftuh Basyuni maupun Suryadharma Ali, sama-sama merasakan proses penyelenggaraan ibadah haji dengan tiga kali perubahan jumlah kuota.

Kuota haji pada era Maftuh Basyuni adalah 205.000 (2005 & 2006), 210.000 (2007), dan 207.000 (2008 & 2009). Sementara dua tahun awal kepemimpinan Suryadharma Ali di Kementerian Agama, Indonesia mendapat kuota 211.000. Tahun 2012 sempat naik menjadi 221.000, namun setahun kemudian turun menjadi 168.800 sebagai dampak dilakukannya renovasi dan perluasan Masjidil Haram oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Proyek ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas daya tampung tempat tawaf, yang sebelumnya 48.000 jemaah per jam menjadi hanya 22.000 jemaah per jam. Untuk menjamin keselamatan, kenyamanan, dan keamanan jemaah haji, otoritas Saudi memberlakukan kebijakan pengurangan kuota haji dunia sebesar 20%, tidak terkecuali untuk Indonesia. Saat itu, kuota dasar Indonesia dihitung berjumlah 211.000 sehingga setelah ada pemotongan menjadi 168.800.

Menggantikan Suryadharma Ali, Menag LHS kali pertama menjadi Amirul Hajj pada penyelenggaraan haji 1435H/2014M. Saat itu, kebijakan pemotongan 20% masih berlaku. Kebijakan ini diberlakukan hingga tahun 2016, atau dua tahun pertama Menag menjadi Amirul Hajj di era Presiden Joko Widodo. Baru pada tahun 2017, kuota haji kembali normal menjadi 211.000. Hanya, saat itu Indonesia juga mendapat tambahan dari Raja Salman sebesar 10.000 sehingga total kuotanya menjadi 221.000.

Penambahan kuota haji 2017 ini diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Disebutkan Presiden bahwa Pemerintah Arab Saudi telah memenuhi permintaan Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan kuota normal haji bagi Indonesia dari 168.800 menjadi 211.000 untuk 2017. Selain itu, Pemerintah Arab Saudi juga menyetujui permintaan tambahan kuota haji Indonesia dan memutuskan menambah kuota 10.000.

"Dengan demikian, kuota haji untuk Indonesia tahun 2017 dari 168.800 menjadi 221.000. Indonesia mengalami kenaikan sebesar 52.200," kata Jokowi, sebagaimana dilansir kemenag.

Keputusan ini merupakan tindaklanjut dari kunjungan Presiden Jokowi ke Arab Saudi pada September 2015, dan pertemuannya dengan Deputi Kerajaan Saudi di Guang Zho pada September 2016. Kunjungan dan pertemuan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Menag LHS dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Hasilnya, kuota haji Indonesia ditambah. Kuota haji sebesar 221.000 ini kemudian kembali diberlakukan pada musim haji 1439H/2018M.

Untuk musim haji 1440H/2019M, Indonesia kembali mendapat tambahan kuota sebesar 10.000 dari Arab Saudi. Kepastian bertambahnya kembali kuota haji diperoleh paska pertemuan antara Presiden dengan Raja Salman dan Putra Mahkota Kerajaan Saudi Muhammad bin Salman di Riyadh, 14 April 2019. Penambahan kuota ini juga disampaikan langsung Presiden Joko Widodo, selang dua hari berikutnya, setelah kembali ke Indonesia.

Data ini menunjukan, dalam rentang 2015 – 2019 masa Menag LHS sebagai Amirul Hajj, telah terjadi tiga kali perubahan kuota, yaitu: 168.800 (2015 & 2016), 221.000 (2017 & 2018), serta 231.000 (2019).

Terus bertambahnya kuota tentu menjadi berkah tersendiri bagi Indonesia, di tengah antrian haji yang memanjang. Namun, hal itu juga menjadi tantangan dalam proses pengelolaan dan mobilisasi jemaah, mengingat sarana prasarana di Arab Saudi juga masih terbatas, belum mengalami perubahan signifikan. Masjidil Haram memang sudah direnovasi hingga lebih luas. Tenda Arafah juga sudah dibuat semi permanen. Namun, kapasitas Mina yang terbatas tentu patut menjadi perhatian.

Hal itu juga yang menjadi concern Menag LHS. Di setiap pertemuan dengan otoritas Arab Saudi, Menag selalu mengusulkan pentingnya pembenahan sarana prasarana di Mina, baik tenda, apalagi toilet. Selain luas wilayahnya yang sangat sempit, diperkirakan kurang dari 1 meter per jemaah, antrian toilet Mina menjadi persoalan yang selalu mengemuka dalam setiap penyelenggaraan ibadah haji.