Pasar Domestik Perkuat Industri Unggas Nasional

:


Oleh Baheramsyah, Rabu, 13 November 2019 | 17:54 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 869


Jakarta,InfoPublik  - Industri unggas nasional memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian  salah satunya sebagai penyumbang PDB terbesar dalam sektor pertanian dan menyerap 2.5 juta tenaga kerja langsung. Industri ini juga memasok sekitar 65 persen protein hewani bagi 264 juta penduduk Indonesia.

Industri unggas telah menjadi industri hulu bagi industri makanan nasional baik sebagai industri makanan olahan berbasis daging dan telur ayam hingga food service industry (restauran dan kuliner).

Guru Besar Agribisnis IPB dan Ketua Dewan Redaksi AGRINA, Prof. Bungaran Saragih mengatakan, berdasarkan data BPS, produksi daging ayam ras pedaging tahun 2018 mencapai 2.1 juta ton sedangkan produksi telur ayam sebesar 1.6 juta ton.

 “Industri ini juga menjadi industri hilir bagi komoditas pertanian yakni jagung dan kedelai. Jika industri unggas nasional terus berkembang maka akan menciptakan multiplier effect yang semakin luas dan besar serta mampu mendorong pertumbuhan sektor industri makanan dan menarik sektor pertanian,” terang Bungaran saat acara Forum Diskusi Agrina 'Penyediaan Jagung Pakan Sesuai Harga Acuan untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Ayam Nasional' di Jakarta, Rabu (13/11/2019).

Masalah utama dalam rendahnya daya saing industri unggas Indonesia adalah mahalnya biaya produksi ayam Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Biaya pokok produksi ayam Indonesia mencapai USD 1.1 – USD 1.3 per kilogram (atau sebesar Rp. 15.000 - Rp.18.000 per kilogram). Sedangkan biaya pokok ayam Brazil hanya sekitar USD 0.5 – USD 0.6 per kilogram (atau sebesar Rp. 9.000 - Rp.10.000 per kilogram).

Tingginya biaya pokok produksi ayam di Indonesia karena mahalnya biaya pakan, mengingat biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi. Bahan baku utama pakan unggas adalah jagung dan kedelai. Keterkaitan kedua faktor tersebut menunjukkan bahwa negara dengan industri unggas yang unggul adalah negara yang juga memiliki keunggulan dalam industri jagung dan kedelai.

Brazil, Amerika Serikat dan China merupakan negara produsen unggas terbesar di dunia, dimana ketiga negara tersebut juga merupakan negara produsen jagung dan kedelai terbesar dunia.

Titik lemah industri unggas nasional terletak pada kurang berkembangnya sektor hulu industri pakan. Indonesia berhasil mengembangkan industri substitusi ayam ras, namun sejak dahulu belum berhasil mengembangkan jagung dan kedelai. Implikasinya kebutuhan bahan baku pakan harus bergantung pada impor. Hal ini merupakan masalah serius bagi industri ungas nasional.

Brazil dan Amerika Serikat merupakan negara yang menguasai jagung dan kedelai dunia sekaligus negara eksportir unggas terbesar di dunia. Ke depan, kedua negara tersebut akan lebih banyak menggunakan jagung dan kedelai sebagai bahan baku biofuel (selain untuk pakan ternak). Terbatasnya suplai dari kedua negara tersebut akan menyebabkan industri unggas nasional kesulitan memperoleh bahan baku pakan di pasar dunia. Kedua negara tersebut juga akan lebih memilih mengekspor daging ayamnya ke Indonesia dibandingkan mengekspor jagung dan kedelai. Hal ini mengancam keberlangsungan industri unggas nasional.

Untuk menghadapi kondisi yang demikian, jika kita ingin industri unggas nasional tetap survive bahkan bisa bersaing setidaknya di pasar domestik maka upaya yang harus dan secepatnya dilakukan adalah dengan membangun basis kuat industri pakan di dalam negeri. Pengembangan corn estate dan soy estate yang modern dan terintegrasi dengan industri pakan harus segera dilakukan oleh industri pakan dan tidak bisa diserahkan kepada pihak lain seperti selama ini.

Selain itu, industri pakan juga harus dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan seperti Palm Kernel Meal (PKM). Selama ini, ketersediaan Palm Kernel Meal di Indonesia relatif besar namun potensinya sebagai bahan baku pakan belum dimanfaatkan oleh industri pakan dalam negeri. Padahal PKM yang diekspor Indonesia dimanfaatkan juga sebagai bahan baku pakan oleh negara importir. Kandungan beta karotene dalam minyak sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin untuk menghasilkan pakan ternak yang bernutrisi. Dengan memanfaatkan sumber bahan baku pakan domestik, diharapkan menjadi basis kuat pengembangan industri pakan nasional.

Orientasi lokasi industri unggas juga menjadi startegi yang penting dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing industri unggas nasional. Ke depan, lokasi industri unggas diarahkan untuk dikembangkan di daerah sentra corn estate dan soy estate yang terintegrasi dengan industri pakan. Pengembangan lokasi yang demikian akan menurunkan biaya logistik sehingga biaya pokok produksi menjadi lebih kompetitif.

"Jadi mulai saat ini kita harus mengembangkan roadmap indsutri pakan secara komprehensif dan sistematis dari hulu hingga hilirnya. Kalau bisa bukan hanya sebatas pengembangan industri pakannya saja, melainkan bersinergi juga dengan industri unggasnya. Dengan demikian, akan tercipta  indsutri pakan dan unggas yang saling berintegrasi serta berkelanjutan kedepannya," ungkap Bungaran.

Bukan hanya itu, Bungaran menyarankan agar industri pakan bukan hanya terpatok pada bahan baku jagung dan kedelai saja, melainkan mengembangkan baham baku lokal seperti palm kernel beans. "Kita ini industri kepala sawit terbesar di dunia dan di dalamnya, palm kernel beans dapat kita kembangkan menjadi pakan unggas. Itu nutisinya cukup bagus untuk pakan unggas. Jadi kita tidak perlu melakukan impor untuk bahan baku pakan unggas (jagung dan kedelai), cukup dari perkebunan kelapa sawit saja," terang Bungaran.